"E, lu mau jadi sekretaris?" Ibunya datang tiba-tiba mengejutkan dirinya.
"Astaghfirullah Nyak, ngagetin aja." Mae terlonjak sambil mengelus dada.
Gadis ini tak tahu jika ibunya sedari tadi menguping pembicaraan dirinya dengan temannya. Gadis ini menghela nafas terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan ibunya tadi.
"Iya, ini formulir sama brosur perusahaannya." Mae lalu memberikan dua kertas tersebut padanya.
"Green House Design? Kaya pernah denger," pikir Markoneng terdiam setelah melihat nama perusahaan yang tertera di halaman depan brosur.
"Udah belum Nyak? Sini! Mae mau lanjut tidur dulu, ngantuk," tagihnya sambil menguap.
"Eelah nih." Ibunya yang sadar langsung memberikan dua kertas tersebut ke putrinya.
Setelah menerima kembali barang miliknya, Mae berjalan menuju kamarnya untuk istirahat.
Ibunya tampak manggut-manggut seolah telah mendapatkan ide dari benaknya. Hmm sepertinya gue harus belanja baju besok, gumamnya sebelum pergi juga.
Pagi harinya, tak biasanya Mae bangun awal dan sudah mencari informasi terkait persiapan wawancara untuk dirinya nanti. Ia terlihat sangat sungguh-sungguh dan sepertinya ia telah berminat melamar pekerjaan tersebut. Saat ini dirinya tengah menonton video yang menurutnya wajib dilakukan oleh sekretaris pada bosnya. Tutorial membuat dasi adalah salah satunya yang harus dikuasainya. Kebetulan menurut informasi, keterampilan tersebut akan diujikan di wawancara nanti.
Setelah menonton cukup lama, Mae mulai penasaran untuk mencobanya. Ia berjalan menuju almari untuk mencari dasi SMA nya.
"Akhirnya ketemu," celetuknya senang.
Kini, Mae mulai berlatih menggunakan tiang baju yang terletak di kamarnya. Jujur saja, gadis ini sedari SMP hingga SMA dan bahkan sekarang ia tak pernah berhasil membuat dasi sendiri. Dari dulu, ia selalu meminta temannya untuk membuatkan simpul dasi untuknya. Masih dengan menonton video, ia mulai mencobanya perlahan.
"Aish, ini gimana sih? Lipet sana lipet sini kagak jadi-jadi perasaan," gerutunya kesal.
Pagi sampai siang, Mae terus berlatih di kamarnya tanpa keluar sedikit pun. Ibunya yang baru saja kembali dari pasar bersama suaminya, merasa ada yang aneh. Mereka berdua belum melihat putrinya sedari tadi. Markoneng akhirnya memutuskan untuk mengecek ke kamarnya karena penasaran.
"E, lu belum keluar dari pagi!" teriak ibunya dari luar kamar.
"Ada apa Nyak? Mae masih latihan ini," jawabnya yang masih fokus melipat tali dasi di tiang.
"Latihan?" Ibunya tampak bingung dengan jawaban putrinya.
Markoneng yang penasaran dengan kegiatan putrinya saat ini, akhirnya mencoba masuk ke dalam. "Nyak masuk ya!"
Sampainya di dalam, ia langsung terheran-heran dengan apa yang dilakukan oleh putrinya itu.
"Lu lagi ngapain sih E?" tanyanya.
"Bikin dasi Nyak, buat wawancara besok Senen," jawabnya.
Markoneng manggut-manggut mengerti. Mae mendadak berhenti berlatih dan berjalan menuju ibunya berdiri.
"Sini Nyak, Mae tunjukin. Nyak diem ya," suruhnya sambil membenarkan posisi ibunya.
"Eh, lu mau ngapain ini." Wajah Markoneng terkejut ketika putrinya mendadak memasangkan tali dasi SMA di lehernya.
"Nyak diem aja, Mae mau coba latihan masang dasi di leher Nyak ini," ucapnya.
Merkoneng menurut dan diam. Dengan hati-hati Mae mulai mencoba membuat simpul dasi yang telah dipelajarinya tadi padanya. Ditengah-tengah Mae mulai merasa bingung, pola yang ia buat terlihat berbeda dengan yang ada di ponselnya. Alhasil, ia memilih mengulang lagi dari awal.
"Nyak, maaf ye. Maklum baru latihan," ucapnya tersenyum sambil melepas simpul dasi yang salah di leher ibunya.
"Iye. Lipet tuh ke sisi sebelahnya lalu masukin terus tarik buat ngencengin." Markoneng mencoba membantu mengarahkannya.
Mae mengerti dan melakukan sesuai arahan ibunya. "Oh ya ya, gini ya Nyak?" Tanyanya sambil mencoba menarik kencang dasi ke atas hingga membuat ibunya tersedak.
"Ohok Ohok. Weh E, lu mau bunuh Nyak ye?" tuduhnya sambil memukul pelan pundak putrinya agar berhenti.
"Eh maaf Nyak. Kekencangan ya. Hehe." Mae terkekeh dan segera melonggarkan dasi di leher ibunya. Kini Markoneng bisa merasa lega dan bernafas kembali.
"Haish dasar." Ibunya yang geram menepuk pantat putrinya. Setelah itu ia beralih pergi mengambil beberapa kantong belanja yang dibawanya tadi di kursi.
"Nih baju baru buat lu," ucapnya saat kembali.
"Buat Mae Nyak?" tanya Mae yang bingung.
"Hem. Jangan protes tapi!" peringat ibunya sebelum putrinya membuka kantong belanjanya.
Mae mengangguk dan mulai membuka beberapa bingkisan belanjaan yang berisi baju baru untuknya.
"Baju cewek Nyak?" Mae terlihat tak menyukainya saat mengambil salah satu baju tersebut.
"Lah gimana, lu kan cewek E?" Markoneng tampak terkejut dengan pertanyaan putrinya itu.
"Mae kagak bakal aneh gitu pake baju kaya gini?" tanyanya kurang yakin.
"Coba aja kalo lu penasaran," suruh ibunya.
Mae mengangkat satu alisnya dan berjalan pergi ke kamar mandi untuk mencoba baju tersebut. Lama di kamar mandi, gadis ini ternyata kagum dengan penampilan dirinya di cermin.
"Dilihat-lihat gue.... cekep juga ya," gumamnya sambil tersenyum.
...----------------...
Seminggu kemudian.
Hari wawancara akhirnya tiba. Mae berpikir pasti banyak gadis seumurannya dan bahkan lebih muda darinya ikut melamar. Rasa deg-degan tengah dialami olehnya saat ini. Ia sudah siap sedari tadi di kamarnya, namun enggan untuk berangkat. Raka yang bertugas mengantarkan dirinya, bahkan sudah menunggu di luar.
"E, lu gi ngapain? Buruan si rambut klimis dah nungguin tuh!" panggil ibunya dari luar.
"Elah bentar Nyak, Mae kurang p-d ini," jawabnya sambil terus menatap dirinya di cermin.
"Huh." Mae menarik nafasnya dalam-dalam. "Bismillah." Ia akhirnya melangkahkan kakinya keluar kamar walau terasa berat.
Mae yang kurang percaya diri, mencoba bertanya tentang penampilannya pada ayah, ibunya.
"Nyak, Be, gimana Mae? Cakep kagak?"
"Udah, lu udah cakep. Buruan berangkat sono!" jawab ibunya sambil mendorongnya keluar rumah.
"Ya udah, Nyak sama Babe jangan lupa doain Mae ya. Mae berangkat dulu," ucapnya berpamitan.
"Iye, hati-hati," balasnya, "eh rambut klimis!" Markoneng mencoba memanggil teman laki-laki putrinya yang menunggunya di motor.
"Raka Nyak," jawab Raka memberitahu namanya lagi.
"Iye lu, hati-hati lu bawa anak gue!" peringat nya keras.
"Siap Nyak!" Raka langsung memberikan hormat padanya.
Green Heaven Design. Sebuah kantor yang lumayan besar berdiri di depan Mae sekarang. Ia akhirnya sampai ditempat dirinya akan wawancara kerja. Gadis ini turun dari motornya dengan tatapan bingung. Ada yang aneh dengan suasana di sana. Sepi, sunyi dan tak terlihat tanda-tanda pelamar lain selain dirinya. Padahal tanggal dan jam yang di cantumkan sudah tepat, membuatnya semakin bertanya-tanya.
"Rak, lu kagak salah kan?" Mae menengok kearahnya.
"Apanya E?" Raka yang masih duduk di motor tampak tak mengerti dengan pertanyaannya.
"Lihat noh sepi, kagak ada orang," tunjuk Mae langsung ke arah depan.
Raka yang bingung pun, ikut mengarahkan pandangannya ke arah halaman kantor. "Lha iya, bukannya harusnya rame," ucapnya sambil menggaruk kepalanya dan menengok ke arah Mae lagi.
"Lu gimana, gue tanya malah balik tanya?" Mae mendorong tubuh temannya karena kesal. "Jangan-jangan lu salah info ya," tuduhnya.
"Pulang aja lah yuk!" ajaknya pada Raka sambil melangkahkan kakinya untuk duduk di motornya kembali.
"Eh tunggu dulu, sapa tau rame di dalam. Sono masuk! Gue pergi dulu!" Tiba-tiba Raka menarik tangan Mae dan mendorongnya untuk masuk ke dalam. Setelah itu ia berpamitan pergi membuat dirinya semakin kesal.
"Yah Rak, tunggu gue! Maen melesat aja dah," ucapnya sedikit pasrah.
Karena Raka sudah pergi, gadis ini mau tak mau melangkahkan kakinya masuk ke dalam kantor. Ia masih terheran-heran karena terlihat sangat sepi dan hanya ada pegawai kantor biasa yang berlalu lalang. Daripada bingung, Mae memutuskan untuk bertanya ke bagian resepsionis di depan.
"Permisi kak." Mae terlihat ragu untuk bertanya.
Pegawai resepsionis berdiri. "Iya ada yang bisa saya bantu?" tanyanya.
"Anu... Aye Mae peserta wawancara jadi sekretaris CEO di mari, wawancaranya hari ini kan?"
"Oh iya kak, tapi sepertinya cucu tersisa kakak saja."
"Hah? Kenapa emangnya?" Mae tampak terkejut.
"Semua pelamar langsung berubah pikiran setelah tahu CEO baru di perusahaan ini galak kak," terangnya.
"Elah pada cemen bener dah mereka, terus gimana nih aye kudu gimana?" Mae bertanya lagi.
"Tadi pagi sih, saya mendapat pesan dari atasan suruh pelamar baru datang langsung saja ke ruang wawancara di belakang sana," jawabnya sambil menunjuk ke belakang.
"Oh begitu, baik kak. Makasih."
Mae yang bingung, berlanjut berjalan menuju ruangan yang di maksud tadi. Setelah tiba, ia malah menjadi semakin bingung lantaran di ruang tersebut sepi, kosong, tak ada siapapun. Hanya berjejer dua kursi besar tempat atasan duduk untuk menguji.
"Lah sepi lagi, nggak ada orang?" Mae celingukan mencari ke sekitar ruangan untuk memastikan. "Asli gue ketipu ini, apa gue balik lagi aja ya," putusnya memilih kembali.
Di saat gadis ini berjalan keluar, dari arah samping ruangan, seorang pria berjas biru dengan gaya yang penuh kharisma sedang melangkah menuju ruangan tersebut. Tak ada yang menduga keduanya akan bertabrakan di pintu masuk ruangan. Posisi keduanya sama-sama sedang menelpon seseorang tanpa melihat jalan di depannya.
BUGH!!!
Suara tabrakan antara tubuh terdengar cukup keras berhasil mengejutkan keduanya.
"Eh... eh...." Mae merasakan tubuhnya terhuyung ke belakang dan wajahnya tampak panik. Bingung dengan situasinya, tanpa berpikir panjang gadis ini secara tidak langsung menarik dasi pria tersebut hingga ikut jatuh bersamanya sebab terkejut. Tanpa sadar juga, bibir keduanya saling menempel dan membuat tubuh mereka kaku seketika.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
💛⃟🤎🏠⃟ᴛᴇᴀᴍ ɢͩᴇͥɴͩᴀᷲᴘͪ🥑⃟𝐐⃟❦
hahha sdh kuduga ......dasar Mae bar bar 🤭
2024-09-07
0
💖⃟🌹Ʃеᷟʀͥᴎᷤᴀᷤ🌹💖👥
Wow.. rejeki nomplok ituh Mae...
Hahhahahaha, siapa tau jodoh kalian berdua
2024-08-25
0
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Wah ketiban rezeki E 🤣😏🤣
2024-08-25
0