Bab 14

Mavendra melangkah dengan sangat mantap pada saat memasuki perusahaannya. Hampir semua orang menyapanya namun dia tidak menghiraukannya. Pria itu hanya fokus pada pemikirannya. Pikiran tentang Arin yang meninggalkannya. Mereka seharusnya berangkat ke kantor bersama.

Mavendra masuk kedalam lift yang akan membawanya ke lantai dimana ruangannya berada.

“Selamat pagi, direktur,” sapa Baskara.

Lagi-lagi Mavendra tidak menghiraukan sapaan untuknya. Pria itu hanya terfokus pada Arin yang kini sudah menatap layar laptopnya. Mavendra langsung berdiri menatap tajam ke arah Arin.

“Selamat pagi, direktur.”

“Pagi.”

Mendengar jawaban dari Mavendra membuat Baskara membuka mulutnya dan menekan dadanya. Seakan merasa tidak adil atas perlakuan bosnya.

“Hari ini akan ada meeting dengan perusahaan Top Co, jam 10 pagi setelah itu anda akan menemui…”

Mavendra tidak sedang berniat kerja rodi pada saat hari masih pagi, jadi dia hanya menatap bibir Arin yang bergerak tanpa jeda. Merasa tatapan Mavendra seakan liar pada bibirnya, Arin langsung marah.

“Pak direktur, apa anda mendengarkan saya?”

“Bibirmu menggodaku. Aku ingin menciumnya.”

“Mavendra! Jangan mempermainkanku.” Arin merasa kesal. Dia sudah tidak bicara formal lagi jika Mavendra terus saja melangkahi batasannya.

Melihat pertikaian antara direktur dan sekretaris yang tak ada habisnya. Dia menyadari akan ada perang diantara mereka. Baskara keluar dengan alasan akan membeli kopi.

“Justru kamu yang mempermainkanku sejak tadi.”

“Apa? Mempermainkanmu? Mana mungkin, aku melakukan itu!!”

“Kalau tidak, kenapa kamu berangkat pagi-pagi sekali? Aku terus mengetuk pintu apartemenmu. Kalau tidak mempermainkan apa namanya?”

Mavendra lalu masuk ke dalam ruangannya dan duduk di kursi kebesarannya. Dia sedang melihat hasil dari kinerja para pekerjanya namun moodnya sudah hancur sejak pagi jadi saat rapat pun hanya aura kemarahan yang muncul.

“Rupanya ini penyebab kinerja pak Nata meningkat selama ini. Kenapa anda mengatur target serendah ini. Ini kan bukan toko kecil di desa…”

“Itu… anu…”

“Berapa persen pangsa pasar saat ini? Apa aku harus menjelaskan hal ini untukmu?” Mavendra menatap bawahannya dengan tatapan menyelidiki.

Setelah rapat selesai, semua orang keluar dan mengeluh betapa takutnya mereka pada bos mereka.

“Bagaimana bisa dia membaca semuanya dalam waktu sesingkat itu? Dia orang yang peka dan berinsting tajam, tahu.”

Arin hanya menghela napas saat tanpa sengaja mendengar bisikan itu dan segera kembali bekerja. Dia harus pergi ke Tim Tf.

“Bu Arin, apa hari ini pak direktur Mavendra masuk?”

“Apa?”

“Naura selalu membicarakan pak direktur sejak melihat beliau waktu itu.”

“Aku benar-benar terkejut! Karena direktur eksekutif Mavendra adalah orang yang sulit ditemui oleh orang-orang seperti kami jadi aku hanya mendengar rumor. Bu Arin bisa melihat wajahnya yang tampan setiap hari! Sungguh kebahagiaan yang luar biasa!!! Aku sangat iri denganmu,” ucap Naura sambil menatap ke arah meja yang ada di seberangnya.

Arin mengernyitkan keningnya bingung pada temannya ini. Jelas-jelas dia sudah melihat wajah Mavendra dan biasa saja tapi sikapnya sekarang mencurigakan.

“Naura, kamu ini kenapa?” Tanya Arin bingung.

“Wah, anak baru. Bisa-bisanya berpikiran seperti itu di situasi seperti ini? Pak Mavendra itu menakutkan tahu.”

Naura langsung menoleh ke sumber suara yang menjelekkan Mavendra. “Memangnya kenapa? Apa kamu tahu betapa sulitnya menemukan pria setampan pak Mavendra?”

“Sepertinya kalian sedang sibuk. Aku akan kembali bekerja. “ Arin melangkah pergi.

Rena yang sejak tadi hanya mendengar obrolan mereka kini bisa menatap punggung Arin dan beralih menatap Naura namun rupanya wanita itu juga menatapnya. Rena buru-buru mengalihkan perhatiannya pada layar laptopnya.

“Dia itu kenapa sih?”

...…...

Sejak tadi, Liam hanya fokus pada layar ponselnya. Dia memperhatikan pesan terakhir yang dia kirim belum dibaca oleh Arin. Ini sudah jam istirahat kantor, Liam ingin mengajak Arin makan siang bersamanya namun tidak ada tanda-tanda Arin membalas pesannya jadi dia terpaksa menghabiskan waktu istirahatnya bersama Samuel yang sejak tadi bersikap aneh padanya.

Liam. Sebaiknya kamu jujur padaku sekarang juga.”

“Jujur? Soal apa?”

“Ada apa diantara kamu dan Rena? Aku benar-benar benci ketinggalan berita seperti ini.”

“Kenapa kamu tiba-tiba bicara seperti itu?”

“Aku sudah tahu siapa yang menaruh kopi itu? Itu dari Rena kan? Kenapa Rena menaruh kopi di mejamu kemarin?”

“Eh apa?”

“Kalau dipikir-pikir, dia membelikanmu kopi di kafe langgananmu yang ada di sebelah kantor. Tidak peduli seberapa keras aku memikirkannya, itu berarti Rena tertarik padamu.”

“Tidak mungkin.”

“Aku serius.”

“Rena itu orang yang sangat pelit. Dia tidak pernah memberikan permen pada siapa pun di kantor apalagi kopi. Sepertinya Rena juga tidak punya pacar. Kalau kamu tertarik padanya, kenapa tidak mencoba dulu? Kalian berdua terlihat sangat cocok, loh. Omong-omong katanya kamu membela Rena, sebenarnya kamu juga tertarik pada Rena kan? Kamu tidak bisa mengelak.”

“Aku sudah punya pacar,” ucap Liam.

“Apa? Kamu sudah pacar? Aku kira kamu masih bujang. Kamu tidak pernah memperkenalkannya. Bahkan di sosial media sekaligus.”

“Itu…”

“Apa kamu berencana menikahinya?”

“Soal itu…”

“Rupanya kamu tidak berencana menikah dengannya ya? Kalau begitu coba pikirkan dengan serius sola Rena.”

“Tidak! Tidak seperti itu…”

“Sepertinya Rena anak orang kaya. Kamu juga anak orang kaya, kakakmu adalah direktur eksekutif perusahaan ini.”

“Sebenarnya kenapa kamu sampai bisa berpikiran seperti itu?”

“Kalau melihat baik-baik pakaian, tas, sepatu dan aksesoris yang dikenakan Rena, itu semua barang bermerek tahu.”

“Kamu menyebutnya kaya hanya karena hal seperti itu? Kamu terlalu mengurusi hidup orang lain, ya…”

“Dia memakai barang bermerek seperti barang biasa dan dia memakai barang yang berbeda merek setiap hari. Bahkan jika dia berutang, bagaimana bisa dia mampu melunasinya dengan gaji pekerja koporat seperti ku.”

“Ah seperti itu,” ucap Liam acuh tak acuh.

“Ah sudah kubilang, aku serius! Kenapa semua orang tidak percaya padaku?!”

“Aku berani taruhan, kamu akan menyesal jika kehilangan Rena.”

“Sudah aku bilang, aku sudah punya pacar. Aku hanya akan menyesal jika aku putus dengan pacarku.”

Samuel langsung menggeleng-gelengkan kepalanya seakan dia sudah siap untuk kembali menceramahi.

“Lebih baik menikah dengan orang yang sudah siap dan lebih baik. Aku bukannya menjelekkan pacarmu.”

“Samuel, kamu sedang bertengkar dengan istrimu ya,” tebak Liam.

Samuel langsung menggebrak mejanya dengan kesal. Kemarahan yang dia bawa dari rumah kini diluapkannya begitu saja. Bagaikan padang tandus yang disiram minyak lalu tersulut api. Kobaran kemarahan muncul di wajah Samuel.

“Ya! Kami bertengkar!! Aku benar-benar dibutakan oleh cinta! Apa kamu tahu betapa dia memperlakukanku seperti anak kecil karena dia lebih tua dariku? Sebelum kamu terlambat, aku ingin memberimu nasihat. Jangan menikah hanya karena cinta! Pastikan untuk memperhitungkan keadaan juga!”

“Bukannya aku tidak pernah memikirkannya. Sebenarnya aku selalu memikirkannya. Sampai-sampai masa depan dimana kami membuat komitmen seumur hidup di hadpaan banyak orang dan hidup bersama. Keadaan yang tidak jauh berbeda. Di mana kami saling menanyakan kabar satu sama lain. Saling mengkhawatirkan satu sama lain. Dan saling memperhatikan hal-hal yang kami sukai. Tapi jika kami membahasnya, dia akan mendorongku menjauh.”

“Sebenarnya siapa pacarmu? Aku sangat penasaran,” ucap Samuel.

Terpopuler

Comments

Dewi Payang

Dewi Payang

5 iklan utk kak author

2024-10-11

0

Dewi Payang

Dewi Payang

Apa Sam menyesal menikahi isterinya?

2024-10-11

0

Dewi Payang

Dewi Payang

Mood yg udah rusak mulai pagi bisa kebawa sepanjang hari😄

2024-10-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!