Tutur kata manusia mencerminkan bagaimana batin sosok tersebut. Jikalau mulut mu kotor, besar kemungkinan hati mu pun demikian. Ribuan kosa kata di dunia, lisan mu hanya melontarkan satu dua tapah kata namun menusuk perasaan orang lain. Berbicara guna melemahkan lawan bicara. Tindakan yang kau anggap biasa, namun punya imbas di hati insan lain. Tak ubahnya makhluk dewasa, remaja seperti Djiwa pun tahu arah pembicaraan manusia terhadap dirinya. Menyanjung untuk menyinggung, bukan perkara sulit tak mengetahuinya.
"Oh rupanya ini juara sekolah SMP negeri 1 di kota kita, sayang bakatnya terkubur di sekolah ini. Harta orangtua kau melimpah bukan, kenapa tak coba peruntungan di ibukota?" Guru honorer, sedari tadi memojokkan Djiwa di sesi perkenalan kelas.
Salah satu murid barisan paling belakang, menginterupsi ingin mengajukan pertanyaan. Guru mempersilahkan. "Wah juragan kampung nih den Djiwa, kalau ke ibukota nanti ya nggk mantep, antek-antek nya disini mana tahan tinggal di kota."
Tawa murid sekelas terdengar miris di telinga Djiwa. Ditelanjangi latar belakang tanpa tahu sebab mereka bertindak demikian. Benar, ada beberapa murid yang sempat satu sekolah dengannya. Besar kemungkinan ada cuap-cuap antar siswa yang menjadikannya manusia paling dibenci saat pertama kali masuk. Waktu masih panjang untuk membuktikan kualitas diri, tapi manusia hanyalah makhluk yang bisa berandai-andai. Djiwa berharap semua bungkam, dan menyikapi dirinya seperti teman-teman SMP bersikap.
Djiwa duduk dengan tatapan kebencian dari beberapa siswa. Memang apa salahnya kalau punya orangtua kaya, apa masalah kalau punya prestasi tapi memilih sekolah di kota kelahiran. Wajar di baginya di cemooh para murid, menjadi kurang ajar saat seorang guru meskipun masih honorer turut melakukan perpeloncoan akan dirinya. Status PNS atau bukan, penting di garis bawahi, sekalinya guru tetaplah guru. Jadi selayaknya bersikap adil tanpa memihak, tak menekan murid walau tak senang.
"Gimana bro sukses nggak perkenalan tadi di kelas." Bagas menghampiri Djiwa yang masih enggan keluar kelas meski bel istirahat pertama berbunyi.
Djiwa menatap Bagas lurus, hanya manusia tengil ini yang betah berteman dengan segala temperamen miliknya. "Terimakasih."
Bagas celingukan cengo, lari keluar kelas, masuk kembali, menatap Djiwa penuh tanya. "Tak ada angin tak ada hujan apalagi tsunami, kenapa tiba-tiba bilang makasih?"
"Ck, kau selalu berlebihan." Djiwa suka sekali dengan tingkah Bagas, punya jiwa lawak yang di pupuk sedari bayi.
"Ah, kau mengalihkan topik, ya walaupun topik sebenernya juga gak keberatan amat kalau di alihkan." Gurau Bagas, tak dapat respon manis dari Djiwa.
"Cih, apa dunia hari ini akan runtuh hingga kau bermuram durja? Ayolah kita sedang melewati masa remaja yang indah, kau tak asik jika terus begini." Protes Bagas, dirinya tak suka Djiwa tak punya semangat di Senin pertama masuk sekolah usai ospek dan pembagian kelas tetap.
"Berapa banyak gadis yang minta nomer telpon mu tadi?" Banyak bicara memang gaya Bagas, dia mudah akrab dan menjalin pertemanan salah satunya karena punya mulut serupa mulut emak-emak.
"Yang ada aku kena bully, udah ah males ngomongin perkenalan, liat sendiri bahkan istirahat aja nggak ada orang nemenin." Djiwa tak bisa berdiam lebih lama dari ini jika dekat dengan Bagas.
"Eh serius? Seorang Djiwa loh ini, bujang idaman sekampung, ganteng iya, pinter iya, bonus kaya raya juga. Ada apa, ada apa sini cerita." Mulai ghibah di pagi hari, sungguh ajakan sesat dari Bagas.
"Entah, tahu-tahu satu kelas seperti benci saja dengan ku, sindiran mereka pedas, aku tak balas belum saatnya bermain sarkas, aku cukup menahan diri, sekarang aku lapar ayo ke kantin." Ajak Djiwa.
"Djiwa ku yang tampan rupawan, lima menit lagi masuk, kenapa baru sekarang ngajak ke kantin, kau tidak tahu apa antrean panjang tadi pas aku lewat." Bagas keberatan.
"Mau ikut tidak?" Tekan Djiwa.
"Ck, kau yang bayar?" Todong Bagas.
"Heleh, memang begitu sehari-hari bukan?"
"Kau bicara seolah-olah aku amat fakir, jangan menghilangkan aku pernah traktir kau juga dong."
"Iya-iya bawel, baperan amat atuh lah."
"Hem, mulai bahasa daerah di bawa-bawa, kita teh lagi di sekolah, pake bahas Indonesia yang baik dan benar atuh."
"Empat menit lagi masuk, kau masih mengoceh tamatlah riwayat istirahat mu."
Bergegas meninggalkan kelas, memburu langkah tiba di kantin sekolah yang jaraknya cukup jauh dengan kelas. Di sekolah ini ada tiga kantin utama di dalam sekolah, dan ada banyak jajanan pangkalan di luar sekolah. Memilih menjangkau kantin terdekat, percaya diri memesan dua mie instan dan es teh manis. Ibu kantin mendelik mendengar itu, sekolah ini cukup ketat, tak hanya pada murid tapi pada seisi sekolah. Membolos di area sekolah adalah hal mustahil. Kedua anak ini memesan di menit-menit terakhir sungguh tak dapat diprediksi nasib kedua murid dan ibu kantinnya.
"Sebentar lagi masuk, kalian tak sempat makan kalau baru pesan." Ibu kantin berusaha menyampaikan.
"Kita dapat dispensasi Bu, kita murid baru soalnya." Sahut Djiwa mantap.
"Oh pantes kirain pada belum tau kalau telat dikit disini kena amuk. Yaudah ibu bikin dulu mie nya ya." Ibu kantin mulai meracik pesanan.
Bagas gusar, duduk tak tenang lantas mencondongkan diri, berbisik di kuping Djiwa. "Heh, emang iya ada dispen?"
"Nggak, udah tenang aja kaya nggk pernah masuk BK aja." Djiwa dengan segala keusilan.
"Aish, kita masih pemain baru disini, jangan bertingkah dulu kalau bisa." Ngeri juga Bagas jika kena sanksi, bundanya sudah mewanti-wanti agar tak kena urusan dengan BK seperti masa SMP.
"Pemain baru bukan berarti kita tak punya kemampuan, sudahlah kau tak mungkin bisa belajar dengan perut keroncongan bukan, jadi jangan bawel, toh kalau kena hukum ada aku, kau tak sendiri." Bobrok Djiwa mengajak Bagas.
Nasib baik, mie masuk lambung dan di terima penuh suka cita. Datang guru honorer pria yang bertugas keliling, kebetulan guru itu yang mengisi kelas Djiwa tadi pagi karena wali kelas berhalangan hadir. Dengan penggaris kayu yang panjangnya kurang lebih seratus centimeter. Tertawa joker mendapati dua siswanya duduk santai di kantin meski suara bel diperdengarkan.
"Wow, emang dasarnya anak juragan, masih baru saja berani bertingkah rupanya." Tersenyum dua senti ke kiri ke kanan empat senti, menyerupai iblis.
Bagas panik, Djiwa sekedar melirik siapa yang menginterupsi seruputan terakhirnya di es teh. "Kau bisa join kalau mau, pilih yang kau suka."
Plakkk
Penggaris kayu mengenai bahu Djiwa. Yang di pukul biasa saja, Bagas yang nyeri kesakitan. "Kau tak apa?"
"Apa kau masih merekam?" Djiwa tak menghiraukan sakit yang dirasa lebih ingin tahu kamera Bagas menyala.
Bagas melirik ponselnya. "Masih."
"Bagus, aku ada bukti untuk di adukan ke ayah biar di urus pihak berwajib." Tutur Djiwa santai.
Guru honorer tersebut geram, ingin hati mencekik Djiwa sayang sedang di rekam. "Semua tahu kau yang salah, murid tak bisa melawan guru."
"Yakin? Toh kau bukan guru, di dunia tak ada guru congkak seperti mu, masih honorer bertingkah, ku harap kau tak jadi PNS seumur hidup." Kesal Djiwa.
"Apa masalah mu, seolah kau berkuasa dan dunia milikmu. Jangan mimpi aku takut dengan mu, aku jauh lebih dewasa dan tahu kemana harus bertindak, kau melawan aturan, kau yang kalah." Guru itu memutar otak membela diri.
"Dewasa, hah kau membuat ku nyaris tertawa. Kau bersekongkol dengan anak kelas melakukan perpeloncoan padaku, aku tak suka itu dan seharusnya orang dewasa tak mudah hasut." Balas Djiwa tak gentar.
"Wow, kau sadar anak kelas tak suka dengan mu, aku bisa dengan mudah meminta mereka lebih mengerjai dirimu, jadi jangan berbangga diri punya video aku memukul untuk memperingati dirimu yang melanggar tatib." Guru tersebut menemukan pencerahan.
"Uang bisa mengubah buaya menjadi cicak peliharaan, kau yakin bersikeras membuat masalah denganku?" Tantang Djiwa.
Sang guru menarik kerah baju Djiwa, dirinya diselimuti emosi. "Kau pikir kau siapa anak kemarin sore bergurau dengan ku, jangan berlebihan sekolah ini bukan milik nenek moyang mu!"
"Eh ..itu..tapi, ketua komite sekolah dengan uang komite tersebar dari keluarga Djiwa, panggil kepala sekolah pasti tak akan memarahi Djiwa seperti bapak." Cicit Bagas takut-takut.
"Kau perlu menjelaskan itu dengan manusia pilih kasih tapi mimpi jadi guru sepertinya. Ayo ke ruang kepala sekolah, dia harus membayar telah membuat kotor seragam ku dengan penggaris kayunya." Seru Djiwa.
Bagas mengekor di belakang Djiwa yang melangkah tanpa pamit. Meninggalkan sang guru yang meninju meja kantin meluapkan kekesalannya. Djiwa ingin sekali mengabaikan kejadian perkenalan tadi pagi, tapi melihat si guru masih cari perkara dengannya Djiwa dongkol. Tak semestinya dia bersikap begitu pada orang yang lebih tua. Namun si tua tak tahu diri, mungkin butuh di nasehati yang lebih tua. Djiwa tak ingin di anak emaskan, tapi sesekali mengambil keuntungan tak masalah bukan.
Guru honorer itu memberikan pengalaman buruk saat penyambutan kelas di tahun pelajaran pertama. Semestinya guru melerai murid saling ejek, bukan menabuh gendang dan menyalakan obor untuk memperluas cemoohan. Bukan Djiwa berhati sempit, tapi jika dibiarkan akan mendarah daging.
"Djiwa, ekhmm kita jadi ke ruang kepala sekolah?" Takut-takut Bagas bersuara.
"Tidak."
"Syukurlah, kau tahu sebenarnya meski kameranya merekam tapi tak mengarah pada kita jadi tak ada bukti kau di pukul." Jelas Bagas.
"Aku juga tak butuh itu, aku hanya menekan makhluk dewasa dengan tingkah bobroknya. Dia menebar kebencian memperbaharui anak kelas untuk bertindak buruk akan diriku, padahal aku sama sekali tak kenal dia." Djiwa akhirnya cerita.
"Ck, tak kenal bagaimana. Dia itu kakaknya Dinar, gadis yang kau lukai hatinya, kau tolak dia, sampai menangis histeris, mungkin ini karma, kakaknya membela sang adik yang terluka." Ujar Bagas.
"Ya terus aku harus apa, menerima cinta adiknya padahal pacaran tak berguna, dangkal sekali pemikiran dia jika benar begitu, lagipula terlalu ikut campur hubungan asmara orang lain tak bagus. Ngomong-ngomong kau menyalahkan ku?" Selidik Djiwa.
"Siap, tuan muda tak pernah salah." Gurau Bagas.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Ney Maniez
ohh dendam tohhh...
yukk karungin tuhhh c kk
2024-08-11
0
Ney Maniez
mirisss
2024-08-11
0
🍁Diah
ada kompor nya tuh
2024-08-10
1