11. Kuntilanak Pundung

Djiwa menghempaskan tubuhnya dengan kesal, lagi-lagi ada makhluk kenalan baru di sekolah yang menghina namanya. Ujang melihat itu, dia sampai bosan mendengar Djiwa terus menghela nafas. "Kau tahu, menghela nafas berlebihan bisa memperpendek umur manusia loh."

Djiwa melirik Ujang yang berdiri di depannya dengan sepiring roti bakar. "Buat aku rotinya?"

"Iya, biar nggk jelas cuma diem tapi kaya punya beban berat, masih bocil apa yang di pikir." komentar Ujang.

"Boti, kenapa sih kalian kasih nama aku Boemi Djiwa?" Djiwa mencomot satu roti dan memasukkan ke mulut dengan tak semangat.

"Lah, kan kemaren sudah di ceritain, masa lupa. Kenapa lagi memangnya?" Ujang tebak ada yang tak beres.

"Katanya namaku aneh." Ungkap Djiwa.

"Heleh, cuma di bilang aneh kan bukan nama katrok deso kaya nama bapak-bapak mu ini. Lagian kau mana tahu, menyematkan nama untukmu saja butuh pengorbanan panjang, harus menghadapi para orangtua, dan kuntilanak sekalipun." Beber Ujang.

"Eh, emang ikutan kasih nama? Gimana komunikasi nya?" Lenyap sedihnya, timbul penasaran.

"Begini ceritanya." Ujang mulai mendongeng.

Djiwa berbobot 4 kilogram sekarang, tubuhnya terlihat berisi dan mulai menunjukkan pesonanya. Pesona bayi yang bermain ludah, dan senyum-senyum sendiri saat lelap. Berceloteh dengan tangan mengepal dan menendang udara, pemandangan yang menghangatkan hati manusia. Usianya genap dua bulan, dan setiap hari selalu ada kejutan berbentuk keberuntungan datang. Djiwa di juluki bayi pembawa rezeki oleh orang sekitar, tak sedikit yang bertamu hanya untuk menimang dan memotret bayi itu. Bayi yang namanya dikenal oleh semua masyarakat desa.

"Malam ini jatah Djiwa minep di rumah kita ya, kemaren kan udah di tempat Dayat." Ujang meminta pertolongan kedua orangtuanya.

Yanto mendelik tak rela. "Udah lah Jang, kalau mau momong Djiwa tidur sini aja, kalau minep di rumah mu bakal gak bisa tidur, adek mu bocil tukang gelut semua."

"Hooh, minep sini aja cok, udah lama nggk tidur bertiga terus ngelonin Djiwa." Timpal Dayat.

"Eh masalahnya apa bedanya tidur di rumah ku dan disini, bener di rumah ku ribut bocil tapi disini udah kaya gempa denger ngorok Yanto, mana kadang ngelindur teriak-teriak, udah lah jangan suka membanding-bandingkan." Ujang pundung.

"Iya, ibi juga pengen atuh sesekali mah Djiwa minep di rumah." Mayang ikut membela putranya.

"Ekhmm, kapan-kapan deh ibi, udah ah sekarang juga udah malem nggak bagus anak bayi di ajak keluar malem-malem." Yanto melarang dengan halus.

"Ari si Yanto, keluar juga cuma beda empat rumah doang. Udah kaya empat kilo perjalanan aja." Dumal Mayang.

"Heheh, iya juga sih. Ah ya udahlah besok aja minep sana." Dalam hati Yanto akan mencari cara agar tak menginap di rumah Ujang.

Mengambil jalan tengah, akhirnya malam ini semua menginap di rumah Yanto. Walaupun memang hampir setiap malam mereka tidur di kediaman Yanto. Semenjak Dwija datang, pertemanan semakin kental. Bahkan berbagi ranjang dan pakaian hal yang lumrah. Keluarga Yanto tak masalah dua temannya terus menginap. Toh dengan adanya mereka rumah menjadi ramai. Suasana semakin hidup, dan rezeki terasa berlimpah ruah.

Bagaimana tak melimpah, saat akan menginap Dayat di bekali hasil bumi oleh kedua orangtuanya, beras, jagung, sayuran dan hasil panen ladang lainnya sudah menjadi buah tangan. Ujang yang berasal dari anak juragan empang, jika datang ikan lima kilo sudah pasti di bawanya. Meski sering bacakan, tak akan jadi perdebatan sebab semua keluarga penuh pengertian satu sama lainnya. Keluarga Yanto pun tak terima begitu saja, kadang di akhir atau awal bulan pasti satu kambing di sembelih, sebagai keluarga peternak ayam sudah jadi konsumsi sehari-hari, berbeda dengan hewan berkaki empat, hanya momen tertentu saja.

"Djiwa mana?" Yanto kembali dari toilet, menilik ranjang tak ada bayinya, sempat menggeser tubuh Ujang dan Dayat siapa tahu tertindih ternyata tak ada.

"Djiwa di ajak rumpi emak-emak rempong depan tv." Timpal Dayat yang terganggu acara mari menuju alam mimpi.

"Ini udah jam sebelas malem, ah gak bener nih. Emak siapa yang jemput tadi?" Tanya Yanto.

"Gak tau, tadi pas tengkurep nggk liat, noh tanya Ujang aja." Dayat menyenggol kaki Ujang dengan kakinya.

"Euhhh, bisa nggk sih yang sopan Dayat. Ah jangan pake kaki atuh lah." Romet Ujang masih setengah terpejam.

"Ah tidak bisa di harapkan, udah sana jemput Djiwa nggk penting siapa yang bawa lah." Dayat meminta Yanto bergegas.

"Eh sontoloyo, ya enak kalau ibu ku yang ambil, lah kalau emaknya si Ujang, beuh nggk karuan cerewetnya, Ujang lah yang ambil." Tolak Yanto, meski sangar dia takut dengan Bu Mayang.

"Arghhh, berisik amat sih ganggu orang mau tidur. Djiwa di ambil emaknya sendiri bukan emak siapa-siapa, dah sana susul." Ujang kesal tidurnya kurang berkualitas.

Dayat terperanjat, lekas duduk dan menatap Yanto penuh tanya. Seolah paham maksud hati Dayat, Yanto menyambut tatapan itu dengan anggukan kepala. Menyeret paksa Ujang yang harus rela terjungkal dari ranjang untuk keluar kamar bersama. Terpampang kondisi ruang tv yang kosong melompong, tiga kepala keluarga keluar rumah melihat Djiwa melayang-layang.

"Pak enek opo toh?" Dayat tergopoh mendekati sang ayah.

Tanto menunjuk ke arah pohon mangga di depan rumah pak Jarwo. "Ya Allah, ya Allah liat le itu Djiwa melayang-layang, kita coba tangkep nggk bisa-bisa."

"Astaghfirullah, Djiwa bayi udah petakilan sampe pohon mangga aja." Ceplos Ujang.

Ketiga wanita berdaster sedang berpelukan sembari khawatir dan meminta segala cara pada para suami untuk mengambil jiwa kembali. "Buruan atuh pak, itu gimana jiwa kalau kenapa-kenapa gimana?"

Semua cemas, Dayat mendekati Yanto dan Ujang yang saling bergandengan tangan membuatnya merasa terbuang. "Mereka nggak liat Djiwa di bawa si Kunti."

"Hem, sepertinya cuma kita yang bisa liat Djiwa lagi di gendong emaknya." Ujang menimpali sembari melihat tingkah kuntilanak di atas pohon mangga.

"Emang agak lain ya kuntilanak mah, momong anak nangkring di pohon, mana malem-malem pula ah, yaudah hayuk masuk lagi aja, toh Djiwa aman sama emaknya ini." Imbuh Ujang.

Pletak

Pletak

"Eh, kompak amat main jitak, ada yang salah emang?" Protes Ujang akan jitak-jitak manja dari Yanto dan Dayat.

"Masalahnya beda alam, untung orangtua kita nggk ngeh kalau di bawa Kunti, kalau tau apa nggk geger sekampung." Yanto berbisik dengan kesal.

"Terus ini gimana cara biar Kunti balikin Djiwa ke kita." Dayat pusing dengan ocehan para emak-emak yang mulai resah dan sibuk mengabadikan momen untuk di share ke tetangga.

"Kita ngomong baik-baik sama si Kunti." Saran Ujang.

"Pas kita ngobrol, ketauan bisa liat setan gimana? Aku belum siap jadi dukun." Dayat dengan segala pikiran konyolnya.

"Ah atuh lah, si Dayat mah, udah sana buru ajak komunikasi, serem aja berdarah bonyok di mana-mana malah gendong bayi, nggk steril ah si Kunti." Ucap Ujang.

Kuntilanak menatap horor ke arah tiga pemuda, mendelik penuh dengan amarah. Tiga pemuda menciut dibuatnya, parahnya Djiwa kembali di bawa terbang ke pohon lainnya. Kali ini suaranya di perdengarkan, geger lah orang-orang yang mendengar. Ayat kursi dan pengusir setan di bacakan. Jangan salahkan ketiganya, salah Kunti memancing ketakutan manusia. Kunti menjerit kepanasan, tubuh Djiwa terombang-ambing di udara.

"Mak, pada masuk ke dalem aja sana, disini biar kita yang urus." Dayat meminta ketua geng daster untuk masuk.

"Gak mau ah, nanti kuntilanak pindah ke rumah gimana, udah disini aja sekalian nyumbang baca-bacan." Yanti menolak.

"Ah ribet si emak di bilangin, udah sana demit gak bakal mau sama emak, sana masuk mak, wudhu biar doanya cepet tembus, Djiwa cepet sama kita." Dayat mencari cara hanya itu yang terlintas.

Yanti paham, langsung masuk membawa pasukan berdaster. Tinggallah tiga bapak-bapak yang sibuk memukul kentongan, warga datang dengan obor dan sebagian senter besar. Terjadi perselisihan mulut, serba mengatur baiknya bagaimana. Meski akhirnya para warga sepakat memanggil ustadz setempat dan melakukan penerangan di semua sudut. Tiga pemuda panik, tak ingin kuntilanak terluka, meski setan dia tak jahat. Kuntilanak itu muncul karena kerinduan pada bayi nya. Meski rupa kuntilanak nyaris sama, tapi rupa yang ini berbeda, terlihat menawan seperti raut seorang ibu muda.

AKRGHHHHHHHHKKKKKKKKK

HIHIHIIIIIIIIIIIIIII

Kuntilanak teriak santar, angin kencang menerpa segerombolan warga. Obor padam, dan beberapa warga ambruk, jatuh saling menimpa. "To, Jang ayok cepet aja nego si Kunti."

"Kunti, jangan gitu mereka baik loh mau menerima Djiwa." Ujar Yanto lirih.

"Heem kun, mereka juga kalau punya panenan selalu berbagi sama Djiwa, Djiwa di sayang loh, udah jangan gitu sama warga gak sopan atuh ah." Ujang turut berbisik.

Kuntilanak tak kunjung merespon, justru angin yang datang semakin kencang dan menusuk sampai ke tulang. Dayat menatap kuntilanak dengan berani. "Kau seorang ibu, kau tak ingin kan anak mu terluka, lihat perbuatan mu, baju anak mu sampai koyak, bisakah kau redam marah mu, kita minta maaf kalau ada salah."

"Kita minta maaf Kunti." Ujang dan Yanto membeo.

Seketika keadaan kembali seperti semula. Kuntilanak itu pun turun dan menyerahkan Djiwa ke gendongan Dayat. "Terimakasih sudah mendengarkan kami, terimakasih Kunti."

Kuntilanak itu tak menyahut hanya menatap kesal, namun Yanto dan yang lain paham apa maksud kuntilanak itu. Kunti tersebut marah karena tidak di ikut sertakan memberi nama putranya, dia marah karena ketiganya ingkar janji. Bukankah mengucap sendiri kalau akan sering mengunjungi makam kuntilanak untuk temu kangen dengan Djiwa. Mereka terlalu senang dengan keberadaan Djiwa sampai lupa dengan janji mereka.

"Ada apa ini?" Ustadz yang di susul salah satu warga datang dengan motor matic.

"Astaghfirullah pak udah kaya mau kiamat tadi."

"Bener pak, itu si Djiwa di colong Wewe gombel."

"Kuntilanak dodol."

"Ah mau kuntilanak mau Wewe gombel juga nggk tau ini kita wujudnya."

"Sudah-sudah bicara intinya dulu, malah ngawur sana sini." Tegur pak ustadz pada warga yang nyinyir.

"Pak, ini Djiwa tolong di lihat pak." Dayat mendekati pak ustadz.

Ustadz tersebut melihat kondisi Djiwa, lantas menggendongnya ke dalam rumah. Djiwa tak apa-apa namun karena energi gaib menempel di tubuhnya tadi, jadilah bayi itu terkulai lemas. Energi kuntilanak dapat memperburuk kondisi psikis si bayi. Pak ustadz membacakan ayat suci, dengan segelas air membasuhkan ke sekujur tubuh Djiwa. Kini Djiwa ganti baju, dan di kelilingi warga yang diminta ngeriung. Riungan untuk mengirim doa bagi arwah yang tak tenang.

"Eh Kunti mana?" Bisik Ujang ke Dayat.

"Entah udah nggk ada dari pak ustadz dateng tadi." Timpal Dayat.

"Kepikiran nggk sih kita nggak nepatin janji Cok, sampe di samperin ke rumah sama si Kunti." Dayat melanjutkan ucapannya.

"Ya atuh Yat, orang gila mana yang bawa bayi ke kuburan." Komentar Ujang.

"Nah sepakat, dah lah sementara waktu kita di rumah dulu, toh energi si Kunti nggk baik buat Djiwa." Bela Yanto.

"Tapi Yan, kita nggk bisa ingkar janji." Peringat Dayat.

"Iya-iya Yat, ntar kita cari cara." Cari cara biar nggk bawa Djiwa ke kuburan, enak aja si Kunti, kita yang besarin dia yang berkuasa, dengus Yanto dalam hati.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Ardi mrongos

Ardi mrongos

kunti udah rindu ingin ketemu, tapi djiwa kok gitu sih sm emak sndiri

2024-08-24

1

Alvian

Alvian

duh jiwa jangan jadi anak kejem. emak lg rindu berat itu

2024-08-24

1

Raka saputra

Raka saputra

duh segitunya pengorbanan ngasih nama djiwa. banyak tantangan dr para warga desa, maka dgrkn pnjelasan mereka

2024-08-24

1

lihat semua
Episodes
1 1. Tegang
2 2. Kuntilanak Lahiran
3 3. Semerah Darah
4 4. Haram Yang Halal
5 5. Bertanya Pada Bapak
6 6. Duduk Peristiwa
7 7. Kicauan Djiwa
8 8. Fiktif Yang Nyata
9 9. Boemi Djiwa
10 10. Interaksi Djiwa
11 11. Kuntilanak Pundung
12 12. Zalina Rumi
13 13. Bayi Ziarah
14 14. Pesugihan Bayi
15 15. Borok Dewasa
16 16. Wali Djiwa
17 17. Maling Rupa
18 18. Mimpi Djiwa
19 19. Simpang Siur
20 20. Mahendra Kesuma
21 21. Kadaluarsa
22 22. Awal Jumpa
23 23. Gadis Manis
24 24. Rupa Cinta
25 25. Trio Tantrum
26 26. Ketupat Rindu
27 27. Janda Bohay
28 28. Gundah Gulana
29 29. Dahi ke Hati
30 30. Setan Alas
31 31. Barisan Ayah
32 32. Kelahi
33 33. Taman Gaib
34 34. Antara Fakta Dan Dusta
35 35. Rawat Inap
36 36. Hantu Rumah Sakit
37 37. Kisah Kasih
38 38. Persaingan Ketat
39 39. Balik Kampung
40 40. Gelang Mistis
41 41. Warisan
42 42. Ibu Tiri
43 43. Djiwa Yang Hilang
44 44. Tuan Akar Bahar
45 45. Ningsih dan Aryo
46 46. Cinta Satu Malam
47 47. Berpacu Dalam Cinta
48 48. Sandaran Hati
49 49. Mukjizat Keihklasan
50 50. Canggung
51 51. Bakti Djiwa
52 52. Mie Pelipur
53 53. Nia
54 54. Masa Remaja
55 55. Mendadak Dukun
56 56. Ifrit Muslim
57 57. Gadis Tumbal
58 58. Pawon Balatak
59 59. Kinerja Jantung
60 60. Tuan Turun Tangan
61 61. Anak Asuh
62 62. Azab Allah
63 63. Pesona Pesugihan
64 64. Dahsyatnya Lidah
65 65. Incaran Jin
66 66. Benteng Diri
67 67. Pusaka Kiai
68 68. Alih Sukma
69 69. Penguasa Raga
70 70. Kiprah Jin
71 71. Rukun Pasien
72 72. Pulang Paksa
73 73. Mendadak Jadi Manten
74 74. Malapetaka Bubur
75 75. Sekawan Lara
76 76. Joko Sembung Bawa Golok
77 77. Doa Malam Pertama
78 78. Derita Pengantin Baru
79 79. Bocoran Neraka Surga
80 80. Amarah Dalam Kebahagiaan
81 81. Rumah Darah
82 82. Darah Daging Psikopat
83 83. Beradu Pandang
84 84. Hilang
85 85. Kehampaan
86 86. Remaja Kurang Paham
87 87. Kebahagiaan Akhirat
88 88. Takdir Hidup
89 89. Pelayat Ghaib
90 90. Tujuh Hari Kematian
91 91. Wanita Angkuh Kesayangan Warga
92 92. Ampun Sepuh
93 93. Haruan Tanaka
Episodes

Updated 93 Episodes

1
1. Tegang
2
2. Kuntilanak Lahiran
3
3. Semerah Darah
4
4. Haram Yang Halal
5
5. Bertanya Pada Bapak
6
6. Duduk Peristiwa
7
7. Kicauan Djiwa
8
8. Fiktif Yang Nyata
9
9. Boemi Djiwa
10
10. Interaksi Djiwa
11
11. Kuntilanak Pundung
12
12. Zalina Rumi
13
13. Bayi Ziarah
14
14. Pesugihan Bayi
15
15. Borok Dewasa
16
16. Wali Djiwa
17
17. Maling Rupa
18
18. Mimpi Djiwa
19
19. Simpang Siur
20
20. Mahendra Kesuma
21
21. Kadaluarsa
22
22. Awal Jumpa
23
23. Gadis Manis
24
24. Rupa Cinta
25
25. Trio Tantrum
26
26. Ketupat Rindu
27
27. Janda Bohay
28
28. Gundah Gulana
29
29. Dahi ke Hati
30
30. Setan Alas
31
31. Barisan Ayah
32
32. Kelahi
33
33. Taman Gaib
34
34. Antara Fakta Dan Dusta
35
35. Rawat Inap
36
36. Hantu Rumah Sakit
37
37. Kisah Kasih
38
38. Persaingan Ketat
39
39. Balik Kampung
40
40. Gelang Mistis
41
41. Warisan
42
42. Ibu Tiri
43
43. Djiwa Yang Hilang
44
44. Tuan Akar Bahar
45
45. Ningsih dan Aryo
46
46. Cinta Satu Malam
47
47. Berpacu Dalam Cinta
48
48. Sandaran Hati
49
49. Mukjizat Keihklasan
50
50. Canggung
51
51. Bakti Djiwa
52
52. Mie Pelipur
53
53. Nia
54
54. Masa Remaja
55
55. Mendadak Dukun
56
56. Ifrit Muslim
57
57. Gadis Tumbal
58
58. Pawon Balatak
59
59. Kinerja Jantung
60
60. Tuan Turun Tangan
61
61. Anak Asuh
62
62. Azab Allah
63
63. Pesona Pesugihan
64
64. Dahsyatnya Lidah
65
65. Incaran Jin
66
66. Benteng Diri
67
67. Pusaka Kiai
68
68. Alih Sukma
69
69. Penguasa Raga
70
70. Kiprah Jin
71
71. Rukun Pasien
72
72. Pulang Paksa
73
73. Mendadak Jadi Manten
74
74. Malapetaka Bubur
75
75. Sekawan Lara
76
76. Joko Sembung Bawa Golok
77
77. Doa Malam Pertama
78
78. Derita Pengantin Baru
79
79. Bocoran Neraka Surga
80
80. Amarah Dalam Kebahagiaan
81
81. Rumah Darah
82
82. Darah Daging Psikopat
83
83. Beradu Pandang
84
84. Hilang
85
85. Kehampaan
86
86. Remaja Kurang Paham
87
87. Kebahagiaan Akhirat
88
88. Takdir Hidup
89
89. Pelayat Ghaib
90
90. Tujuh Hari Kematian
91
91. Wanita Angkuh Kesayangan Warga
92
92. Ampun Sepuh
93
93. Haruan Tanaka

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!