Bab 12

Mavendra duduk di kursi dengan tangan bersedekap di dada dan mata yang menghujam lembut ke arah ubuh yang terbungkus selimut. Gadis itu masih terlelap dalam tidurnya. Bahkan matahari telah terbit namun dia tidak juga terganggu akan hal itu. Membuat Mavendra tidak rela untuk membangunkannya.

Arin bergerak tanpa sadar lalu kemudian kerutan di dahinya yang tampak terganggu terlihat. Bulu matanya bergetar untuk sesaat lalu kelopak matanya bergerak dengan perlahan dan Mavendra tahu sebentar lagi sosok itu akan terbangun. Mereka akan mulai berdebat, itulah yang ada di pikiran Mavendra.

Arin tentu saja akan marah dengannya dan Mavendra sudah siap dengan itu.

Arin membuka mayanya. Melihat langit-langit kamar dan sadar di mana dia berada. Dia telah melakukan kesalahan untuk kedua kalinya, itu menjadi buah pikiran yang paling menganggunya. Dia bergerak bangun. Melihat selimut yang membungkus tubuhnya kemudian pria yang ada di samping ranjang tengah duduk menatap padanya. Seolah tengah menunggu reaksinya.

“Good morning,” ucap Mavendra. Pria itu mendekat. Lebih dekat hingga Arin harus mundur.

“Jangan mendekat!” Arin memberikan jarak yang lebih jauh lagi.

“Kamu tidak ingin aku berada di dekatmu?” Tanya Mavendra dengan tersinggung.

“Ya,” jawab Arin tegas,

“Arin! Kamu!”

Mavendra segera berdiri, bergerak mondar-mandir di sana dengan tidak tenang.

“Kamu marah denganku?”

“Bagaimana aku berani marah dengan atasanku? Meskipun kamu terus menyerang, aku hanya bisa menerima.”

“Ya, itulah yang harusnya bawahan lakukan.”

Arin meraih bajunya yang sudah terlipat rapi di sampingnya. Setelah memakai pakaiannya dia turun dari ranjang.

“Kamu ingin ke mana?” Tanya Mavendra memberikan tekanan ppada suaranya agar segera dijawab.

“Tentu saja kembali. Tugasku sudah selesai.”

Segera Mavendra memegang tangan Arin. Mendongakkan wajah Arin untuk menatapnya.

“Apa yang akan tejadi dengan hubungan kita kalau kamu tidak terus menerus menolak?”

“Aku tahu sebenarnya kamu orang baik. Tapi caramu salah. Aku sudah bilang, aku menyukai saudaramu dan kami sedang menjalin hubungan sekarang.”

“Kamu kira aku akan percaya. Hubungan kalian bahkan sudah mulai renggang. Ah menyukai saudaraku ya? Yang saat ini sedang melakukan perjalanan bisnis dengan rekan wanitanya.. Ah aku memang sengaja membuatnya sangat sibuk agar dia tidak punya waktu lagi untuk berkencan saking sibuknya.”

“Aku tahu saat ini yang kamu sukai bukan pria itu.”

Arin tidak bisa menyangkalnya. Pria itu benar adanya. Saat ini dalam pikirannya bukanlah Liam melainkan Mavendra. Entah setan apa yang merasuki Arin, sepertinya dia sudah tertular virus yang ditanamkan Mavendra pada dirinya. Entah sejak kapan, ada titik noda dalam hatinya,

“Kamu salah besar!”

Kedua tangan itu bertaut dengan senyum menyeringai. Dia kembali memenjerakan Arin dalam dekapannya,

“Akan kuberikan semuanya jadi datanglah padaku. Wanitaku,milikku, cintaku. Tidak peduli apa pun namanya akan kuberikan seluruh hidupku sebagai bayaran memilikimu. Aku akan membuatmu tidak berpaling walau hanya satu inci.”

...…...

Tanpa sepengatahuan Liam, Arin berniat untuk menjemput Liam. Dia merasa bersalah sudah mengkhianatinya. Dia akan memberitahukan Liam apa yang sebenarnya terjadi diantara dirinya dan Mavendra. Arin sudah menyiapkan hati dengan semua konsekensi yang akan dia hadapi setelahnya.

“Liam, sebelum berpisah ada yang ingin aku katakan.”

“Kamu bisa mengatakannya lain kali,” ucap Liam sambil terus menerus melihat ke arah ponselnya. Lalu mengedarkan pandangannya. Berharap melihat sosok yang dia rindukan.

Rena ragu untuk mengatakannya tapi dia tidak punya pilihan. “Untuk kejadian kemarin malam…”

“Rena aku pergi duluan ya!”

Rena tampak terkejut saat Liam benar-benar mengabaikannya. Dia melihat punggung itu pergi tanpa mengatakan apa-apa. Dia langsung menunduk dan mengepalkan tangannya. Dia berniat untuk merebut Liam dari Arin. Dia sudah melakukan bersamanya. Melewatkan malam yang penuh indah. Dengan tekad itu, Rena mampu mengambil langkahnya dengan percaya diri. Besok, dia akan merencanakan semuanya.

“Liam!!!” Seru Arin saat melihat Liam berjalan sendirian. Dia melambaikan tangannya. Senyuman membingkai wajahnya yang cantik.

Liam segera menarik kopernya dan berjalan mendekat ke arah gadis itu. Dia tidak bisa menahan dirinya. Melepaskan kopernya lalu tangannya berganti meraih pinggang si gadis dan memeluknya. Mengangkatnya lalu memutarnya.

Banyak pasang mata yang melihat ke arah mereka dan memperkirakan kalau mereka adalah pasangan romantis.

“Aku merindukanmu.”

Arin tak menjawab. Dia masih memegang pinggang Liam dan memuaskan dirinya untuk memeluknya,

Di sisi lain, sosok pria tengah memberikan tatapan penuh peringatan pada Liam. Dia ingin segera meraih tangan Arin dan membawanya berdiri di sampingnya. Mavendra langsung mendengus.

“Seharusya dia tidak di sini sehingga aku bisa melakukan rencanaku. Ternyata ini berjalan lebih sulit dari yang aku bayangkan.” Mavendra langsung pergi begitu saja.

...…...

“Aku sudah masak makanan kesukaanmu. Akan aku hangatkan kembali. Kamu mandi dulu.”

Liam tersenyum lalu mendaratkan sebuah kecupan di sana sebelum dia pergi ke kamar mandi. Saat Arin menyajikan makanannya. Dia melihat ponsel Liam yang tergelatak di meja. Benda persegi panjang itu berkelip menandakan ada sebuah pesan yang masuk.

“Ada apa?” Tanya Liam yang melihat Arin menatap ponselnya.

Arin langsung menoleh dan terkejut melihat Liam yang hanya mengenakan handuk mandi untuk menutupu tubuh bagian bawah.

“Akh!! Liam, kenapa tidak pakai bajumu?”

“Aku ingin memamerkan otot perutku.”

“Pakai bajumu sebelum aku berteriak lebih kencang,” ucap Arin dengan kesal.

“Baiklah-baiklah.”

Arin langsung merenggut dan kembali menatap ponsel Liam yang lagi-lagi berkelip.

“Ada pesan yang masuk?”

“Dari siapa?” Tanya Liam.

“Aku tidak tahu.”

“Lihatlah siapa tahu penting.”

Arin langsung mengambil ponsel Liam dan membukanya.

“Rena. Ini pesan dari Rena. Dia bilang terima kasih sudah meminjamkan jaketmu. Dia lupa untuk mengembalikannya.”

Ada jeda waktu sebelum Liam menjawab, “Oh balaslah.”

Arin sedikit mengerutkan keningnya begitu mendengar ucapan Liam dengan nada berbeda. Pria itu terlihat tidak ingin berurusan.

“Aku tidak mau,” ucap Arin namun gadis itu tetap membelas pesan tersebut. Dia juga bahkan melihat foto profil Rena.

“Kamu lihat sampai segitunya?”

Suara bisik dari belakangnya membuat Arin menoleh. Rupanya Liam sudah berada di belakangnya.

“Badannya bagus banget. Aku jadi iri. Apa aku juga akan jadi seperti ini kalau menambah beratku.”

“Sepertinya tidak akan bisa walaupun kamu juga menambah tinggi badanmu.”

“Sepertinya kamu dalam posisi tidak untuk mengomel. Lepaskan tanganmu dari pinggangku sekarang!”

“Kamu marah ya? Maaf.”

“Lepaskan. Habis makan malam, kamu segera pulang.”

“Arin! Maafkan aku, ok. Kamu cantik dengan badan dan tinggimu yang seperti ini. Kamu sangat menggemaskan seperti anak ayam.”

“Liam!!”

Liam langsung meredam kemarahan Arin dengan menciumnya sekilas.

“Sekarang kamu tidak marah kan? Kita baru saja bertemu. Huh?”

Arin langsung menghela napas panjang. Sepertinya tidak ada gunanya mendebatkan hal yang sepele.

“Duduklah.”

Liam langsung tersenyum cerah. “Aku mencintaimu, Arin.”

Terpopuler

Comments

Lee

Lee

Gmana ya sma² salah lbih baik ptus aja..

2024-08-15

0

Quenby Unna

Quenby Unna

5 iklan buatmu

2024-08-05

0

Quenby Unna

Quenby Unna

kyak ada mnis2nya

2024-08-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!