Arin tidak tahu apa yang harus dipikirkannya atau apa yang sedang terjadi atau apa yang dia lakukan ke depannya. Dia berangkat ke kantor seperti biasa namun meja kubikelnya ada yang menempati. Saat dia bertanya pada rekan kerjanya, ternyata dia dipindahtugaskan menjadi sekretaris Mavendra.
Arin dengan lesu dan lunglai menuju ke kantor Mavendra. Barang-barangnya semuanya ternyata sudah dipindahkah di sana.
“Dia memindahkanku tanpa sepengetahuanku. Lalun aku akan melakukan pekerjaan yang tidak aku sukai dan pada akhirnya aku akan sadar diri dan mengundurkan diri secara sukarela. Ini mungkin skenario yang dibuatnya.”
“Arin!!!”
Arin langsung mendongakkan kepalanya dan bertemu dengan Rena. Rena langsung tersenyum dan mengalungkan kedua tangannya ke lengan Arin.
“Aku dengar kamu akan dipindahkan ke ruangan pak direktur sebagai sekretaris. Aku merasa sedih.. Sedih, karena kamu tidak berada di tim kami. Tapi bukan hanya kamu saja yang dipindahkan, aku dan Liam juga ditunjuk pak direktur sebagai tim khusus.”
“Apa? Kamu dan Liam?” Arin tampak terkejut.
“Kenapa ekspresimu sangat terkejut?”
“Tidak! Aku hanya…”
“Sudahlah! Kamu seharusnya cepat bergegas. Kamu kan tahu, pak direktur benci orang yang telat. Arin, semoga harimu menyenangkan.”
Rena malambaikan tangannya dengan ekspresi yang cerah. Dibandingkan dengan kata-katanya yang tadi dia tidak terbilang sedih malahan tampak begitu senang dan antusias.
Mavendra sengaja membentuk tim yang diketuai oleh Liam dan Rena. Hubungan mereka akan hancur dengan sendirinya jika ada orang ketiga diantara mereka. Mavendra sudah menyiapkan ini dengan matang.
Arin saat ini sudah berada di lantai paling atas yang ada di perusahaannya. Dia sambut dengan senang oleh Asisten Mavendra yaitu Baskara.
“Apa kamu gugup?” Tanya Baskara begitu melihat ekpresi Arin.
“Ya, sedikit.”
“Sekretaris Arin, kamu tidak perlu merasa gugup ataupun takut. Direktur Mavendra bukanlah orang yang berhati dingin. Walaupun penampilannya begitu, beliau sebenarnya berhati lembut dan sangat baik hati.”
“Ah, aku berterima kasih karena pak Baskara sudah berusaha untuk menghiburku tapi sepertinya pak direktur tidak begitu padaku.”
“Hehehe memang pak direktur love language nya word of affirmation alias suka marah-marah.”
Arin yang mendengar ucapan Baskara sempat tekejut namun detik berikutnya mereka langsung tertawa cekikikan. Tawa mereka segera reda begitu suara Mavendra terdengar dari dalam kantor. Buru-buru Baskara menyuruh Arin untuk segera menemui direkturnya.
Arin berhenti di depan pintu untuk menenangkan dirinya. Dia butuh waktu agar segala ketegangan di seluruh tubuhnya bisa sedikit teratasi. Tapi belum dia mengambil napas panjang yang kedua, Baskara membuka pintu tersebut dan mendorong pelan Arin agar segera masuk.
Arin melotot begitu dengan cepat begitu pintu itu berakhir ditutup dengan keras. Arin tidak mengerti bagaimana dia bisa berkahir dengan posisi dia menempel di pintu dan Mavendra ada di depannya. Menahan tubuhnya membuatna tidak bisa berkutik.
“Lepaskan aku!”
“Tidak akan. Hentikan rontaanmu atau kamu ingin semua orang yang ada di kantor ini tahu apa yang terjadi. kamu ingin membuat mereka mulai membicarakan hubungan kita?”
“Aku tidak peduli. Lepaskan aku sekarang atau aku akan berteriak!”
“Lakukanlah, jika kamu berani.”
Arin tidak mengancam. Dia sungguh akan melakukannya. Dia membuka mulut dan siap berteriak namun tidak ada suara yang keluar karena bibir Mavendra sudah membungkam mulutnya. Arin meronta. Berusaha melepaskan diri tapi Mavendra menciumnya. Seolah pria itu memberikan seluruh perasaannya padanya.
Satu tangan Mavendra ada di rahang Arin, membelai dengan lembut. Memberikan sensasi sentuhan yang sangat lembut dan manis. Tangan yang satunya mendekap pinggang Arin tanpa ada celah. Pria itu hanya ingin tahu bahwa dirinya begitu merindukannya.
Saat Mavendra lengah dan terbuai dengan perasaannya sendiri. Arin mendorongnya. Mavendra terpaksa menghentikan kegiatannya namun tidak berusaha menjauh. Kedua tangannya ada di sisi tubuh Arin. Mengurungnya dengan tatapan yang begitu dalam padanya.
Pria itu dengan cepat memeluknya. Mendekap dengan kuat hingga Arin tidak bisa berkutik.
“Apa yang kamu lakukan?”
“Aku merindukanmu,” bisik Mavendra.
“Apa kamu sedang bercanda? Apa tujuanmu sebenarnya? Membuatku menjadi sekretarismu dan bahkan membuat Liam menjadi tim khusus untuk pemasaran luar negeri.”
“Aku tidak akan bercanda lagi padamu, Arin. KAu tidak suka bercanda dengan masalah apa yang aku rasakan. Kamu adalah alasanku.”
“Apa maksudmu?”
“Aku tidak senang melihatmu bersama pria lain. Apalagi dengan Liam,” ungkap Mavendra tanpa menahan dirinya lagi. Arin harus tahu sehebat apa gadis itu telah mengubahnya sejak dia ditinggalkan.
“Tidak ada urusannya denganmu. Kamu hanya kakak dari pacarku.”
“Akan menjadi urusanku mulai sekarang karena aku adalah pria yang akan kamu cintai dan pada akhirnya kita akan bersama.”
Arin ternganga. “Kamu kehabisan obat? Tidak ada akhir untuk kita.”
“Aku yang akan memutuskannya, Arin.”
Arin menarik dirinya dengan kesal. “Kamu sudah tidak waras.”
“Kamu tidak yakin denganku?” Tanya Mavendra dengan tersinggung.
“Tidak ada yang bisa diyakini.”
“Aku akan memilikimu. Itu yang akan terjadi.”
...…...
Gadis itu sudah duduk di kursinya dan menatap layar laptop yang belum menyala. Sungguh dia tidak berminat untuk menyalakannya. Mavendralah yang membuat malas. Tapi melihat Bagaskara yang ada di mejanya bekerja dengan semangat, mau tak mau dia harus bertanggung jawab dengan pekerjaannya meskipun terpaksa.
Dia harus bekerja agar bisa mengalihkan pikirannya.
“Maaf, pak Bagaskara apa yang bisa aku bantu?”
“Oh, bu Arin hanya duduk di sana saja. Nanti jika pak Direktur memanggil, bu Arin harus segera datang.”
“Apa?”
“Ah benar, aku sudah mengirim jadwal pak direktur. Bu Arin hanya harus mengingatkan pada pak Direktur.”
Dan jadwal Mavendra hari ini adalah kosong. Tidak ada rapat akan dihadirinya. Arin hanya duduk-duduk saja. Dari pukul delapan sampai sembilan malam. Arin sudah meminta tugas pada Bagaskara namun pria itu gigih untuk meminta Arin hanya duduk-duduks saja.
“Bahkan, pak Bagaskara tidak mau membagi pekerjaannya denganku. Ini adalah waktu yang cukup lama untuk melakukan apa saja. Aku tidak boleh menyia-nyiakan waktu.”
...…...
Setelah mendapatkan kabar bahwa Arin dipindahtugaskan. Segera Liam menemui kakaknya. Pria itu tergesa-gesa untuk mendapatkan alasan yang logis dari kakaknya. Bahkan Liam berlalu begitu saja setelah melihat Arin di mejanya.
Ya, Liam sedikit marah dengannya karena Arin tidak memberitahukannya sendiri. Dia mendapatkan kabar dari orang lain.
“Kakak!”
“Akhirnya kita bertemu,” ucap Mavendra santai.
“Ada apa? Aku mendengar kamu tidak mau bekerja.”
“Sebenarnya apa alasanmu memindahkan Arin? Apa kamu memegang kelemahannya? Aku rasa menjadikannya sekretarismu itu berlebihan.”
“Alasan? Bukankah kamu sudah tahu. Aku sudah memeriksa semuanya beberapa hari ini, kakek juga. Dia adalah orang yang berbakat. Jika kamu masih protes. Protes saja dengan kakek.” Mavendra mengambil teh di hadapannya dengan menyeruputnya dengan elegan seolah mengejek Liam yang tidak bisa berbuat apa-apa.
Dahi Liam langsung mengernyit. “Mavendra, dasar bajingan licik!”
“Tidak akan jadi masalah jika dia bekerja menjadi sekretarisku. Apa kamu mencemaskannya?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Dewi Payang
5🌹buat kak Author🫰
2024-09-15
0
Dewi Payang
Maksaaaaaaaaaa
2024-09-15
0
Dewi Payang
Aku juga lesu klo jadi Arin, serem🥹🥹🥺
2024-09-15
0