4. Haram Yang Halal

"Jadi maksud kalian aku anak setan?" Pemuda berseragam SMP lengkap tercengang dengan cerita para ayah.

Ya benar, ayahnya tak hanya satu. Dia punya tiga orang ayah yang mengasuh dan membesarkannya. Hidup penuh kasih sayang meski tak punya seorang ibu. Kehidupan penuh dukungan keluarga dan warga setempat, namun yang namanya anak-anak ada kalanya dia merasa sepi meski ramai. Sepi menanti datangnya sosok ibu. Tak sekali dua kali jadi anak comblang untuk ketiga ayahnya. Meski giat mencoba, ketiganya masih betah melajang sampai sekarang.

"Eh bocah kalau bapak lagi ngomong tuh di dengerin dulu, ceritanya belum selesai." Pekik Yanto, karena anaknya terburu menarik kesimpulan, dan meski benar tetap saja kurang tepat.

"Ya kalau nunggu selesai mah keburu telat berangkat sekolahnya ah." Remaja yang sibuk dengan mengikat sepatu itu protes.

"Iya rapatnya di tutup aja ya, mau nganter ikan dulu ini." Dayat penerus usaha juragan empang, tak duduk di kursi ruang tengah rumah Yanto, hanya senderan di pintu saja.

"Hoamm, iya lanjut ntar malem aja ya, ngantuk atuh lah." Ujang setengah sadar di seret Dayat untuk ke rumah Yanto karena putranya bikin gaduh pagi hari, ingin rapat keluarga katanya.

"Ah, udahlah mending gak usah berangkat sekolah aja, pusing di tanya siapa ibunya, masa jawab ibuku kuntilanak." Menghempaskan kembali tubuhnya ke sofa di ruang tengah.

Mata remaja itu berkaca-kaca, dadanya terasa sesak. Sedari dulu bertanya perihal ibu selalu begini jawaban mereka. Dirinya enggan percaya hal sulit di terima nalar. Benar dia masih kecil, tapi bukan berarti anak kecil tak dapat di ajak komunikasi. Andai ada kejujuran, pastilah dia mencoba berlapang dada. Dia hanya tak sanggup, menerima santunan karena di bilang anak piatu. Temannya banyak yang jauh lebih susah daripada dia, mengapa memberi santunan harus memprioritaskan yang yatim atau piatu. Apakah menerima santunan harus tak punya orang tua lebih dulu.

"Sebenarnya apa yang mendesak mu ingin tahu siapa ibu mu, toh tanpa sosok ibu ada nenek-nenek mu yang sayang, bahkan rasa sayang itu jauh lebih besar daripada sayangnya pada kita anaknya sendiri." Yanto tahu semakin beranjak usianya, ada saja kesukaran dalam menjelaskan seluk-beluk keberadaan putranya.

"Ini bukan masalah sayang atau apapun itu, aku hanya tanya siapa ibuku, kenapa aku harus punya tiga ayah, dan kenapa tak seorang pun mau menyahut saat aku tanya siapa ibu ku. Aku tak bodoh, benar kata orang aku anak HARAM!" Kesal, emosinya tak stabil, dia hanya ingin jawaban singkat tapi tak mengada.

Ruang tengah rumah Yanto jadi hening mendengar jawaban putra mereka. Yanto yang semula duduk, Ujang yang rebahan dan Dayat yang berdiri agak jauh mendekat merangkul putra mereka. Anak itu kuat, tak pernah mengeluh dan bercerita dalam tangis, kali ini dia meluapkan dengan airmata. Hati ayah mana yang tak luka saat ada ucap yang melukai hati buah hati. Siapapun yang berucap, mereka berdoa agar tak selamat lisannya di kemudian hari.

Dayat mengelus bahu putranya. "Djiwa, denger bapak, emang Djiwa ngerasa anak haram?"

"Ya hikss, ya nggak sih." Sahut putranya, dia tetap menyahut meski kesal melanda hati.

"Djiwa di dunia nggk ada anak haram, kalaupun ada yang haram itu orangtuanya, seorang bayi mana bisa memilih rahim nak. Contohnya ayah, mana bisa ayah memilih lahir dari nenek mu yang bawelnya sebesar candi Borobudur, seluas samudra Hindia, sepanjang kereta malam, dan kecepatan seperti pesawat terbang, tidan bukan?" Penjabaran yang diucap Yanto meski harus melibatkan ibunya, namun menjadikan putranya sedikit terkikik.

Srtuuuuuuttt, suara ingus yang di keluarkan Djiwa. "Yah, bawa-bawa nenek, aduin loh nanti ya."

Yanto menepuk punggung putranya cukup kuat. "Bro seorang pria tak punya mulut ember."

"Ya tapi kan bowan yang ngajarin, kadang suka ngaduin botu dan boti biar gaduh terus kena usir nenek Rini." Celoteh manusia remaja yang sibuk menghapus airmata dan umbal dengan kaos Yanto.

"YAKK, stop panggil aku boti Djiwa, aku ini bapak mu panggil ayah jangan boti-boti terus, migren lama-lama kepala ayah. Udah lima belas tahun loh di bilang panggil ayah jangan boti masih aja ngelawan ya." Ujang berkeluh kesah meski tak sekalipun di gubris putranya.

"Waktu kecil siapa yang ngajarin aku panggil bro bukannya ayah, udah begini terlatih lidahnya suruh rubah ya susah ah boti tapi bukan bonceng tiga hahahaha." Djiwa usil terhadap Ujang.

"Asdffhjkl, ya aku, tapi dulu ayah masih muda mana sempat kepikiran di panggil ayah, lebih keren di panggil bro, tapi kenapa jadi boti sih, kerennya ilang bencongnya dapat, hadeuhh." Ujang hilang kantuk dan belas kasih pada putranya, dia beranjak dari sofa, berdiri dengan berkacak pinggang seolah marah besar.

"Eits tunggu dulu, lagian kenapa boti mendelik begitu, bukan kah salah boti juga yang tanya urutan. Bukan Djiwa loh yang kasih urutannya, kalian milih masing-masing, kalau mau protes sudah terlambat, sudah mendarah daging, muwahahah." Djiwa lupa dengan kesedihan sesaatnya.

Dahulu kala Djiwa pertama kali mengeluarkan celoteh saat umur satu tahun, ketiga pemuda sibuk. Dayat setuju saja di panggil ayah, namun Yanto yamg sedang dekat dengan Tasya bidan desa tak menginginkan itu, terlebih Ujang dia punya prinsip pamali kalau sebelum menikah di panggil ayah. Jadilah mengajarkan putranya panggilan keren untuk mereka bertiga. Sapaan bro sengaja disematkan sebagai panggilan sayang. Ujang memilih nomor urut tiga karena dia yang termuda, dia suka di panggil bro tiga. Yanto dan Dayat tak punya perdebatan khusus, berhubung Djiwa tinggal di rumah Yanto jadilah Yanto bro number one di panggil browan. Dayat sisanya, dipanggil brotwo oleh jiwa. Berhubung lidah bayi terasa pendek jadilah tak sampai memanggil demikian. Djiwa hanya mampu berucap bowan, botu, dan boti. Ujang uring-uringan, dibesarkan hati oleh Dayat dan Yanto bahwa nanti ketika paham bisa diperbaiki. Ucapan hanyalah ucapan, fakta sampai remaja tak kunjung diperbaiki.

"Sudah biarkan saja boti pundung, sekarang lekas pakai sepatu mu kita berangkat sekolah." Seru Yanto, dia melirik jam tangan dan masih sempat untuk mengejar jam masuk.

"Haihh, aku malas sekolah bowan. Ingat, aku tak ingin di tanya perihal ibu, dan tolong beri sumbangan ke sekolah lebih banyak, seenaknya saja mereka mengincar ku untuk menyalurkan santunan, aku ini kaya raya di desa. Kekayaan dari tiga keluarga aku punya hak waris bukan?" Gaya bicara Djiwa lebih condong ke Yanto, karena keseharian menghabiskan waktu dengan perjaka tua itu.

"Eh..e...e...hayo, ngomong apa barusan Djiwa nenek dengar loh ya, jangan sampai nggk berangkat sekolah terus kamu nurun ayah mu yang nggk sarjana sibuk ternak kambing dan sapi terus mau jadi apa kamu nanti nak?" Sutil ditangan kanan Rini menjadi perhiasan yang siap pukul ke arah Djiwa, tangan kiri berkacak pinggang Rini meromet sempurna dari arah dapur.

"Ya jadi juragan sapi sama kambing lah nek, masa jadi kambingnya apalagi jadi sapinya kan nggak mungkin." Elak Djiwa pandai bersilaturahmi dengan amarah neneknya.

"Ehhh, heh siapa itu yang ajarin, aduhhhhh YANTOOOOO kebiasaan anaknya di didik nakal seperti itu, mana nenek sendok dulu mulutnya pake sekop." Rini berlarian mengejar Djiwa di ruang tengah.

"Ampun nek, iya ini berangkat, aduh jangan pake Sutil ishh nenek itu bau rendang jengkol, aish ini baju putih......nenekkk ampun." Djiwa berhasil dikeluarkan dari dalam rumah oleh Rini.

Hinggap di atas jok motor matic milik Jarwo, Djiwa di bawa ke sekolah oleh sang kakek yang sengaja menunggu di depan pintu keluar. "Bu, berangkat dulu, ayo Djiwa pamit sama nenek."

"Udah kek tancap gas dulu yang penting, keburu kena Sutil lagi, ahhh nenek assalamualaikum." Djiwa sibuk menghindari arah Sutil Rini yang di tuding-tudingkan ke arahnya.

"Waalaikumsalam."

Rini menatap sendu kepergian Djiwa, diam-diam dia menguping rapat tak sempurna ketiga ayah dengan buah hatinya. Sempat terenyuh dengan pernyataan anak haram terucap dari mulut sang cucu. Rini tak bisa membungkam mulut semua orang. Meski warga desa tak ada yang mengolok, namun berbeda dengan sekolah. Tempat dimana anak-anak mencari jati diri, dan tak semua anak paham akan hal menjaga hati. Tutur bahasa manusia berbeda, meski diucapkan lirih dan santun kadang masih membuat luka. Apalagi di sekolah, anak-anak pasti mengolok dengan suara lantang dan tak kenal tempat. Rini tak sanggup membayangkan saat Djiwa mendengar cemooh tersebut.

"Bu, malah ngelamun, udah sana masak." Yanto menegur Rini yang mematung di depan pintu.

Rini mendengus, putranya ini sama sekali tak peka meski sudah kepala tiga. "Dasar perjaka tua, nikah sana bikin muak aja."

"Eh si ibu, orang ngomong apa nyautnya nyakitin, dasar nenek peyot." Dasarnya buah tak jatuh jauh dari pohonnya, Yanto sama suka mengolok balik orangtuanya.

"Sudah tahu peyot, harusnya kau sadar diri cepat kawin, ibu mu ini butuh mantu." Cerocos Rini.

"Nanti di tolak terus, serba salah deh, calon banyak pas dikenalin malah di tolak terus, maunya gimana sih Bu." Bukan sekali Yanto mengenalkan wanita yang ia dekati, belum satu jam ibunya sudah bersyarat tak suka.

"Cih, minimal ya bawa Tasya jangan gadis lain." Rini melenggang pergi ke dapur.

"Yaudah fiks jadi perjaka tua seumur hidup ini mah Bu." Teriak Yanto menimpali Rini yang sudah hilang di balik pintu.

Ujang yang sedari tadi di samping Yanto tanpa kata, kini bersuara. "Susah ini mah Yan, ah riweh udah ini mah, Tasya udah punya calon ah ibu mu mah kurang mendengar gosip desa."

"Lagian, mana mau dia sama kau yang tak sarjana, meski wajah ok, otak kau tak ada Cok." Dayat turut berkomentar.

Yanto malas mendengar komentar yang itu-itu saja. Masuk ke dalam rumah, menutup daun pintu dengan membanting cukup keras sebelum di tutup rapat. Sengaja bertingkah demikian, kesal saja temannya tak ada niatan membantu hanya hobi memperburuk suasana hati.

Jegerr

"Si kampret bikin kaget aja." Ujang menjingkat, tak mengira Yanto akan membanting daun pintu.

"Eh ayam, eh kaget-kaget, lebay amat sih Jang, hayuk balik." Dayat sarkas.

"Eh bedegug sia, gendong atuh lah." Ujang langsung menempelkan tubuh di punggung Dayat.

Dayat menggendong Ujang, berlari santar penuh keseimbangan. Lantas saat tiba di parit depan rumah Yanto, dengan hentakan ganas menurunkan Ujang satu hentakan. "Nah, mandi disini aja cok, biar seger."

Pyurrr...

"GOBLOKKKKK, DAYAT CENGOH. WOY, AH BASAH INI!!!"

"SETANN ALAS, DAYAT JANGAN LARI!!!!"

Bersambung

Terpopuler

Comments

Aisyah Christine

Aisyah Christine

udah skolah anknya.. kasian lagi nyari sosok ibunya. napa gk dbawa kemakam itu aja ya😂

2024-08-24

1

Ardi mrongos

Ardi mrongos

semua diluar nalar, dijelasin juga pasti sulit dan banyak pertentangan dr warga. tapi itu nyata

2024-08-24

1

Alvian

Alvian

namanya jg udh hidup didunia, pasti sedih kalau tahu yg sbnry anak setan

2024-08-24

1

lihat semua
Episodes
1 1. Tegang
2 2. Kuntilanak Lahiran
3 3. Semerah Darah
4 4. Haram Yang Halal
5 5. Bertanya Pada Bapak
6 6. Duduk Peristiwa
7 7. Kicauan Djiwa
8 8. Fiktif Yang Nyata
9 9. Boemi Djiwa
10 10. Interaksi Djiwa
11 11. Kuntilanak Pundung
12 12. Zalina Rumi
13 13. Bayi Ziarah
14 14. Pesugihan Bayi
15 15. Borok Dewasa
16 16. Wali Djiwa
17 17. Maling Rupa
18 18. Mimpi Djiwa
19 19. Simpang Siur
20 20. Mahendra Kesuma
21 21. Kadaluarsa
22 22. Awal Jumpa
23 23. Gadis Manis
24 24. Rupa Cinta
25 25. Trio Tantrum
26 26. Ketupat Rindu
27 27. Janda Bohay
28 28. Gundah Gulana
29 29. Dahi ke Hati
30 30. Setan Alas
31 31. Barisan Ayah
32 32. Kelahi
33 33. Taman Gaib
34 34. Antara Fakta Dan Dusta
35 35. Rawat Inap
36 36. Hantu Rumah Sakit
37 37. Kisah Kasih
38 38. Persaingan Ketat
39 39. Balik Kampung
40 40. Gelang Mistis
41 41. Warisan
42 42. Ibu Tiri
43 43. Djiwa Yang Hilang
44 44. Tuan Akar Bahar
45 45. Ningsih dan Aryo
46 46. Cinta Satu Malam
47 47. Berpacu Dalam Cinta
48 48. Sandaran Hati
49 49. Mukjizat Keihklasan
50 50. Canggung
51 51. Bakti Djiwa
52 52. Mie Pelipur
53 53. Nia
54 54. Masa Remaja
55 55. Mendadak Dukun
56 56. Ifrit Muslim
57 57. Gadis Tumbal
58 58. Pawon Balatak
59 59. Kinerja Jantung
60 60. Tuan Turun Tangan
61 61. Anak Asuh
62 62. Azab Allah
63 63. Pesona Pesugihan
64 64. Dahsyatnya Lidah
65 65. Incaran Jin
66 66. Benteng Diri
67 67. Pusaka Kiai
68 68. Alih Sukma
69 69. Penguasa Raga
70 70. Kiprah Jin
71 71. Rukun Pasien
72 72. Pulang Paksa
73 73. Mendadak Jadi Manten
74 74. Malapetaka Bubur
75 75. Sekawan Lara
76 76. Joko Sembung Bawa Golok
77 77. Doa Malam Pertama
78 78. Derita Pengantin Baru
79 79. Bocoran Neraka Surga
80 80. Amarah Dalam Kebahagiaan
81 81. Rumah Darah
82 82. Darah Daging Psikopat
83 83. Beradu Pandang
84 84. Hilang
85 85. Kehampaan
86 86. Remaja Kurang Paham
87 87. Kebahagiaan Akhirat
88 88. Takdir Hidup
89 89. Pelayat Ghaib
90 90. Tujuh Hari Kematian
91 91. Wanita Angkuh Kesayangan Warga
92 92. Ampun Sepuh
93 93. Haruan Tanaka
Episodes

Updated 93 Episodes

1
1. Tegang
2
2. Kuntilanak Lahiran
3
3. Semerah Darah
4
4. Haram Yang Halal
5
5. Bertanya Pada Bapak
6
6. Duduk Peristiwa
7
7. Kicauan Djiwa
8
8. Fiktif Yang Nyata
9
9. Boemi Djiwa
10
10. Interaksi Djiwa
11
11. Kuntilanak Pundung
12
12. Zalina Rumi
13
13. Bayi Ziarah
14
14. Pesugihan Bayi
15
15. Borok Dewasa
16
16. Wali Djiwa
17
17. Maling Rupa
18
18. Mimpi Djiwa
19
19. Simpang Siur
20
20. Mahendra Kesuma
21
21. Kadaluarsa
22
22. Awal Jumpa
23
23. Gadis Manis
24
24. Rupa Cinta
25
25. Trio Tantrum
26
26. Ketupat Rindu
27
27. Janda Bohay
28
28. Gundah Gulana
29
29. Dahi ke Hati
30
30. Setan Alas
31
31. Barisan Ayah
32
32. Kelahi
33
33. Taman Gaib
34
34. Antara Fakta Dan Dusta
35
35. Rawat Inap
36
36. Hantu Rumah Sakit
37
37. Kisah Kasih
38
38. Persaingan Ketat
39
39. Balik Kampung
40
40. Gelang Mistis
41
41. Warisan
42
42. Ibu Tiri
43
43. Djiwa Yang Hilang
44
44. Tuan Akar Bahar
45
45. Ningsih dan Aryo
46
46. Cinta Satu Malam
47
47. Berpacu Dalam Cinta
48
48. Sandaran Hati
49
49. Mukjizat Keihklasan
50
50. Canggung
51
51. Bakti Djiwa
52
52. Mie Pelipur
53
53. Nia
54
54. Masa Remaja
55
55. Mendadak Dukun
56
56. Ifrit Muslim
57
57. Gadis Tumbal
58
58. Pawon Balatak
59
59. Kinerja Jantung
60
60. Tuan Turun Tangan
61
61. Anak Asuh
62
62. Azab Allah
63
63. Pesona Pesugihan
64
64. Dahsyatnya Lidah
65
65. Incaran Jin
66
66. Benteng Diri
67
67. Pusaka Kiai
68
68. Alih Sukma
69
69. Penguasa Raga
70
70. Kiprah Jin
71
71. Rukun Pasien
72
72. Pulang Paksa
73
73. Mendadak Jadi Manten
74
74. Malapetaka Bubur
75
75. Sekawan Lara
76
76. Joko Sembung Bawa Golok
77
77. Doa Malam Pertama
78
78. Derita Pengantin Baru
79
79. Bocoran Neraka Surga
80
80. Amarah Dalam Kebahagiaan
81
81. Rumah Darah
82
82. Darah Daging Psikopat
83
83. Beradu Pandang
84
84. Hilang
85
85. Kehampaan
86
86. Remaja Kurang Paham
87
87. Kebahagiaan Akhirat
88
88. Takdir Hidup
89
89. Pelayat Ghaib
90
90. Tujuh Hari Kematian
91
91. Wanita Angkuh Kesayangan Warga
92
92. Ampun Sepuh
93
93. Haruan Tanaka

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!