Maya terbangun dengan perasaan hampa yang menyelimuti dirinya. Pagi itu terasa lebih kelabu dari biasanya. Di tangannya masih tergenggam kertas ultimatum dari Andi, kenyataan pahit yang terus menghantui pikirannya sepanjang malam.
Dengan hati yang berat, Maya mulai mengemas barang-barangnya. Setiap sudut rumah mengingatkannya pada kenangan yang dulu manis namun kini hanya menyisakan kepedihan. Saat Maya berjalan melewati ruang tamu, dia teringat malam-malam ketika mereka duduk bersama di sofa, berbicara tentang masa depan dan impian mereka. Semua itu sekarang terasa seperti mimpi yang jauh.
Dia tahu bahwa dirinya tidak bisa tinggal di rumah ini lebih lama. Andi telah membuatnya jelas bahwa dia tidak diinginkan lagi. Tanpa banyak pilihan, Maya memutuskan untuk meminta bantuan keluarga. Dia berharap setidaknya ada satu anggota keluarga yang mau membantunya.
Pertama, Maya menghubungi kakaknya, Rina. Rina adalah seorang ibu rumah tangga dengan tiga anak kecil. Ketika Maya menelepon, Rina menjawab dengan suara lelah.
“Halo, mbak. Ini aku, Maya,” suara Maya terdengar putus asa.
“Iya May, kenapa, suara kamu lemas banget? Kamu sakit.? " jawab Rina dengan nada khawatir.
“Aku... Aku butuh bantuan. Andi ingin menceraikan aku dan aku harus keluar dari rumah secepatnya. Aku tidak punya tempat lain untuk pergi. Apa aku boleh tinggal dirumah kamu untuk sementara waktu?” Maya bertanya dengan suara yang hampir terisak.
Rina terdiam sejenak sebelum menjawab dengan penuh penyesalan, “Maya, aku sangat ingin membantu, tapi rumah kami sudah penuh. Kamu tahu sendiri, anakku tiga, kami hampir tidak punya ruang lagi. Mungkin kamu bisa mencoba menghubungi Tante Dewi?”
Dengan hati yang hancur, Maya mengucapkan terima kasih dan menutup telepon. Rina adalah harapannya yang pertama, namun kini dia harus mencari bantuan dari yang lain.
Ia menarik nafas pelan, andai saja orang tuanya masih hidup.
Maya dan Rina sudah ditinggal oleh ibu nya sejak Maya berusia 10 tahun. Sementara Ayahnya, Maya bahkan tidak tahu sosok ayah nya seperti apa. Yang Maya tahu, ayahnya pergi meninggalkan keluarga mereka sejak sebulan setelah Maya lahir.
Selanjutnya, Maya menghubungi Tante Dewi, adik bungsu ibunya yang dikenal ramah dan penyayang. Namun, ketika Maya menjelaskan situasinya, Tante Dewi juga tidak bisa memberikan bantuan.
“Maya, kamu tahu aku tinggal di apartemen kecil. Kami hampir tidak punya ruang tambahan. Aku sungguh minta maaf.”
Maya merasa semakin putus asa dan sendirian. Tidak ada satu pun dari mereka yang bersedia menampungnya.
Dengan hati yang semakin berat, Maya berjalan keluar dari rumah untuk terakhir kalinya. Langit mendung seolah-olah mencerminkan suasana hatinya. Dia membawa koper kecil berisi beberapa pakaian dan barang pribadi, meninggalkan semua kenangan di belakang.
'Aku pergi, aku tidak ingin membebani lagi dengan kehadiranku yang TIDAK BERGUNA ini. Semoga kamu menemukan wanita lain yang bisa memberikan mu keturunan.'
Sebelumnya, Maya menyimpan selembar kertas surat di atas kasur.
Dengan langkah yang gontai, dan hanya berbekal sedikit uang sisa tabungannya, Maya meninggalkan rumah yang sudah menyimpan banyak sekali kenangan selama sepuluh tahun terakhir ini.
"Selamat tinggal mas." Tangisnya pecah, bersamaan dengan langkah kaki nya yang semakin lama semakin menjauh.
...****************...
Saat malam tiba, hujan mulai turun, Maya baru saja turun dari bus.
Saat ini Maya sudah pergi jauh dari rumahnya. Entah kenapa, desa ini yang dituju nya. Sebuah desa yang tempatnya jauh dari kota tempat ia tinggal dulu, desa yang berada di kaki gunung. Perjalanan yang memakan waktu hampir delapan jam dari rumahnya. Maya bahkan sempat dua kali berganti Bus ,sebelum akhirnya sampai ke desa ini.
Sebut saja Desa Teduh. Tempat ini memiliki kenangan manis bagi Maya. Di desa ini, Maya sempat tinggal. Di sebuah pondok pesantren kecil, yang sangat sederhana, disitulah maya tinggal selama hampir tiga tahun.
Dirinya memang sempat mondok di sini saat dirinya menginjak SMP sampai lulus SMP. Itu pun atas kemauan nya sendiri.
"Ya Allah, hujan." bisiknya sambil berlari kecil melewati jalan setapak yang langsung mengantarnya ke sebuah masjid kecil, di area pondok pesantren ini.
Dengan hati-hati, dia melangkah masuk dan menemukan sudut yang cukup tenang di bagian belakang masjid. Di sana, dia meletakkan kopernya dan berusaha tidur, meskipun pikirannya penuh dengan kecemasan dan kesedihan.
Sampai tidak terasa, rasa lelah nya memenangkan pertarungan di kepalanya, membuat Maya tertidur cukup lelap.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Soraya
knp maya gak cari kerja aja bukan nya dia sarjana
2024-07-27
0