...»»————> Perhatian<————««...
...Tokoh, tingkah laku, tempat, organisasi profesi, dan peristiwa dalam cerita ini adalah fiktif dan dibuat hanya untuk tujuan hiburan, tanpa maksud mengundang atau mempromosikan tindakan apa pun yang terjadi dalam cerita. Harap berhati-hati saat membaca....
...**✿❀ Selamat Membaca ❀✿**...
Selanjutnya
Farin duduk di meja belajarnya, menatap foto lama dirinya dengan Aldo yang masih menggunakan seragam sekolah. Dia tersenyum pahit dan berkata pelan kepada dirinya sendiri, "Kita terlihat begitu bahagia, bukan? Begitu muda, begitu yakin bahwa cinta ini akan bertahan selamanya."
Dia menyentuh bingkai foto itu, suaranya mulai bergetar, "Aku benar-benar percaya padamu, Aldo. Aku memberikan seluruh hatiku, seluruh perasaanku, dan apa yang aku dapatkan sebagai balasan?"
Air mata mulai jatuh di pipinya, tetapi Farin tetap melanjutkan, "Bagaimana bisa kamu menghancurkan semua ini? Apa aku tidak cukup baik? Apa aku terlalu sibuk dengan semua tugas kuliah dan organisasi ini sehingga kamu merasa perlu mencari orang lain?"
Dia mengingat kembali pesan-pesan di ponsel Aldo yang dia baca di restoran, "Siapa perempuan itu? Siapa dia yang bisa membuatmu begitu mesra? Apakah dia yang ada di pikiranmu saat kita bersama? Saat kamu tersenyum padaku, apakah kamu memikirkan orang lain?"
Farin menghapus air matanya dengan cepat, mencoba menahan isak yang semakin kuat, "Aku ini apa bagimu, Aldo? Aku sudah berkorban begitu banyak untuk kita, untuk masa depan kita. Dan sekarang, semua terasa sia-sia."
Dia menundukkan kepalanya, menatap meja belajarnya yang penuh dengan buku dan tugas kuliah, "Aku bahkan tidak bisa marah padamu. Aku terlalu sibuk, terlalu fokus pada kuliah, pada beasiswa, hingga aku mengabaikan mu. Tapi apakah itu alasan? Apakah itu benar-benar alasan yang bisa kamu gunakan untuk mengkhianati ku?"
Farin menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya sendiri, "Mungkin ini salahku. Mungkin aku terlalu ambisius, terlalu ingin mencapai sesuatu yang besar dalam hidupku, dan aku lupa tentangmu. Tapi... bukankah kita seharusnya bisa melalui ini bersama?"
Dia memejamkan matanya sejenak, membiarkan rasa sakit itu mengalir, "Aku tidak tahu harus bagaimana sekarang. Apakah aku bisa mempercayai lagi? Bagaimana jika semuanya hanya akan berakhir dengan rasa sakit yang sama?"
Lalu, dalam sekejap, Farin membuka matanya dan menatap bayangannya di cermin, "Tapi aku harus kuat. Aku tidak bisa membiarkan ini menghancurkan diriku. Mungkin kamu sudah berubah, Aldo, tapi aku juga bisa berubah. Aku bisa bangkit, meskipun itu berarti harus meninggalkanmu."
Farin menggenggam tangan di dadanya, mencoba mencari kekuatan dalam dirinya sendiri, "Aku berjanji pada diriku sendiri, aku tidak akan jatuh. Aku akan menemukan cara untuk bangkit, bahkan jika itu harus menyakitkan. Aku akan melanjutkan hidupku, dengan atau tanpa dirimu."
Sedangkan Aldo dia merasa cemas setelah pulang dari restoran. Kecemasan itu tidak hilang sejak Aldo mengantar kan Farin pulang ke Apartemen. Ia membayangkan betapa hancurnya Farin jika dia mengetahui hubungan Aldo dengan Kaira.
Aldo sangat khawatir Farin akan menyadari sesuatu dari sikapnya atau dari percakapan di restoran. Namun, saat berada di restoran, Farin tampak santai dan tidak menunjukkan tanda-tanda curiga. Aldo merasa lega, meskipun kecemasan itu masih menghantui pikirannya.
Di dalam mobil, Aldo mencoba untuk menenangkan dirinya. “Mungkin aku terlalu khawatir. Farin tidak menunjukkan tanda-tanda curiga, dan semuanya berjalan lancar di restoran. Farin pasti tidak tahu apa-apa,” gumamnya pada diri sendiri sambil melihat keluar jendela.
Rumah Nenek.
Setibanya di rumah, Aldo masih merasa ada beban di pundaknya. Dia duduk di meja, merenung sejenak sambil memandang foto dirinya bersama Farin. Foto itu diambil beberapa tahun lalu ketika mereka masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Senyuman Farin di foto tersebut seolah mengingatkan Aldo tentang betapa istimewanya hubungan mereka dulu.
“Aku sudah membuat kesalahan besar,” pikir Aldo sambil menghela napas. “Tapi Farin tidak pantas mendapatkan ini.”
Sambil mengusap foto itu dengan lembut, Aldo merasa hatinya terbeban. Meski begitu, dia mencoba menenangkan diri dengan berpikir bahwa dia harus tetap tenang dan tidak menunjukkan tanda-tanda kekhawatiran kepada Farin.
“Aku harus membuat semuanya lebih baik,” tekadnya.
Aldo akhirnya memutuskan untuk menghubungi Kaira. Dia berharap berbicara dengan Kaira bisa mengurangi rasa cemasnya dan membuatnya merasa lebih baik.
Dengan tangan yang sedikit bergetar, Aldo mengambil ponselnya dan mulai mencari nama Kaira di daftar kontak. Dia menekan tombol panggil dan menunggu Kaira menjawab.
Saat Kaira mengangkat telepon, suara lembutnya langsung memberikan ketenangan bagi Aldo. “Halo, Kaira. Maaf, aku telpon malam-malam seperti ini. Aku hanya ingin mendengar suaramu.”
“Tidak apa-apa, Aldo. Aku senang kamu menelepon. Ada apa?” tanya Kaira dengan nada hangat.
“Tidak banyak. Aku cuma merasa khawatir dan butuh mendengar suaramu..."
Kamar Farin
Farin masih duduk di meja belajarnya, memeriksa buku catatannya. Matanya tertuju pada sebuah buku catatan yang bukan miliknya itu ternyata adalah buku catatan Aldo, yang tidak sengaja tertukar dengan miliknya.
Farin menghela napas panjang. Perasaannya campur aduk, dan dia merasa terganggu oleh kejadian malam tadi. Pikiran tentang Aldo dan apa yang mungkin dia lakukan di belakangnya membuatnya sulit fokus.
Farin mengambil ponselnya dan mengetik pesan kepada Aldo.
Farin: “Halo Aldo, aku baru sadar kalau buku catatku tertukar dengan mu. Aku akan membawanya ke rumahmu nanti. Tolong beri tahu jika ada yang perlu aku lakukan.”
Farin mengirim pesan dan menunggu balasan. Dia melihat bahwa ponsel Aldo terlihat sibuk, yang menunjukkan Aldo sedang melakukan panggilan. Farin merasa sedikit cemas tetapi terus menunggu balasan.
Setelah beberapa menit, Farin menerima balasan singkat dari Aldo yang hanya berupa emoticon oke. Farin merasa aneh dengan tanggapan singkat tersebut. Aldo biasanya lebih perhatian dan komunikatif.
Farin: “Ada yang bisa aku bantu? Kamu sedang menelpon siapa?”
Farin menunggu dengan penuh harap. Akhirnya, Aldo membalas pesan Farin.
Aldo: “Maaf baru balas. Aku sedang telepon dengan kak Yura.”
Farin membaca pesan tersebut dan merasa agak lega karena setidaknya ada penjelasan, meskipun sikap Aldo terasa dingin dan tidak seperti biasanya. Farin merasa ada yang tidak beres dengan Aldo, terutama setelah melihat sikap dan respons singkatnya.
Farin berbicara pada dirinya sendiri. “Kenapa Aldo jadi begini? Bukankah dia biasanya lebih komunikatif? Ada apa sebenarnya? Aku merasa seperti ada sesuatu yang dia sembunyikan dariku.”
"Apa itu nyata benar selingkuh?"
Farin memandang buku catatan Aldo yang masih ada di mejanya. Dia merasa bingung dan kecewa dengan perubahan sikap Aldo. Farin berusaha mengalihkan pikirannya dan fokus pada persentasi kuliah nya besok.
Farin menutup buku catatan Aldo. Dia merasa letih, bukan hanya secara fisik, tetapi juga emosional. Pikirannya masih penuh dengan pertanyaan tentang Aldo, namun dia tahu bahwa memikirkannya lebih lama hanya akan membuatnya semakin lelah.
Dengan langkah perlahan, Farin beranjak dari meja belajarnya dan menuju ke kasur. Dia menarik selimut dan berbaring, berharap tidur bisa membantunya melupakan sejenak semua kekhawatiran yang menghantui pikirannya.
Namun, meskipun matanya terpejam, pikirannya tetap bekerja. Bayangan-bayangan pesan yang dia lihat di ponsel Aldo berputar di benaknya. Emoticon hati putih, pesan mesra, dan nama kontak yang tidak dikenalnya membuat hatinya terasa semakin berat.
Farin berbisik pada dirinya sendiri. “Aldo… apa yang sebenarnya sedang terjadi? Apa kamu benar benar telah selingkuh?”
Air mata perlahan mengalir di pipinya, meskipun dia berusaha keras untuk menahannya. Dia merasakan luka di hatinya semakin dalam. Farin menarik napas panjang, berusaha meredakan kegelisahannya.
Akhirnya, kelelahan mengalahkan kegelisahan. Perlahan-lahan, Farin mulai tertidur, meskipun pikirannya masih berputar di antara perasaan cemas dan kecurigaan. Tidur malam itu tidaklah tenang, tetapi setidaknya untuk sementara, dia bisa melarikan diri dari kenyataan yang membuat hatinya terluka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
sihat dan kaya
heh 😏
2024-11-30
0
Mamah Tati
y dia selingkuh
2024-11-08
0
Amelia
betul ayo bangkit....
2024-10-06
1