Tiga keluarga berkumpul di rumah Yanto, menjadikan Yanto, Dayat serta Ujang layaknya tersangka yang diadili. Mulanya Rini dan Jarwo tak menganggap bayi itu ditelantarkan lantas di temukan oleh putranya dan dua teman mainnya itu. Namun mencurigakan tat kala ketiganya selalu berebut ingin di panggil ayah. Yanto bukan pemuda yang suka anak kecil, kedua Dayat dan Ujang si pahit lidah dan si lawak jadi begitu lembut. Saat ditanya asal bayi itu, mereka menyahut kalau itu bayi mereka. Jadilah Rini cemas, ia mengundang orang tua Dayat dan Ujang agar sama cemasnya.
Di ruang tamu tepat pukul sepuluh pagi, tiga pemuda duduk bersimpuh menghadap ke kursi yang di duduki para orang tua. Tak hanya itu, untuk memastikan kebenaran yang akan diutarakan para pemuda dia mengundang sesepuh desa. Di saksikan oleh pamong desa, agar tidak ada berita simpang siur nantinya. Untuk membela diri, terpaksa ketiganya sepakat minta kesediaan kuncen Supri dan Mbah Kumbolo untuk ikut dalam sidang.
Yanto duduk di tengah, di kiri ada Ujang sedang sebelah kanannya Dayat. Kesemutan melanda, tapi tak kunjung ditanya. Pandangan menyala bagai leser menyala ke arah mereka. Sempat mengeluh dan ini segera ditanya malah kena omel. Orangtua Dayat Yanti dan Tanto diam seribu kata tapi sepakat menindas lewat mata. Sementara Mayang dan Jajang orangtua Ujang cah cih cah cih mencemooh. Jangan tanya Rani dan Jarwo yang terus-terusan menghelas nafas panjang dengan tatapan kecewa.
"Aing....maungg....raurrr....haghhhhhh..."
"Eh, itu kenapa atuh si Dayat pake kesurupan?" Mayang panik melihat Dayat merangkak sambil mengaum.
"Eling Dayat, itu Mbah Kum buruan di buang, haduh kok bisa ketempelan setan padahal temennya setan semua.
Kesurupan Dayat semakin parah, dia merayap ke dinding, lantas naik ke sofa, sontak para ibu-ibu teriak histeris dibuatnya. Mata mendelik, air liur keluar menerus, lidah di julurkan, Dayat layaknya seorang pemain kuda lumping. Kesurupan sangat janggal, Dayat menenggak kopi hitam yang ada di meja entah milik siapa, hingga bunyi sruputtt dan ahhh ujar kopi masuk tenggorokan. Memilih kue mana yang akan jadi korban keganasan mulutnya.
"Syutt...syuttt..To, yakin Dayat kesurupan?" Ujang curiga kalau Dayat sandiwara.
"Lah kayak nggk tau si Dayat aja." Yanto lebih curiga daripada Ujang.
"Mbah Kumbolo lagi komat kamit tuh, kayaknya emang ada setan mampir beneran." Ragu Ujang.
"Ya udahlah biarin aja, anggep aja setan lagi nolong kita biar bisa selonjoran bentar." Timpal Yanto.
Jompa jampi usai, segelas air di semburkan ke Dayat. Dayat berontak lantas tumbang, tubuhnya yang melemas di baringkan, sofa menjadi korban badannya yang belum mandi dari kemarin.
Dayat membuka mata. "eh, udah rebahan ah tidur lagi."
Memiringkan badan ke sandaran sofa, Dayat di balikkan paksa oleh Mayang ibunya. "Heh, bocah edyann malah sok lupa, cepet balik tempat, mau di sidang!"
"Siap grak." Sekelebat langkah, tahu-tahu Dayat sudah kembali di tempatnya semula.
Sempat ricuh, kini semua kembali seperti sedia kala. kecuali secangkir kopi yang tandas serta sofa yang perlu di lap kering agar tak pingsan cium jigong Mbah Kumbolo.
"Jadi, darimana kalian nemu bayi ini." Kamil selaku pamong desa angkat bicara.
"Jadi begini pak kades, kami nemu bayinya di kubur..."
Yanto lekas mengikut perut Ujang, mengambil alih menjelaskan. "Ekhmm, saya aja yang jelasin pak kades, dia suka tulalit."
"Ih senep uku hati aing gelooook, ah si Yanto mah ya amit-amit bener kelakuan." Protes Ujang.
Membekap mulut Ujang, jemari Yanto seolah menguncir bibir Ujang. "Ekhmm, sebelumnya minta maaf karena sudah buat kegaduhan dan merepotkan semuanya."
Jeda sebentar, Yanto melanjutkan setelah menatap mata semua orang dan menemukan keberanian. "Boleh di tanya pada kuncen kuburan barat desa, ke pak Supri yang kita undang, semalam kita uji nyali di kuburan."
Supri menganggukkan kepala tanda benar adanya, Yanto melanjutkan. "Lantas, tak jauh dari lokasi pemakaman kami mendengar tangis bayi."
"Hihhh, awalnya merinding disko pak kades, kita takut bukan bayi manusia. Sempet kocar-kacir, sampe si Dayat meyakinkan kita untuk mencari sumber suara." Yanto mengarang bebas.
"Hah, kapan? Perasaan nggak gitu woy." Protes Dayat kurang briefing.
"Hemm, jadi cerita yang benar seperti apa?" Tanto tak sabar ingin tahu kebenarannya.
"Nah, setelah..."
"Stop...stop....biar Dayat aja yang jelasin, kalau Yanto suka tipu-tipu Dayat mah anak lugu." Ucap Yanti tipis-tipis membela anaknya.
"Preett, lugu darimana Bu Yanti. Anak saya jadi nggk karuan ya kebanyakan kumpul Dayat sama Yanto, jadi sama aja, semua nggak ada yang bener." Kesal Mayang.
"Uhukk, ibu-ibu pada tenang biar duduk permasalahannya segera diketahui. Tadi manggil saya katanya takut anaknya bawa bayinya kabur karena tak mau menikahi pacarnya." Kamil malas berurusan dengan kaum pengguna daster, alamat riweh.
"Ayo Yanto, ah salah maksudnya Dayat yang cerita." Pinta pak kades.
Dayat seolah mendapat ilham setelah di pelototi Yanto dan sikutan indah di perut seperti Ujang tadi. "Inisiatif ajak yang lain cari sumber suara pak, terus di telusuri sampe tengah-tengah makam suaranya ilang, malah nongol suara kuntilanak pak."
"Uhukk, Yat...anu..yaelah kenapa bawa kuntilanak segala?" Yanto memperingati dengan bisikan merdu selembut berbisik di kuping semut.
"Brrrr, pokoknya saya ketakutan pak pas itu, rasanya semua tulang ilang, badan lemas tapi kuat lari tunggang-langgang. Saya pokoknya saya lupa detailnya pak, biar Yanto aja yang waktu itu dia waras sendiri, saya sama Ujang nyaris kejang-kejang." Dayat berkilah dengan sempurna.
"Yaudah, jangan saling lempar biar cepat selesai hayuk Yanto lanjutin ceritanya." Kamil ingin pulang kalau begini terus.
"Hah, yaudah deh saya singkat aja ceritanya. Di dekat pemakaman ada rumah kosong kan, nah bayi itu disitu, cuma beralaskan kardus, dia di bungkus plastik merah besar. Mungkin kardus dan plastik merahnya masih disana." Kelancaran tercipta begitu saja di mulut Yanto.
"Benar begitu? Bisa saja kau mengarang cerita, apa ada saksi?" Desak Kamil.
"Waktu itu ada nenek-nenek dari desa tetangga yang melintas mau beli sayur di pasar tempel dengan cucunya, dia lihat kita sedang berlarian membawa bayi ini, bodohnya kami tak bawa ponsel saat itu pak." Yanto harap-harap cemas dengan pernyataan ini, takut pak kades menelusuri ucapannya.
"Syukurlah kalau begitu, tak jadi masalah jika polisi menyelidiki, kalian tetap aman. Asal kalian jujur, semua bisa diatur." Gertak pak kades.
Keringat dingin tak tampak mulai terasa, ketiganya tak kepikiran semua ini akan di selidiki polisi. Diinterogasi pak kades saja sudah nahan kentut, nahan mulas, apalagi dengan aparat kepolisian. Ah, jika dipikirkan jadi runyam, lebih baik menikmati keberhasilan membodohi para orangtua dulu. Usai terselesaikan, semua pamit meninggalkan trio gambreng dengan orang tua masing-masing.
Mayang dan Jajang, langsung mendekati Ujang. Anaknya seperti orang kelaparan, orang kurang tidur, dan apa itu tubuh penuh tanah. Tak jauh beda dari Ujang, Dayat kini dihampiri Yanti dan Tanto, keduanya berkepala lima namun kasih sayangnya selalu ada. Tak lelah dengan tingkah Dayat si anak bungsu yang ada saja tiap harinya. Jangan berharap pada Rini dan Jarwo, saat ini Yanto seperti tak punya keluarga. Rini memilih menimang bayi tampan, sedang Jarwo melakukan hal konyol agar si bayi tertawa. Yanto mengelus dada, begini rasanya di duakan cintanya oleh orang tua.
Yanto memilih pergi mandi seraya mendumal. "Jangan sampe gak kebagian warisan gara-gara bayi Kunti, ah elah."
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Aisyah Christine
kok sepertinya penjelasan yanto dgn yg lain lari cerita yg sebenarnya😟
2024-08-24
1
Ardi mrongos
semoga suatu saat nanti akan terkuak siapa ortu kandung sbnrya
2024-08-24
1
Alvian
wah ngeri yak. orang tua sudah menindas pakai mata. udh keluar asap semua ortunya/Facepalm//Facepalm/
2024-08-24
1