Arin berniat untuk mengunjungi apartemen Liam sebelum pria itu berangkat untuk dinas.. Mereka sudah beberapa hari tidak bertemu. Setidaknya bertemu beberapa menit saja sebelum keberangkatannya. Arin sejak pagi juga sudah menyiapkan sarapan untuk Liam.
Arin langsung memasukkan kode sandi apartemen Liam, begitu dia masuk apartemen tampak sepi.
“Liam, aku datang!” Ucap Arin sambil melepaskan sepatunya.
Baru saja dia mengatupkan bibirnya suara derap langkah kaki terdengar mendekat. Bersamaan dengan Arin yang mendongak, dia melihat Liam yang tampak senang dengan kedatangannya.
“Arin!!” Liam begitu antusias. Dia merentangkan kedua tangannya seolah ingin memeluk namun langkahnya langsung terhenti membuat Arin terheran.
“Ada apa?” Tanya Arin.
“Aku ingin memelukmu. Apa boleh?”
Arin langsung tersenyum sambil berkata, “Boleh.”
Tak membiarkan Arin menunggu lama. Pria itu langsung memeluknya dengan erat. Tak hanya Liam yang menikmati pelukan itu, Arin juga menikmatinya sampai dia memejamkan matanya dan meresapi betapa dia merasa bersalah dengan prianya.
“Aku sepertinya benar-benar laki-laki yang berengsek.”
Arin langsung membuka matanya dan sedikit melonggarkan pelukannya.
“Apa maksudnya?”
“Kamu pasti kemari karena merindukanku. Aku senang kamu ada di sini tapi aku juga memikirkan hal yang tidak baik.”
Arin langsung menyipitkan matanya, berusaha untuk tidak berpikir yang aneh-aneh karena ucapan Liam. Tapi melihat betapa merahnya kuping Liam sepertinya Arin tidak salah menduga namun dia berpura-pura tidak mengerti.
“Hal yang tidak baik? Apa karena aku terlalu erat memelukmu?”
“Aku sebenarnya bukan pria yang aneh tapi aku pria yang normal, Arin.”
Arin langsung tertawa betapa lucunya saat Liam mengatakan kalimat itu dengan malu-malu. Melihat kekasihnya tertawa membuat Liam tersenyum. Pria itu kembali memeluknya.
“Kalau aku yang menjadi direktur, aku pasti juga mengangkatmu menjadi sekretarisku agar bisa terus-terusan bersamamu seharian.”
“Direktur? Kamu ingin menjadi direktur?”
“Ya, apa aku rebut saja posisi Mavendra? Tapi sayang, tolong fokusnya ke kalimatku yang aku katakan setelahnya.”
Arin langsung terjingkat dan langsung mendorong Liam saat terdengar suara ketukan pintu.
“Ish, ganggu saja.”
“Cepat buka, aku akan menyiapkan sarapanmu.”
Liam mengangguk dan membuka pintu apartemennya sementara Arin ke dapur untuk menyiapkan sarapan.
“Liam, aku datang.”
Dengan samar, Arin mendengar suara seorang wanita. Arin segera mengintip dari dapur dan betapa terkejutnya dia melihat Rena sedang berkunjung ke apartemen Liam. Arin dengan gelagapan mencari tempat bersembunyian yang aman agar Rena tak melihatnya. Arin memutuskan untuk bersembunyi di kamar Liam.
“Apa yang terjadi? Kenapa Rena ada di sini? Apakah mereka akan melakukan perjalanan dinas bersama? Jika mereka pergi bersama? Huh, jangan berpikiran macam-macam Arin toh jika mereka melakukan perjalanan dinas dan bukan berjalan-jalan.”
Arin langsung kembali menempelkan telinganya ke pintu kamar Liam agar bisa mendengar suara percakapan antara Liam dan Rena.
“Aku datang mengajakmu sarapan bersama. Aku tahu kamu belum sarapan. Kita sarapan sebelum berangkat,” ucap Rena. Wanita itu langsung masuk dan meletakkan makanan yang dia bawa ke meja.
Rena sedikit terkejut saat melihat beberapa makanan yang sudah siap di atas meja. Itu bukan makanan cepat saji melainkan makanan rumahan.
“Ah, aku pikir kamu tidak pandai memasak ternyata pandai juga ya.”
Rena mengambil sebuah sendok yang rupanya sudah disiapkan. Dia ingin mencicipi makanan Liam namun pria itu dengan sigap menghentikannya.
“Jangan menyentuh makananku!”
“Apa?”
Rena tampak terkejut.
“Aku sudah susah payah membuatnya jadi itu punyaku dan aku tidak akan membaginya.”
Liam tidak ingin membagi masakan yang khusus dibuat oleh Arin untuknya.
“Ah, iya maaf. Aku bersikap kurang sopan,” ucap Rena seakan menyesal.
...…...
Arin terus bersembunyi di dalam kamar Liam, Rena tidak menunjukkan tanda-tanda akan pergi. Justru Rena mengajak Liam agar segera berangkat ke bandara. Liam tidak punya alasan untuk memperpanjang waktu keberangkatan mereka. Dengan berat hati, Liam mengiyakan ajakan Rena.
“Aku akan mengambil koperku dulu.”
“Ya.”
Liam langsung segera masuk ke dalam kamarnya. Di sana, dia melihat Arin yang sedang duduk di tepi ranjangnya. Saat melihatnya, dia langsung mendongak dan menghampirinya.
“Arin.”
“Apa kamu akan berangkat sekarang?”
Liam mengangguk dengan lesu.
“Padahal aku ingin menghabiskan sisa waktu kita bersamamu,” ucap Liam sambil memeluk Arin erat, seolah tidak ingin berpisah dengan gadis itu. Dia pasti akan rinduk memeluk tubuh hangat gadis itu.
“Kamu harus berangkat sekarang,” ucap Arin saat mereka mendengar suara Rena yang memanggil nama Liam.
Liam tak bergeming, meskipun mereka sudah melepaskan pelukan. Liam memegang kedua tangan Arin dengan lembut. Pria itu menunduk seakan berperang dengan pikirannya sendiri.
“Ada apa?”
“Aku dengar, kamu juga akan melakukan perjalanan bisnis.”
Gadis itu terkejut saat Liam mengetahuinya. Arin sengaja tidak memberitahukan tentang perjalanan dinasnya agar Liam tidak berpikiran macam-macam.
“Aku takut kamu beralih ke pria yang tampan dan memiliki kedudukan tinggi dan hebat sebagai kekasih.”
“Liam, apa yang kamu katakan? Memang ada pria lain yang tampan dan memiliki kedudukan tinggi dan hebat selain kekasihku?”
Liam yang awalnya murung kini sudah kembali cerah.
“Tidak ada ya?”
Arin langsung menggeleng sambil tersenyum.
“Apakah kamu akan merindukanku?”
“Aku akan sangat merindukanmu.”
“I love you, Arin.”
Arin juga ingin mengatakan hal yang sama tapi setiap kali dia ingin mengucapkannya, selalu saja ada yang menghalanginya. Seperti sekarang misalhnya, ketukan di luar yang dilakukan Rena membuat Arin kesal.
“Cepatlah kembali.”
Liam mengangguk dan dengan cepat menempelkan bibirnya di atas bibir Arin lalu pria itu segera keluar dari kamarnya sebelum Rena mendobrak pintunya.
Saat suasana apartemen menjadi tenang. Arin memberanikan diri untuk keluar dari kamar Liam. Dia melihat bahwa makanan yang dia bawa kini tanpa sisa dan wadahnya di cuci dengan bersih. Setelah membereskannya Arin langsung pergi dari sana. Dia juga harus menyiapkan keperluannya untuk perjalanan dinasnya.
Arin sedikit lega karena perjalanan dinasnya, tidak hanya dengan Mavendra tapi juga dengan asisten Bagaskara. Tapi nyatanya tidak seperti yang dia kira. Dia terjebak di dalam mobil Mavendra, hanya berdua. Bagaskara secara mendadak harus mengurus urusan penting lainnya.
“Kita melakukan perjalanan dinas berdua saja?” Tanya Arin duduk kaku di samping Mavendra yang fokus menyetir.
“Kenapa? Ada masalah?”
“Tentu saja masalah,” gumam Arin.
Saat mereka sudah sampai di kantor cabang, mereka disambut oleh beberapa staf tinggi yang ada di sana.
“Selamat datang, anda berdua pasti sangat lelah setelah menempuh perjalanan jauh.”
“Ah, tidak apa-apa. Senang bisa melihat pemandangan di sepanjang perjalanan,” ucap Arin.
Arin melihat ke arah Mavendra tidak ada tanda-tanda pria itu ingin memperkenal diri.
“Senang bertemu dengan anda, saya Arin. Sekretaris dari direktur Mavendra dan beliau ada direktur Mavendra.”
“Ya, ampun anda sampai datang ke sini. Seharusnya kamu menyambut kalian dengan lebih baik lagi. Maafkan atas kecerobohan kami.”
Pertemuan mereka berjalan dengan lancar. Mereka selesai sampai sore hari. Saat mereka ingin kembali ke kota cuaca menjadi buruk dan mereka mau tidak mau harus mencari penginapan.
“Kita benar-benar akan menginap di sini?” Tanya Arin sedikit ragu.
“Memangnya ada cara lain?”
“Kenapa dia tenang sekali?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Dewi Payang
1 vote buat kak author, cemangatz💪
2024-09-30
0
Dewi Payang
Mavendra punya rencana
2024-09-30
0
Dewi Payang
Kasian juga si Liam
2024-09-30
0