Liam bekerja seperti biasa. Seolah tak pernah terjadi apa pun selama perjalanan dinas kemarin. Saat memasuki lift, dia segera menekan tombol panel namun sebelum pintu lift benar-benar tertutup. Seseorang tengah menekan tombol terbuka dari luar lift. Pintu lift pun terbuka kembali.
Liam sedikit terkejut saat sosok wanita masuk ke dalam lift. Sosok itu juga tampak terkejut dan suasana menjadi canggung.
“Kamu datang pagi-pagi sekali ya, Rena.”
“Selamat pagi, asisten manajer Liam.” Rena menyapa dengan senyum cerah.
Saat pintu lift tertutup, suasana menjadi canggung kembali. Rena mencoba melirik Liam. Wanita itu mencoba untuk menarik kembali perhatian Liam.
“Ah benar aku penasaran. Kenapa kalian merahasiakan hubungan kalian?”
Liam langsung menoleh ke arah Rena dan menatapnya dengan tidak suka.
“Ah maaf, jika pertanyaanku menyinggungmu. Aku hanya penasaran.”
“Itu kesepakatan bersama. Kami tidak ingin membuat kegaduhan di kantor.”
“Jadi apa kalian berencana untuk menikah?”
“Kenapa kamu menanyakan soal itu? Kamu juga hanya penasaran?”
“Ya,” ucap Rena menyelipkan anak rambutnya.
“Kami berencana untuk menikah.”
“Kalian tampak serasi. Aku jadi iri. Oh iya, kamu penggemar anime Naruto, kan”
“Ya, bagaimana kamu tahu? Padahal aku diam-diam menontonnya sebentar.”
“Saat kita melakukan perjalanan bisnis, aku tidak sengaja melihatmu menontonnya. Aku juga penggemarnya, loh. Apa kamu sudah membeli nendoroid serial terbaru naruto?”
Liam langsung terdiam dan membayangkan wajah Arin saat dia melarang membeli nendoroid.
“Tidak, aku hanya menontonnya. Tidak sampai mengoleksi barang-barang.”
“Belilah, nendoroidnya edisi terbatas. Aku punya voucher untuk mendapatkan diskon. Lumayan loh bisa sampai setengah harga.”
“Oh ya? Sepertinya kamu menyukai anime.”
“Ya, selain naruto, aku juga mengikuti windbreker. Saat berkemah, aku biasanya menonton anime.”
“Berkemah? Apa ada tempat yang bisa kamu rekomendasikan?”
“Rekomendasi ya? Akhir pekan ini, aku habis glamping C yang ada di provinsi X. Aku sangat menyukainya dan aku bisa merekomendasikannya.”
“Aku selalu ingin pergi ke sama. Bagaimana tempatnya? Aku dengar sangat sulit untuk membuat reservasi di sana?”
“Di sana memang seru setara dengan kepopulerennya jadi tidak heran banyak orang-orang ke sana. Aku ada kenalan di sana. Aku bisa mengenalkannya padamu jadi tidak akan terlalu sulit untuk membuat reservasi.”
Liam menatap Rena dan pada titik tertentu seolah dia mengharapkan bahwa Arin juga bisa seperti Rena yang menyukai anime dan juga suka berkemah.
...…...
“Hoam…” Arin menguap disertai gerakan badan berusaha merenggangkan otot-ototnya.
Hari senin adalah hari paling keramat dalam hidupnya. Apalagi, dia akan bertemu dengan bosnya, Mavendra. Salah satu faktor yang tidak dia sukai saat bekerja namun sayangnya dia harus bekerja demi menyambung hidupnya.
“Hai babe!” Sapa seorang wanita yang baru saja masuk lift langsung merangkul tubuh Arin.
“Naura! Apa yang kamu lakukan di sini?” Tanya Arin.
“Tentu saja bekerja. Aku baru saja melamar di sini dan aku diterima. Kita akan menjadi teman sekantor, bukankah itu terdengar keren.”
“Kenapa kamu tidak bilang sebelumnya?”
“Kejutan!!!”
“Omo! Aku terkejut,” ucap Arin berpura-pura terkejut.
Mereka berdua langsung tertawa. Tawa Naura langsung terhenti saat mendapatkan sosok pria yang tengah berdiri di depan lift. Naura seakan terpesona dengan mahkluk Tuhan yang paling seksi. Pria itu begitu tampan, manik matanya penuh dengan sorotan tajam yang memabukkan siapa saja yang melihatnya. Alisnya tebal, bibirnya yang tipis dan bewarna alami.
Posturnya yang tinggi dengan dada yang bidang dengan otot-otot yang tercetak jelas dari balik kemejanya membuat Naura ingin datang untuk memeluknya. Belum cukup Naura senang dengan fantasinya, sebuah suara membuyarkan fantasinya.
“Direktur tidak masuk? Apa jangan-jangan takut diterkam singa betina yang ada di samping saya?” Arin memcingkan matanya menatap Naura yang sedang menatapnya juga melemparkan sebuah senyuman.
Mavendra langsung berdehem dan masuk ke dalam lift. Dia berdiri tepat di samping Arin. Sampai pada akhirnya Naura harus sedih dengan perpisahan mereka. Naura harus keluar lift menuju meja kubikelnya. Saat hanya ada mereka berdua di dalam lift, baru Mavendra mengeluarkan suaranya.
“Sudah sarapan?”
“Sudah.”
“Nanti makan siang bersama. Nggak ada penolakan.”
Arin langsung menatap punggung Mavendra yang berlalu pergi begitu pintu lift terbuka. Dengan cemberut, Arin juga keluar dari lift dan mengekor pada pria itu.
...…...
“Maaf telat, kerjaan aku menumpuk .”Arin mengambil duduk di samping Naura.
Naura menatap rambut Arin yang sedikit berantakkan. Matanya sedikit menyipit.
“Sepertinya pekerjaanmu sangat berat.”
Senyum kecut menghiasi wajah Arin. Sayangnya, perkataan Naura benar.
“Aku sudah memesakan matcha kesukaanmu.”
Arin langsung mengambil minuman yang Naura pesan. Arin meminumnya sampai setengah. Sementara Naura sedang berperang dengan pikirannya. Ingatannya mengenai Rena dan juga Liam tadi tak mau hilang dari kepalanya. Bagaimana pun rasa pensaran adalah sifat alamiah manusia.
“Kamu kenal dengan Rena?”
Arin mengangguk menjawab pertanyaan Naura. Arin memegang garpu dengan erat, menancapkannya pada satu slice kue tiramisu yang dipesan Naura.
“Aku tidak menyukai Rena.”
“Kenapa? Dia menindasmu di kantor?” Tanya Arin.
“Tidak, dia tidak menindasku. Tapi aku tidak menyukai tingkahnya yang aneh. Aku tidak suka menjelaskannya tapi aku tidak suka dengan kepribadian yang seperti itu.”
Arin menggelengkan kepala seolah tak mengerti dengan pemikiran Naura. “Kamu hanya tidak menyukainya.”
“Dia mempunyai aura ani-ani.”
Arin langsung mendelik, Naura memang mempunyai karakter yang ceplas-ceplos. Tapi terkadang dia tidak tahu tempat saja.
........
Keringat membasahi dahi Liam saat kaki pada akhirnya bisa menggatung di kursi. Pekerjaan hari ini memang sangat melelahkan. Dia harus mencocokkan barang yang ada di file dengan di gudang.
“Wah, aku merasa seperti habis pergi ke 20 tempat klien. Eh?”
Liam terheran karena di mejanya terdapat segelas kopi. Pria itu terus menatap kopi itu dan detik berikutnya menatap tempat sekelilingnya. Suasana tampak kondusif. Semua orang fokus dengan pekerjaannya masing-masing. Tidak ada orang yang mencurigakan.
Liam menghela napas dan memegang kopi tersebut dan meneliti merk yang tetera. Kopi yang dibeli dari kafe favoritnya.
“Sam.”
“Ya?”
“Kamu tahu siapa yang meletakkan kopi di sini?” Tanya Liam
“Aku tidak tahu. Aku juga baru masuk.”
“Mungkin kamu lupa kalau sudah membelinya. Kadang aku juga lupa kalau sudah beli kopi.”
“Tidak seperti itu. Aku yakin tidak membeli kopi ini,” ucap Sam lalu bergegas menuju mejanya.
Dari meja seberang seorang wanita melirik dari meja kubikelnya. Wanita itu langsung menunduk begitu Liam mengarah padanya. Liam langsung meletakkannya kembali kopi tersebut.
“Apa yang harus aku lakukan dengan kopi ini? Ini masih baru jadi sayang kalau dibuang. Ini juga masih hangat. Ini bukan dari Arin kan? Arin pasti mengirim pesan jika memberikan kopi ini. Apa aku buang saja?”
“Kamu tidak boleh membuangnya.”
Liam langsung mendongak dan langsung melihat Rena di depannya.
“Itu rasa terima kasihku. Kalau kali ini kamu membuang pemberianku lagi. Aku rasa, aku akan benar-benar kecewa. Aku membeli kopi itu di kafe langgananmu. Jangan khawatir dan minumlah.”
“Ah, iya. Terima kasih.”
Rena langsung tersenyum dan pergi ke mejanya lagi. Sementara Liam masih ragu untuk meminumnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Dewi Payang
5🌹buat kak author
2024-10-09
0
Dewi Payang
Paling si Rena yg kasih kopi
2024-10-09
0
Dewi Payang
Ceplas cwploa tapi bener
2024-10-09
0