"Ayo turun," pinta Cello yang sudah di depan hotel. Sepanjang perjalanan setelah makan sate Aris tampak lebih murung dan diam. Cello pasti jelas paham dan membiarkannya kali ini tidak akan mengganggu hingg mereka sampai di lobi hotel. Aris tidak kunjung kembali pada dunianya nyatanya.
"Woy, jangan sampe di sini kamu kerasukan jin ya, jangan bengong lagi. Ini udah tengah malam. Turun!" ucap Cello yang nadanya sudah naik satu oktaf.
"Huf," menghela nafas beratnya lalu keluar dari mobil. Mengikuti langkah Cello masuk ke dalam dan sudah di bereskan semuanya oleh Cello.
Cello paham jika Aris selalu menginap sendiri dalam kamarnya, tidak pernah mau berbagi. Kebiasaan itu sudah di pahami Cello dari muda.
Akhirnya keduanya berpisah masuk ke dalam kamar masing masing, Cello sendiri langsung membersihkan diri lalu pulas tertidur, lelah sudah pasti. Bekerja dan di paksa mengemudi ke Bandung.
Beda dengan Aris yang setelah membersihkan diri keluar di balkon kamar hotelnya dan menghisap rokok yang sudah ia bakar. Memandangi langit yang hitam pekat, seolah langit selalu membuatnya mengerti posisinya saat ini. Gelap gulita di dalam hati Aris.
"Semoga saja orang tuamu berbohong padaku, jika kamu tidak disini. Hatiku seakan berdebar hanya akan kerumah Mama dan Papa," ucap Aris.
Rasa yang berbeda yang di rasakan kali ini, saat dengan Laura debar debar ini tidak hadir di hatinya.
"Kembalilah Na," kembali Aris berucap dengan menatap langit malam ini.
Benar benar Aris tidak bisa tidur malam ini, setiap hari mencium dan memeluk wangi dari baju Liana tapi malam ini ia tidak membawanya. Sudah di pastikan begadang Aris dengan duduk di balkon menghisap nikotin dadi cerutu di tangannya. Habis bakar lagi terus tanpa henti, hingga jam lima Aris kembali mandi dan bersiap menuju rumah mertuanya yang jaraknya hanya lima belas menit dari hotel tempat menginapnya.
"Cello, Cel," mengetuk pintu kamarnya.
"Hem, ini masih pagi, Ar. Aku masih mengantuk. Kamu bawa saja mobil sendiri," ucap Cello yang membukakan pintu lalu memberikan kunci mobilnya.
"Mandi, sekarang! Atau aku tinggalkan disini!" ancam Aris sudah mode arogan kembali.
"Ck! Menyebalkan! Ini masih jam 5 Ar, jam delapan ya," pinta Cello.
"Mau atau tinggal!" kembali ancaman Aris.
"Tunggu!" ucap Cello yang akhirnya masuk ke dalam kamar mandi.
Bukan apa apa jika Aris sendiri kesana dan bisa mengamuk yang ternyata tidak ada istri dan anaknya. Mertuanya bisa kelimpungan dan bingung melihat Aris nantinya.
"Susah menjaga anak besar itu," keluhnya di dalam kamar mandi.
Setengah jam kemudian sudah berada di dalam halaman rumah mertuanya. Aris masih tidak bergerak dari dalam mobilnya. Seakan ada ketakutan dan keraguan bercampur bersamaan.
"Ayo keluar! Udah sampe malah bengong!" kesal Cello.
Sengaja Cello lakukan hal itu, walau terlihat jelas mata panda di wajah sepupunya itu. Namun memilih pura pura tidak melihat hal itu.
"Oke," jawab Aris yang mengatur nafasnya.
Tok!
Tok!
"Assalamualaikum," ucap Aris.
Tidak lama kemudian tidak lama pembantunya membuka pintu dan mempersilahkan Aris dan Cello di kenalnya untuk duduk di sofa.
"Aris," sapa Nabila.
"Ma, Pa," Aris salim pada keduanya bergantian.
"Om, Tan," sapa Cello yang ikut salim pada keduanya.
"Ada apa kalian kesini tumben, apalagi pagi pagi sekali? Apa ada meeting di sekitar sini, Ar. Apakah kalian tidak membawa anak dan istrimu?" Tanya Nabila dengan memborong pertanyaan.
Deg!
Apa! Mereka tidak disini. Wajah Mama terlihat jelas jujur, menanyakan mereka. Lalu mereka dimana? Batin Aris.
"Iya, Ma. Ada meeting disini, nanti akan aku bawa jika kesini berlibur. Ini hanya meeting di siang hari ini. Makanya aku mampir kesini dan sekalian menengok Mama dan Papa," bohongnya Aris yang sambil tersenyum.
Munafik! Batin Cello.
"Ya sudah kalau begitu kamu pasti lelah, istirahat saja di atas di kamar Liana, Mama akan panggilkan jika sarapan sudah siap." pinta Nabila.
"Iya, Ma." jawab Aris.
"Cello ada hal yang mau Om tanyakan seputar kerjaan apakah bisa membantu?" Tanya Morgan.
"Boleh, Om." jawab Cello.
Aris yang sudah pergi menuju kamar Liana yang sudah di beritahukan oleh artnya tadi.
Merebahkan tubuhnya yang memang sangat lelah semalaman begadang, dan kini seakan mengantuk itu datang begitu saja. Aroma Liana yang kental di kamar yang memang sudah satu tahun lebih tidak pernah di tinggalinya.
Nyenyak dan terlelap sudah Aris. Bahkan setelah sarapan siap pun harus rela Aris tinggalkan. Tidak tega membangunkan menantunya yang tengah terlelap. Hingga sarapan hanya bertiga saja.
"Terima kasih, Cello. Sudah membantu Om, ini sangat membantu jalan buntu. Suatu keberuntungan Om bisa dibantu olehmu," ucap Morgan.
"Jangan begitu, Om. Aku juga masih sama belajar dan harus semangat dalam bekerja. Jika Om masih membutuhkan bantuan dariku bisa langsung call," ucap Cello yang tidak enak.
Hadeh mana tuh bocah! Enak enakan tidur lagi disini. Aku yang harus jadi tumbal lagi ini sih. Kebiasaan amat! Batin Cello.
Sampai di jam makan siang Aris terbangun dan juga langsung masuk ke kamar mandi dan melihat sekeliling tampak rapih dan memang gaya Liana bersih dan tertata, bahkan mudah di temukan walau baru masuk Aris disana. Semuanya seperti yang di apartemennya. Ada keterangan setiap yang di tempatkannya.
Jagalah kebersihan. Kebersihan membawa jiwa yang sehat.
Kata kata itu salah satunya yang sama ada di kamar ini dan kamar apartemennya.
Sungguh semakin rindu, walau tidak ada Liana namun Aris masih mudah menemukan apapun disana.
Liana oh Liana! Batin Aris.
Setelah itu barulah ia turun kebawah. Mulut Cello seakan gatal jika tidak mengatai sepupunya itu.
"Betah romannya disini. Sarapan saja sama di lupakan!" oceh Cello.
"Ayo Ar, Makan siang dulu. Apakah kamu tidak lapar? Sarapan sudah kamu tinggalkan tadi," pinta Nabila.
"Iya, Ma." Jawab Aris yang duduk disana.
Saat menyuapkan nasi dan lauk ke dalam mulutnya.
Inikan rasa Liana? Apakah benar tidak ada disini? Batin Aris.
Mata yang mencari sosok yang sebenarnya memang tidak ada disana.
"Kamu cari siapa?" Tanya Morgan.
"Ini seperti masakan Liana, Pa," ucap Jujur Aris.
"Ini Mama yang masak, memang Liana duplikat Mama. Dia yang pandai memasak. Kamu pasti rindu dengannya ya, nanti juga kan kalian bertemu lagi." ucap Nabila.
"Oh, jadi ada yang rindu nih," goda Cello.
"Masakan keduanya sama sama enak dan hanya membedakan istriku yang lebih memanjakan lidah," puji Morgan dan tersipu sudah Nabila disana.
Dan sontak tertawa bersama mereka. Melihat keakraban disana yang semakin membuat Aris merindukan istrinya yang sudah ia sia sia kan.
Liana, kembalilah! Kemana lagi aku harus mencarimu! Apakah belum cukup menghukumku! Batin Aris.
...****************...
Terima kasih atas dukungan kalian dan selalu memberikan hadiah. Mommy sangat terharu dan bahagia kerja keras menghalu di berikan penghargaan.
Like dan komentarnya di tunggu ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments