Ketika Rahim Di Hakimi : Aku Di Ceraikan Suami Ku Karena Aku Di Tuduh Mandul
Maya mengelap keringat di dahinya sambil memandang meja makan yang telah tertata rapi. Piring porselen dengan motif bunga mawar, sendok dan garpu yang berkilau, serta mangkuk sup yang mengepulkan uap hangat berisi sup ayam kesukaan suaminya, Andi sudah tersedia di meja makannya malam ini.
Hari ini adalah ulang tahun pernikahan mereka yang ke-10, dan Maya telah berusaha keras untuk memastikan semuanya sempurna.
Amaya Larasati adalah seorang wanita berusia 34 tahun dengan wajah lembut dan mata yang selalu memancarkan kebaikan.
Meskipun usianya tidak lagi muda, namun kecantikannya tetap terjaga, terlihat dari senyum yang selalu menjadi topeng di tengah kepedihan.
Malam ini, ia mengenakan gaun berwarna biru muda yang dipilihnya dengan hati-hati pagi tadi, berharap Andi akan memperhatikan dan mungkin, hanya mungkin, memujinya.
Tepat saat jarum jam menunjukkan pukul tujuh malam, Maya mendengar suara derap kaki di pintu depan. Ia memperbaiki rambutnya yang sedikit berantakan dan berdiri dengan gugup menanti kedatangan Andi.
Pintu terbuka dengan suara berderit, dan Andi masuk dengan wajah lelah namun tegas. Andi adalah pria bertubuh tinggi dengan rahang kuat dan mata yang tajam. Di matanya, Maya dapat melihat bayangan beban pekerjaan dan ambisi yang tak pernah padam.
"Selamat ulang tahun pernikahan, Mas," sapa Maya dengan senyum lebar, berharap suaranya terdengar ceria dan tidak terlalu memohon.
Andi menatapnya sekilas sebelum mengalihkan pandangannya ke meja makan. "Apa ini?" tanyanya tanpa ekspresi, suaranya datar dan dingin.
Maya merasa detak jantungnya semakin cepat. "Ini ... ini makan malam spesial yang aku siapkan untuk merayakan ulang tahun pernikahan kita."
Andi menghela napas panjang dan meletakkan tas kerjanya di sofa. "Aku sudah bilang kalau aku sibuk hari ini. Kamu tahu aku ada proyek besar yang harus diselesaikan."
Maya menunduk, mencoba menyembunyikan kekecewaannya. "Aku tahu, tapi aku pikir ... mungkin kita bisa meluangkan sedikit waktu untuk makan bersama."
Andi berjalan menuju meja makan dan duduk dengan kasar. Ia mengambil sendok dan mencicipi sup yang disiapkan Maya. "Ini hambar," katanya dengan nada meremehkan. "Kamu tahu aku suka makanan yang lebih berbumbu."
Maya merasa air mata menggenang di sudut matanya, namun ia segera mengedipkan mata nya agar tidak terlihat. "Maaf, Mas. Aku akan lebih memperhatikannya lain kali."
Andi mendengus dan melanjutkan makan tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Maya duduk di hadapannya, mencoba menikmati makanan yang telah disiapkannya dengan penuh cinta, namun setiap suap terasa pahit di tenggorokannya. Hati Maya terasa berat, seolah ada beban tak terlihat yang menekan jiwanya.
Pernikahan mereka tidak selalu seperti ini. Dulu, Andi adalah pria yang penuh perhatian dan cinta. Mereka bertemu di sebuah acara kampus, di mana Maya terpesona oleh kecerdasan dan karisma Andi. Mereka saling jatuh cinta dan menikah setelah beberapa tahun berpacaran. Namun, setelah beberapa tahun pernikahan dan mereka belum juga di karuniai seorang anak, segalanya mulai berubah.
Ditambah lagi, ambisi Andi yang besar untuk sukses dalam karirnya sering kali membuatnya melupakan hal-hal kecil yang penting bagi hubungan mereka. Ia menjadi lebih mudah marah, lebih sering mengkritik, dan jarang mengapresiasi usaha Maya. Tapi yang paling menyakitkan bagi Maya adalah ketidakmampuan mereka untuk memiliki anak. Selama hampir 10 tahun pernikahan mereka, Maya belum juga memberikan keturunan, dan hal itu menjadi sumber ketidakpuasan dan kemarahan Andi.
Setelah makan malam yang penuh keheningan, Andi bangkit dari kursinya. "Aku harus kembali bekerja," katanya tanpa menatap Maya. "Jangan ganggu aku."
Maya hanya mengangguk pelan, menyembunyikan kesedihan yang semakin mendalam. Ia mengumpulkan piring-piring kotor dan mulai mencuci, meskipun pikirannya melayang jauh. Kenapa semuanya menjadi seperti ini? Kenapa cinta mereka yang dulu begitu indah kini terasa seperti beban yang tak tertahankan?
Maya menyelesaikan pekerjaan rumahnya dengan cepat dan naik ke kamar tidur. Ia duduk di tepi ranjang, memandangi foto pernikahan mereka yang tergantung di dinding. Dalam foto itu, Andi tersenyum lebar, memeluk Maya dengan penuh cinta. Di mana senyuman itu sekarang? Di mana perasaan hangat yang dulu selalu membuatnya merasa aman dan dicintai?
Maya tahu bahwa ia tidak bisa terus hidup seperti ini. Ia butuh perubahan, namun ia tidak tahu harus mulai dari mana. Setiap kali ia mencoba berbicara dengan Andi tentang perasaannya, Andi selalu memotong pembicaraan atau mengabaikannya. Maya merasa terperangkap dalam lingkaran setan yang tak berujung.
***
Malam itu, Maya berbaring di tempat tidur dengan pikiran yang kacau. Ia menatap langit-langit kamar yang gelap, berharap ada jalan keluar dari penderitaan ini. Ia tahu bahwa di balik pintu rumah ini, ada dunia yang lebih luas dan penuh dengan kemungkinan. Ia hanya perlu menemukan keberanian untuk melangkah keluar dan mencari kebahagiaan yang sejati.
Namun, saat ini, Maya hanya bisa menunggu dan berharap. Ia memejamkan mata, mencoba mencari ketenangan dalam tidur, meskipun hatinya tetap gelisah. Di balik pintu rumah ini, ada kehidupan yang harus dihadapi, dan Maya berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan menemukan cara untuk bertahan dan meraih kebahagiaan, apapun yang terjadi.
Ketika Maya hampir terlelap, suara berat langkah kaki Andi terdengar mendekat ke kamar. Pintu kamar terbuka perlahan, menciptakan bayangan panjang yang menutupi tempat tidur Maya. Andi berdiri di ambang pintu, matanya memandang Maya dengan tajam.
"Maya," suaranya terdengar dingin dan mengancam. "Ada hal yang perlu kita bicarakan."
Maya membuka matanya, jantungnya berdetak kencang. Ia merasakan ketakutan yang mencekam saat Andi melangkah mendekat. Tanpa peringatan, Andi mengeluarkan sebuah amplop dari saku jasnya dan melemparkannya ke atas tempat tidur.
"Baca ini," katanya tajam. "Besok pagi kita akan membicarakannya lebih lanjut."
Maya meraih amplop itu dengan tangan gemetar, namun sebelum ia sempat membukanya, Andi sudah berbalik dan meninggalkan kamar, menutup pintu dengan keras di belakangnya. Maya merasakan dadanya sesak oleh kecemasan. Apa yang ada di dalam amplop itu? Mengapa Andi terlihat begitu marah?
Dengan tangan gemetar, Maya membuka amplop tersebut dan mengeluarkan beberapa lembar kertas. Matanya membesar saat ia mulai membaca isinya. Kata-kata yang tertulis di sana membuatnya terperanjat dan tak mampu berkata-kata. Ini adalah ultimatum yang akan mengubah hidupnya selamanya.
Maya memandang kertas di tangannya, merasakan dunia seolah-olah runtuh di sekitarnya. Dalam keheningan malam, hanya ada satu pikiran yang terlintas di benaknya: bagaimana ia akan bertahan menghadapi semua ini?
Ia membaca lagi kata-kata yang tertulis di sana: "Jika kamu tidak bisa memberikan keturunan, maka kita harus mempertimbangkan jalan lain, izinkan aku menikahi wanita lain atau kita bercerai."
Air mata mulai mengalir di pipi Maya. Pilihan yang diberikan Andi terasa kejam dan tak adil. Ia tahu bahwa dirinya telah melakukan segala yang ia bisa, namun tetap saja, itu belum cukup bagi Andi.
Dalam keheningan malam yang pekat, Maya menyadari bahwa ia harus membuat keputusan besar. Akankah ia bertahan dalam pernikahan ini dan membiarkan Andi menikahi wanita lain untuk memiliki keturunan? ataukah ia akan mencari kebahagiaan di luar sana, meskipun itu berarti meninggalkan Andi?
Maya berbaring kembali di tempat tidur, kertas ultimatum itu masih tergenggam erat di tangannya. Dengan hati yang hancur, ia mencoba memejamkan mata dan mencari ketenangan dalam tidur. Tapi pikiran tentang masa depan yang tidak pasti terus menghantui benaknya.
Di balik pintu rumah ini, ada dunia yang penuh dengan tantangan dan harapan. Maya tahu bahwa ia harus menemukan kekuatan dalam dirinya untuk menghadapi semua itu.
Malam itu, dengan air mata yang masih mengalir, Maya berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan bertahan dan mencari jalan keluar dari penderitaan ini, apapun yang terjadi.
Saat fajar mulai menyingsing, Maya masih terjaga, memikirkan langkah apa yang harus ia ambil selanjutnya. Jalan di depannya penuh dengan ketidakpastian, namun satu hal yang pasti, hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Dan dengan keputusan yang harus diambil, Maya tahu bahwa perjalanan hidupnya baru saja dimulai.
***
Jangan lupa dukungannya kak.
Komen, saran, kritik baik, kritik pedes pake karet dua juga boleh.
Follow Instagram othor juga : @dimas.yudhistira_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
vie na Ai
udah lemah goblok ngapain lu bertahan gk ngerasa apa kek wanita yg d hargai mikirlah maya
2024-11-03
0
Riaaimutt
mantab
gue suka gaya lo 😎
2024-08-16
1
gak bisa ngehargain ni orang
2024-08-05
0