Bab 18

Mansion keluarga Maxmillian

“Ini Tuan foto-foto yang anda pinta,” pria itu melatakkan foto yang dia pegang ke atas meha kerja dengan sangat hati-hatilalu mundur beberapa langkah dan berdiri tegap.

Pria yang sudah lanjut usia itu mengambil salah satu diantara banyak foto yang telah terjejer rapi di hadapannya. Pria penuh karisma meskipun usianya sudah tak muda lagi tak menurunkan kadar ketampanannya.

“Jadi dia bekerja sebagai sekretaris Mavendra?”

“Iya Tuan.”

Suara tertawa tertawa terbahak-bahak langsung terdengar di sana.

“Lihatlah cucuku, dia bahkan mencium gadis itu.” Ronan langsung menunjuk sebuah foto Mavendra yang sedang mencium Arin.

“Saya pikir anda menyuruh mengawasi Tuan Muda Mavendra karena anda tidak suka dia berhubungan dengan wanita sembarangan,” sahut Lucas.

“Aku tidak sekaku itu.”

“Tapi Tuan ada sedikit masalah.”

“Masalah? Apa itu?”

“Gadis itu menjalin hubungan dengan Tuan Muda Liam.”

Terdengar helaan napas panjang dari Ronan.

“Jadi mereka menyukai gadis yang sama. Berarti gadis itu, bukan gadis biasa.”

Di tempat lain, Arin tengah merapikan berkas-berkas yang memang telah menjaci tanggung jawabnya saat ini. Beruntung sekali dia mendengar kabar sang Direktur tengah mengurusi suatu urusan dengan Baskara yang membuat mereka tak berada di kantor seharian, paling tidak itu bisa membuatnya bernapas lega.

Arin juga tak perlu repot-repot menunggunya di tempat parkir, toh Arin juga tak berniat ke sana. Lalu sebuah panggilan dari ponselnya terdengar di sana. Rupanya itu adalah pangggilan dari Liam. Dengan segera Arin langsung menjawabnya.

“Halo Liam.”

“Apa kamu sudah pulang kerja?”

“Aku sedang membereskan mejaku. Sebentar lagi aku akan pulang.”

“Bagus…hari ini aku tidak ada lembur. Aku menunggumu di bawah. Kita pulang bersama.”

“Tentu, aku akan ke sana.”

“Kita sekalian makan bersama di luar.”

Liam langsung mematikan ponselnya dengan tersenyum. Dia akan menghabiskan sisa malamnya dengan Arin. Liam sudah akan masuk ke dalam lift namun seseorang tengah menghentikannya.

“Liam.”

“Ah, kepala manajer.”

“Ah sayang sekali, aku harus mengatakannya.”

“Apa terjadi sesuatu?” Tanya Liam dengan cemas.

“Perjalanan dinas yang kalian lakukan tidak membuahkan hasil yang baik. Pihak ekseutif mengatakan bahwa mereka tidak bisa melanjutkan kerja samanya. Direktur Mavendra sepertinya sangat kecewa, tapi untungnya dia tidak begitu mempermasalahkannya. Kamu harus berterima kasih dengan kakakmu.”

Liam termenung di sana sendirin. Dia kembali menanti liftnya.

“Apa yang sebenarnya terjadi? Padahal kami hampir saja mencapai kesepatakan. Bagaimana mereka bisa berubah pikiran dengan cepat? Ini tidak masuk akal.”

“Wakil kepala manajer1”

Sebuah panggilan membuat Liam menoleh. Lagi-lagi dia harus mengabaikan liftnya yang terbuka. Lift lagi-lagi melewatinya.

“Oh, Rena.”

“Aku sudah diberitahu oleh menejer. Katanya kita tidak berhasil tapi aku merasa senang bisa menghabiskan waktu—“ Rena mendengus kesal saat ucapannya dipotong oleh Liam. Pria itu sedang menerima panggilan yang Rena tidak ketahui.

“Aku sudah ada di bawah.”

“Ah iya, aku dalam perjalanan ke sana. Tunggu aku beberapa menit.”

“Aku menunggumu.”

Saat panggilan itu terputus, Liam langsung pamit untuk pergi namun tangannya tiba-tiba diraih oleh seseroang.

“Ada apa?” Tanya Liam. Dia melihat tangannya yang dipegang oleh tangan orang lain. Pelakunya adalah Rena.

“Aku perlu bicara padamu.”

“Aku harus pergi.”

“Liam, kita sudah melakukannya.” Wajah Rena tiba-tiba memerah.

“Lalu? Kamu ingin aku bertindak seperti apa?”

“Kita berteman!”

“Benar.”

“Kita saling menginginkan! Liam, kamu menginginkanku sama sepertiku!”

Kali ini Liam tak lagi menyembunyikan rasa tidak sukanya atas sikap Rena.

“Aku sudah mempunyai kekasih.”

Cengekeraman tangan Rena semakin kencang dan wanita itu memajukan tubuhnya ke arah dada keras Liam. Beberapa saat Liam dan Rena saling menatap. Mereka saling menatap dengan dalam. Mencoba mencari apa yang lawannya pikirkan. Menerka apa yang lawannya inginkan. Tanpa sadar jantung Rena berdebar begitu kencang sampai pada akhirnya dia berani untuk bertindak impulsif.

...…...

Arin menatap langit yang bewarna gelap. Di sana ada beberapa jutaan bintang yang tampak menghiasai. Gadis itu mendesah kesal karena bosan. Memasukkan tangannya ke dalam saku coatnya karena kedinginan. Beberapa menit yang lalu dia sudah berdiri di sini untuk menunggu Liam tapi pria itu tak kunjung menunjukkan badan hidungnya. Panggilan terakhirnya pun diabaikan olehnya.

“Apa dia tiba-tiba lembur lagi?

Melihat kembali jam yang ada di ponselnya, Arin memutuskan untuk kembali ke kantor. Langkahnya begitu ringan menuju ruangan Liam.

“Oh…”

Arin begitu terkejut ketika matanya menangkap pemandangan yang benar-benar tidak ingin dilihatnya saat ini. Kepalanya terasa mendidih begitu melihat Liam tidak sendirian. Rena dengan santainya berada dekat dengan Liam bahkan mereka berciuman.

Arin menetralkan napasnya bersuaha dengan tenang. Mereka tidak menyadari keberadannya. Ini tidak boleh seperti ini.

“Menyebalkan.”

Arin langsung ditarik oleh seseorang. Kini dia sudah berada di luar gedung perusahaan. Ditarik paksa oleh seseroang agar mengikuti langkahnya yang lebar itu. Arin yang mungil harus berkelahi dengan langkah lebar Mavenra.

“Tunggu sebentar! Bukannya pak Direktur ada urusan penting. Kenapa tiba-tiba ada di sini? Dan sebenarnya kita mau pergi kemana?”

“Sudah kamu diam saja dan ikuti aku.”

“Kenapa aku harus mengikutimu? Aku ada urusan penting sekarang dengan adikmu.”

“Urusan penting? Apa kamu akan ke sana lalu putus dengannya?”

“Kenapa aku putus dengannya?” Tanya Arin kesal.”

“Jelas-jelas pacarmu saat ini sedang selingkuh.”

“Ini pasti ada kesalahpahaman. Liam tidak akan bertindak menyakitiku.”

“Sampai kapan kamu akan bertindak bodoh, Arin!!” tanpa sadar Mavendra membentak Arin sampai terkejut membuat gadis itu langsung terdiam.

Memori langsung terputar di otak Arin. Waktu itu, Arin dan Liam sedang makan malam bersama di rumah Arin. Arin tak sengaja melihat ponsel Liam yang berkedip dan memberitahu Liam bahwa ada pesan yang masuk. Pesan itu dari Rena.

Tak hanya itu, hari-hari mereka terlihat akrab. Bahkan setiap hari Rena memberikan kopi di mejanya terkadang juga camilan. Kenapa Arin bisa tahu karena Naura yang memberitahukannya. Tapi seolah tutup mata, Arin tidak terlalu memperdulikannya.

...…....

Ponsel Arin bergetar, sebuah video call dari Naura. Arin menggeser tombol hijau lalu dengan cepat Arin langsung terhubung dengan Naura. Arin memegang ponselnya dengan malas.

Arin pegang ponselmu dengan benar. Aku tak bisa melihat wajahmu,” pekik Naura.

Arin pun menaikkan tangannya dan seketika Naura memekik dari balik layar.

Arinnnnnn! Kenapa kamu menyodorkan video tak senonoh padaku!!”

Arin bingung dengan apa yang dikatakan Naura. “Apa maksudmu?”

Arin menggoyang-goyangkan badannya karena merasa selimutnya hari ini begitu berat.

“Semalam kamu melakukannya kan dengan Mavendra!” Tuduh Naura.

“Apa?”

Kini ada yang aneh dengan selimutnya. Dia merasakan selimutnya bisa bergoyang sendiri dan ketika melihat ke bawah ada tangan kekar yang melingkari pinggangnya. Seketika Arin menjerit dan ponsel ponsel Arin langsung terhempas ke lantai. Arin yang menyadari ada Mavendra yang memeluknya erat semalaman berusaha melepaskan diri.

Terpopuler

Comments

Dewi Payang

Dewi Payang

Ngapain mereka🤭

2024-10-30

0

Dewi Payang

Dewi Payang

Dih Rena nekat amat

2024-10-30

0

Lee

Lee

Oh. my god ketahuan deh..
tpi hrus ptus dlu Arin klo mau sma Maven

2024-10-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!