Crazy In Love
Arin Louery sudah berdandan dengan cantik. Malam ini, dia akan hadir di pesta tahunan Maximillian departemen store. Dengan bantuan tangan sahabatnya, Naura yang bekerja tanpa henti kini tampilan Arin benar-benar memukau.
“Seperti bukan diriku.”
“Jangan bercanda, aku tidak melakukan apa selain menggunakan make up untuk mempertajam wajahmu yang memang sudah terlahir cantik. Kamu hanya terlalu polos. Pasti Liam akan memujamu.”
Mata mereka bertemu di cermin dan Naura mengangguk untuk menyakinnya.
...***...
Arin tiba di pesta dengan diantar oleh Naura . Pesta tersebut diadakan di mansion keluarga Maximillian yang megah dan mewah dan sejenak Arin merasakan desakan untuk meminta sahabatnya memutar mobil dan pulang.
Segera turun, kamu sudah sampai.”
Arin menarik napas dalam dan menghembuskannya pelan.
“Bagaimana caranya nanti aku pulang?”
Naura berdecak pelan. “Kamu kan sudah punya pacar. Suruh dia yang mengantarkanmu pulang.”
“Apa kamu sudah gila? Ini acara kantor, bagaimana jika kami ketahuan pacaran?”
“Aku tidak mengerti, kenapa kalian menyembunyikan hubungan kalian? Apakah perusahaan Maximillian melarang pegawainya untuk berpacaran?”
“Naura!!”
“Baiklah, telepon aku. Aku akan memberimu tumpangan pulang nanti.”
“Oke.”
Saat Arin ingin membuka pintu mobil, namun butuh beberapa detik untuk berpikir keluar.
“Cepat turun, aku ingin segera pulang. Telepon saja jika nanti butuh.”
Setengah mencibir, Arin pun turun.
Mansion Maximillian memiliki ballroom yang mewah dan megah. Didesain khusu untuk acara-acara pesta besar seperti ini. Arin sudah pernah menghadiri acara-acara besar seperti tahun lalu dan kenangannya sama sekali berkesan. Di pesta ini, seseorang menyatakan cintanya.
Arin menarik napas dalam saat tiba-tiba perasaan rendah diri dan juga perasaan tak yakin bersama seribu satu perasaan negatif menyerbu pikirannya. Dia melihat para wanita dengan dandanan terbaik mereka .
Gugup dia langsung mengepalkan tangannya.
“Arin.”
Arin langsung menolehkan kepalanya dan mendapati gadis cantik dengan gaun bewarna navy yang tengah berdiri bersama seorang pria yang dia kenal.
“Rena?” Tebak Arin.
“Wah kamu tampak sangat cantik dengan gaun itu. Liam sampai tidak menyadari jika itu kamu.”
Arin langsung menatap Liam yang terlihat malu.
Mereka pun berjalan ke arah meja panjang dan mengambil sampanye. Rena melihat direktur baru di seberang ruangan dengan pakaian tampak memukau dan berbeda dari yang lainnya.
“Liam, kamu pasti senang, ya. Kalau kakakmu jadi direktur, pasti karirmu akann berjalan dengan mulus.”
“Kamu tidak tahu kakakku seperti apa? Dia bukan orang seperti itu.”
“Aku ke toilet dulu.”
Arin pun pergi ke toilet untuk memperbaiki riasannya. Saat dirasa sudah baik, dia langsung keluar namun baru saja dia mendapatkan langkah pertama, seseorang tengah menariknya dalam pelukannya.
“Akhirnya aku bisa memelukmu. Aku sudah menahan diri sejak tadi.”
Arin yang awalnya terkejut langsung bisa bernapas dengan lega. Dia pun membalas pelukan tersebut dan beberapa detik baru tersadar jika dia masih berada di dalam pesta dimana ada benyak orang-orang kantor di sekitar.
“Liam, lepaskan aku! Bagaimana jika orang-orang kantor tahu?” Arin langsung melepaskan pelukannya dan mendorong Liam menjauh.
Arin langsung meninggalkan Liam yang masih terbengong.
“Arin!”
Saat ini Arin sudah berada di tengah-tengah orang kantor sambil menikmati makanan yang sudah disajikan.
“Kamu bilang dulu pak direktur pacaran dengan rekan kantor?”
“Katanya 2-3 tahun yang lalu mereka terkenal sebagai pasangan yang menawan. Aku dengar mereka bahkan pernah membicarakan tenteng pernikahan,”
“Bagaimanapun, sekarang beliau jomblo kan?” Tanya Rena.
“Rena, apakah kamu tertarik dengan pak direktur?”
“Beliau terlihat seperti seorang idol, selain itu beliau juga sangan berkompeten dalam bekerja dan punya banyak uang! Aku sudah menjadikan pak direktur target lalu apakah di sini ada orang yang tidak tertarik dengan pak direktur? Bukan seperti itu Arin?”
Saat Arin ingin menjawab, Liam sudah duduk di sampingnya dan menatapnya dengan intens. Pria itu sedang mengawasinya.
“Bagaimana ya? Aku tidak pernah memikirkannya.”
“Wah apakah benar? Tidak ada rahasia di antara rekan kerja. Kami akan merahasiakan semua pembicaraan di tempat ini, jadi beritahu kami. Apakah kamu menyukai pak direktur?” Tanya Liam yang seolah menggodanya.
“Tidak, aku tidak tahu bagaimana bisa aku tahu. Aku sendiri tidak pernah bertegur sapa dengannya.”
“Tapi bukankah setidaknya kamu memiliki kesan yang baik padanya. Pak direktur kan sangat tampan,” ucap Rena.
Arin merasa kalang kabut, dia merasa seolah diintimidasi oleh banyak pasang mata. Wanita itu lantas menghela napas dan mengambil segelas sampanye dan menandaskannya.
“Tampan saja tidak cukup untuk menilai seseorang,” ucapnya saat cairan itu melewati kerongkongannya.
...…...
Arin bangun saat subuh baru mulai menjelang. Dia butuh sesaat sebelum kembali pada kesadaran bahwa dia berada di kamar orang lain. Degub jantung Arin seolah memompa dengan kencang. Kepalanya berdenyut dan tangannya berkeringan dingin.
Arin menoleh dan mendapatkan seorang pria tengah berbaring di sampingnya. Arin langsung menutup mulutnya agar suara keterkejutannya teredam. Arin menelisik pria tersebut dan damn, pria itu adalah direkturnya, Mavendra Maxmillian yang berarti dia adalah kakak dari Liam.
Arin langsung menelisik dirinya sendiri, dia sedikit bisa bernapas lega saat pakaiannya berada di tempatnya. Dengan pelan Arin melepaskan lengan yang melingkari tubuhnya dan pelan-pelan juga bergeser lalu turun dari ranjang.
Gerakannya sangat berhati-hati karena dia tak ingin membangunkan pria di sampingnya. Dia tidak meninggalkan jejak apapun di sana. Setelahnya, dia meraup tas dan sepatu lalu pelan-pelan keluar kamar. Di lorong, Arin dengan cepat bergerak turun ke lantai bawah dan menuju keluar.
...…...
Sambil mendesah pelan, Arin masuk ke dalam apartemennya. Sepanjang perjalanan pulang di dalam taksi, pikirannya hanya berfokus pada satu hal, dia terus menerus mengulang apa yang terjadi tadi malam dan terus teradang dia masih bingung dengan situasi yang dihadapinnya. Gadis itu berusaha mengatakan kalau segalanya tidak akan buruk. Semuanya akan baik-baik saja. Itu hanya sebuah kesalahan fatal dan tidak akan membuat Mavendra mengubah segalanya hal di dalam dirinya.
Mereka akan tetap menjadi atasan dan bawahan dan hanya sebatas terikat kerja.
Dia kembali mendesah lalu melemparkan diri ke atas ranjang. Tasnya mengenai tangan dan Arin langsung membuka lalu mengambil ponselnya dari dalam.
Ada pesan dari Naura dan beberapa sebagian pesan dari Liam. Pria itu pasti kebingungan mencarinya. Arin berpikir sejenak sebelum membalas pesan dari Liam. Cukup berpikira lama, pada akhirnya Arin menyerah dan lebih memilih membersihkan tubuhnya dari segala noda.
Saat Arin mengeringkan rambutnya, dia baru sadar dari pantulan cermin dia melihat salah satu antingnya menghilang.
“Huh? Apakah aku menjatuhkannya Tapi dimana?”
Suara ketukan di pintu membuat Arin terperanjat. Setelah merasa telah siap bertemu dengan siapapun pengeruk itu, Arin membuka pintunya dan melihat Liam di sana.
“Aku mencarimu tadi malam.”
Liam tampak merasa lega saat bisa melihat Arin di depannya. Dia sudah kelelahan mencarinya.
“Aku tidak terlalu nyaman dengan pesta jadi aku pulang lebih dulu.”
“Siapa yang mengantar?”
Arin mencoba tidak terlihat gugup. Dia tidak bisa ketahuan berbohong sekarang. “Aku meneleon Naura untuk menjemputku.”
“Seharusya aku yang mengantarmu.”
“Maaf.”
“Kamu tidak perlu minta maaf,” ucap Liam lalu pria itu membuka kedua lengannya dengan wajah memerah seolah ingin meminta pelukannya.
Arin pun mendekat dan memeluknya.
“Bolehkan aku memelukmu dengan erat?” Tanya Liam meminta izin.
#maaf kemarin ada kesalahan up
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
🌟~Emp🌾
mampir baca sekalian kenalan sama othor nya 🤗
2024-11-01
0
Ika Dw
Ceritanya sangatlah menarik, yuk gass Thor🔥sudah mampir dan mendaratkan 2 iklan ya kak🤗
2024-07-27
1
Lee
Haduh....gmana nanti ya hbungan Arin sma Liam slnjutnya..
trus semngat y kak nulisny..💪
yg Aeris gk lnjutkh?
2024-07-05
0