Beranak dalam kubur, fenomena langka namun sekali atau dua kali pernah terlintas dalam ingatan manusia. Peristiwa yang di picu sebab seorang wanita meninggal dalam keadaan hamil. Siapa yang percaya jika tak melihat dengan mata kepala sendiri. Kisah yang di perdengarkan pada zaman dahulu, sebagai dongeng misteri penokohan kala itu. Logika berkata mana mungkin jasad yang bersemayam dalam kubur bisa melahirkan. Lantas jika terjadi, bagaimana bayi itu bisa keluar dari liang lahat yang dipadatkan dengan tanah. Semua misteri tak masuk akal dan sulit diterima tapi benar adanya.
Berdiskusi singkat di persemayaman para mayat, Yanto dan lainnya yakin mereka mendarat di atas makam kuntilanak. Makan yang mendadak amblas beberapa sentimeter lantas muncul sosok kuntilanak mengganggu mereka. Yakin akan hal yang sulit diterima, Yanto dan lainnya menyingkir dari atas makam secara perlahan. Kejadian selanjutnya di luar nalar, ingin hati ingkar dari peristiwa siapa sangka sisi manusiawi tak bisa padam.
"Atuh Yanto itu kasihan si Kunti mau lahiran, kumaha ini ya ah lahiran kok di kuburan sih." Ujang panik mendengar suara tangis kuntilanak.
"Si Ujang benar-benar dah ya, namanya juga setan ya mau lahiran di mana lagi, udah nggk punya duit apalagi BPJS." Timpal Yanto.
"Yat, ngapain bengong aja ntar kesurupan." Fokus Yanto teralihkan dengan Dayat yang tiba-tiba jadi pendiam.
Sadar bahunya di tepuk Yanto untuk memutus lamunannya. "Eh, mana mungkin kesurupan setannya lagi lahiran."
"Iya juga sih." Yanto garuk-garuk kepala, dia merasa ada yang salah tapi entah itu apa.
"Hahhh, berat ya jadi kita pengen kabur tapi kasihan liat Kunti kesakitan, mau bantu masih perjaka masa udah liat orang lahiran aja, merasa berdosa nggk sih?" Keluh Dayat.
"Hahhhh, iya nih Yat. Bingung banget mau bantu juga nggak bisa megang, dia tembus di sentuh kita." Yanto ikut menghela nafas.
"Hahh...hahh... hahhhh, ngeluh weh terus sampe si Kunti beneran lahiran. Hayuk, cari cara kek, buat bantuin dia, kan kita nyaris sakti nih malem ini, kita jadi bahan praktek aja si Kunti." Ajak Ujang.
Pletak, kepala Ujang kena jitak, hingga si empunya kepala mencak-mencak. "Ari si Yanto, benar-benar ya, ih kekerasan dalam pertemanan ini. Ngapa jitak-jitak segala sih?"
"Biar encer dikit otaknya." Ujar Yanto, mendengus kesal dengan celotehan Ujang.
"Otak encer mah ya malah repot, ntar ambyar nyebar di dalem kepala terus keluar lewat kuping sama lubang lainnya kan aneh." Protes Ujang, tak terima otaknya di getak aga encer, lagi pula setahu dia otak itu menggumpal dalam selaput.
"Itu mah keenceran Jang, kamu aneh jadi orang. Jelas-jelas kita belajar ilmu kekebalan tubuh dan silat, ngapain bantu Kunti lahiran." Cerocos Dayat, merasa tak ada kesinambungan antara sakti dengan kebidanan.
"Nah Dayat tumben pinter. Kita bukan bidan Jang, kalau semisal kita bantu terus yang kedudut bukan bayi tapi lambung gimana?" Celetuk Yanto.
"Ah, pusing ngomong sama kalian mah." Ujang kesal, menghentakkan kaki lantas melihat ke arah kuntilanak lagi.
Arghhhhhhhhh
"Oekkk.....Oekkkkk.....oekkkk....."
Bungkam, ketiganya mematung melihat bayi itu lahir. Bayi berlumuran darah yang di dekap kuntilanak. Dekapan ibu yang sulit di deskripsi. Anak itu tak henti menangis, dia menangis seolah tak ingin dilahirkan. Sebagai seorang ibu, naluriah kuntilanak itu bersenandung menenangkan si bayi. Pilu, hatinya tersayat menyaksikan itu. Menyaksikan seorang ibu yang berhasil melahirkan bayinya di dimensi berbeda.
Di atas makam yang amblas seolah jadi ranjang bersalin sang kuntilanak. Ranjang berdarah yang mencengkam dan seram di pandang dunia manusia. Yanto terhitung tegar, menangis hanya dua kali yang ia ingat, yakni saat ayahnya meninggal dan kali ini saat melihat hantu lahiran. Bagai seorang ayah yang menanti kehadiran sang buah hati, Yanto berucap hamdalah. Tak ada batasan lagi, Yanto, Dayat, dan Ujang mendekati ibu dan anak itu.
Yanto menatap manik kuntilanak itu, gila rasanya. Bagaimana bisa, kuntilanak yang menyeramkan terlihat begitu cantik. "Jangan bersedih nona, biar kita rawat bayi mu."
"Heem nona, gak apa kita jadi bapak muda tanpa wanita." Ujar Dayat.
"Iya, tapi bisa nggak jangan jadi bapak, jadi om aja, ya kali belum nikah udah jadi bapak aja, rugi dong kita." Tawar Ujang.
Yanto dan Dayat mendelik, melotot ke arah Ujang, hingga Ujang setuju. "Eh iya-iya, jadi bapak.. Em iya jadi bapak, udah atuh melototnya."
Ini kuntilanak diem aja nggk ada inisiatif apa ngasih bayinya, batin Yanto. "Ekhmm, anu bayinya?"
Seolah tak rela melepas dekapan pada sang bayi, tatapan kuntilanak itu penuh sorot kehilangan. "Sudah, yakin saja kami akan mengurus bayimu."
"Gini aja deh, nanti kita bakalan sering jenguk kamu, tapi nggk setiap hari juga kasihan bayinya takut sawan." Dayat mengimbuhi ucapan Yanto.
"Lah kan dia lahiran di kuburan, demit sini udah tahu lah dia siapa, berani nempelin si bayi auto di ajak gelut si Kunti iya kan kun?" Ujang nimbrung.
"Ujang kalau ngomong bikin dongkol ya, mingkem kau!" Gertak Yanto dengan suara berbisik namun gigi saling menekan.
Kuntilanak mencium bayinya dengan khidmat, cukup lama tak dilepaskannya. Hingga waktunya telah habis, dia menatap penuh mohon pada ketiga perjaka kampung itu. Mengulurkan tangannya, hingga bayi itu di dekap oleh Yanto. Ajaibnya, bayi itu langsung menempelkan kepalanya ke dada Yanto, seolah tahu dia akan di rawat olehnya. Bayi itu terlelap, suasana yang semula hening kini mulai riuh. Kuntilanak menjadi kasat mata, hilang di telan kehampaan. Terbitlah fajar, dan suara adzan subuh di kumandangkan.
Baik Dayat, Yanto, ataupun Ujang linglung. Begitu banyak waktu berlalu untuk lahiran seroang bayi hantu. Bayi yang sedang mereka pandangi. Bukan mimpi semata, semua nyata. Bayi dalam dekapan itu, benar-benar bayi manusia pada umumnya. Bayi normal berjenis kelamin laki-laki. Bayi merah berhidung mancung dengan bibir semerah darah. Rambutnya lebat, jemarinya indah. Jelmaan bayi terindah yang memikat mata.
"Kayaknya kita harus pergi dari sini sebelum matahari terbit." Yanto bergumam.
"Hem, kau benar. Tak baik membuatnya berlama-lama di kuburan. Udara luar tak bagus untuknya." Ujang membelai wajah bayi yang tertidur pulas itu.
"Jangan di pegang, tangan mu kotor. Mana tanah kuburan pula yang ada di tangan mu itu." Larang Dayat.
"Ah iya aku lupa, sebaiknya kau gunakan sarung ku untuk membungkus tubuh si bayi, kasihan kalau dia kedinginan." Saran Dayat.
"Dari tadi kek, lama aja berpikirnya." Sewot Yanto.
"Yehh, orang saran baik malah nyolot, orang deso kamu ya?" Ledek Dayat.
"Dasar orang kampung." Balas meledek Yanto tersenyum pada Dayat.
"Cih, aku tak butuh senyuman mafia mu." Dayat pundung.
Yanto berjalan lebih dulu dengan membawa sang bayi. Ujang menenteng sendal jepit dan senter miliknya dan milik Yanto. Dayat tak membawa apapun, dia yang paling terakhir beranjak. Sebelum kembali, Dayat sempat menilik makam wanita itu. Makan yang baik-baik saja tak amblas seperti yang mereka lihat semalam. Peristirahatan terbaik untuk seorang wanita berumur dua puluh tahun bernama Zalina Rumi.
Dayat menatap sendu gundukan tanah itu, menghela nafas panjang sebelum akhirnya berbalik. Tepat selangkah kakinya meninggalkan makam, terdengar suara wanita berucap terimakasih. "Iya, sama-sama."
Deg, Dayat langsung menghentikan langkah, kepalanya celingukan, matanya berkeliaran kesana kemari. Hingga diri tersadar, barusan yang ia sahuti bukan manusia.
"Aishh, setan alas emang." Dayat lari kebirit.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Hendra Yana
kocak
2024-10-12
2
Raka saputra
semua menjadi misteri Ilahi. gk ada yang mustahil jika Allah berkehendak. trmasuk lahir dikuburan
2024-08-24
2
Antana Daka7
ngeri banget kuburannya bisa amblas. apalagi yanto cs terperosok gitu
2024-08-24
2