Aris yang kini lebih sering tidur dan mencium baju Liana, bahkan setiap malam di habiskan tidur di dalam kamar Liana dan Dira.
Hingga seminggu waktu telah berlalu.
Aris yang tampak lebih arogan dari sebelumnya dan bahkan sudah beku wajahnya. Menakutkan, bahkan kesalahan kecil bisa berakibat pemecatan bagi pegawainya. Membuat Cello semakin pusing dan tidak jarang dirinya yang kena.
Seperti hari ini Celline yang baru tiba disana sudah mendapatkan amukannya.
Brak!
Di lempar kertas kerjasama di depan Celline.
"Ada apa kak bisanya cuma marah marah!" kesal Celline.
"Kamu tidak suka, Hah! Aku akan batalkan ini, tidak profesional sekali kamu, Cel. Ini sudah tiga hari tidak ada tindak lanjut!" marah Aris.
"Baru tiga hari, biasanya juga seminggu kakak tidak masalah! Kalau punya masalah pribadi jangan di gabungkan dengan pekerjaan. Aku bari dateng karena kerjaan, bukan salahku semata, ya. Bukannya cari istri dan anak, bisa bisanya marah marah, pecat pecat, apa lagi jadi kebangganmu sekarang kak!" bentak Celline yang dengan berani. Memang beda Celline yang lebih dekat dengan Aris dari pada yang lainnya, makanya berani bicara se enaknya jidat.
"Tiga hari itu semuanya adalah uang, Cel. Ingat! urusan pribadiku masih bisa di bedakan!" tekan Aris.
"Pembohong! Aku kira percaya!" hardik Celline.
"Jangan minta bantuanku, aku marah!" lanjutnya yang keluar dari sana.
"Shit!" banting Aris yang sama kesal dan marahnya suka semaunya datang. Di saat hatinya teringat Liana langsung kalap.
"Bagaimana, Dek?" Tanya Cello yang Celline sudah masuk ke ruangnya.
"Nyebelin amat tuh Kak Aris," gerutu Celline.
"Kamu baru hari ini, aku udah seminggu begitu loh," enteng Cello.
"Rasain," ejek Celline.
"Huf, nasib. Gimana kabar mereka, dek?" Tanya Cello penasraan. Akses di matikan semuanya di sana hanya Vira dan Celline yang bisa menghubunginya.
"Baru sampe tahu, Kak. Aku lelah, udah dapat sarapan emosi di tambah ceceran orang kepo," ucap Celline yang duduk di sofa dan merebahkan tubuhnya disana.
"Ya ini nyangkut hp miliknya yang sudah kakak perbaiki, Dek. Supaya bisa cari alasan yang logis. Cepat ceritakan!" pinta Cello yang sama tidak sabarnya.
Akhirnya Celline bercerita, jika Liana dan Dira menikmati setiap kebebasan disana. Bermain di alam terbuka walau tidak sering di lakukannya karena takut terkena mata mata dari Aris. Berbelanja ke pasar tradisional, bersepeda berkeliling kampung bersama anaknya dan juga memetik hasil kebun tehnya.
Wajah dari mereka berdua terlihat sumringah dan bahagia. Dan satu lagi, Dira mulai tidak menanyakan lagi Aris dan kepulangnya. Janji akan kesana kembali Celline ucapkan pada ponakannya.
"Ini mereka, bahagiakan Kak?" Tanya Celline yang memperlihatkan foto tersenyum dan tertawa keduanya.
"Tapi tidak dengan Kak Aris, aku di buat susah!" timpal Cello.
"Makanya orang tuh harus menghargai pasangannya, kalau sudah tidak ada baru tahu arti dari kehilangan. Waktu ada tidak di anggap pas pergi di cari, bodoh!" kesal Celline.
"Aku setuju denganmu, Dek." ucap Cello.
"Apakah udah beritahu Aunty Vira?" Tanya Cello lagi.
"Udah, sebelum kesini udah kerumah Aunty dulu dan memberikan laporanku," ucap Celline.
"Ya sudahlah, aku balik rumah dulu. Mama dan Papa udah nunggu makan siang di rumah. Mau ikut ga Kak?" Ajak Celline.
"Mau lah, pake mobilmu aja ya, biar irit," pinta Cello.
"Alasan!" cibir Celline.
Akhirnya keduanya keluar dari sana menuju lobi, mata terus tertuju pada keduanya yang tampak kebule bulean menjadi pencuci mata bagi yang melihatnya.
"Cello! Kamu dimana?" Teriak Aris dari dalam ruangannya.
"Maaf, Tuan. Pak Cello keluar dengan Nona Celline barusan. Dan berpesan jika membutuhkannya tunggu sampai jam 2, mau makan siang di rumahnya," ucap Asisten Aris.
"Huf, ya sudahlah." kesal Aris tapi mau bilang apa.
Setelah Asistennya keluar dari ruangannya.
"Semakin berani saja, Cel. Siapa bos disini! Kamu sudah melupakan hal itu!" kesal Aris.
Sedangkan jauh dari Jakarta tepatnya di daerah jawa.
Liana dan Dira tampak nyaman dan menyukai suasana pedasan disini. Sudah tenang dan berdamai dengan kehidupannya.
Betah?
Tentu saja, suasana asri dan sejuk menjadi favoritnya Liana dan kebetulan Dira pun sama. Jadi tidak sulit mereka tinggal disana. Walau dulu hidup Liana bebas dan di tempat yang paling ramai. Tidak membuatnya hilang kendali dan arah menjadi wanita ketimuran yang memegang adat dan budayanya. Terbukti pakaian dan sopan santunnya saat ini.
"Mau ga bikin sesuatu sama Mama?" Tanya Liana pada Dira.
"Au Ma. Apa?" Tanya Dira.
"Gambar, gambar apa saja yang ada di depan mata atau yang ada di dalam pikiranmu, pegang ini," pinta Liana yang memberikan kuas dan cet warna, di depannya sudah ada kertas gambar untuk di aplikasikannya.
"Hem," berfikir Dira.
Lalu entah anak kecil yanh baru satu tahun dengan mudahnya asal tempel tempel di kertas yang berada di depannya.
"Good Girl!" puji Liana.
Hampir setiap hari menjadi langganan untuk melukis atau menggambar bagi Dira. Terkadang membantu menyapu, yang sering malah bukan bersih jadi kotor semuanya. Namun Liana tidak memarahinya atau tidak memperbolehkannya kembali. Terus saja di beritahu yang benar dan juga membawa kemana pun Liana pergi.
Memasak juga Dira selalu menemaninya, banyak juga pertanyaan yang di keluarkannya. Sampe bingung Liana menjawabnya.
Apak kamu tidak rindu anakmu, Mas? Jika aku yang kau abaikan aku masih terima. Namun satu minggu kamu bebar benar tega!
Lihatlah, Mas! Dira sudah bisa melupakan tentang mu disini, apakah tidak sakit? Dira sudah terbiasa denganku dan lepas dari bayang bayangmu. Apakah ini sudah benar? Batin Liana.
Malam ini terasa panjang yang sudah tidak ada teman ngobrolnya. Celline sudah kembali ke Jakarta, tidak mungkin untuk selalu meminta di sini.
*
Sore hari di kantor Aris.
"Bagus, ya udah lupa sama janjimu, Cel!" kesal Aris yang di bilang Cello jam 2 sudah di kantor eh malah jam 4 baru datang.
"Sori, Kak. Mama minta anter dulu, masa aku nolak bisa durhaka aku tau," memohon Cello.
"Mana?" Tanya Aris yang sudah benar benar tidak sabar.
"Ini," ucap Cello yang memberikan hp bekas milik Liana.
Di buka langsung oleh Aris dan sudah di bobol oleh Cello, jadi mudah baginya membuka.
Namun tidak di sangka jika itu dia malah terduduk lemas dengan tangan yang masih memegang hp Liana.
"Ada apa Kak?" pura pura terkejut.
"Ini ada memo darinya," ucap Aris yang sudah lemas.
Kak Aris aku pergi membawa Dira. Jangan cari kami! Maaf aku bukan istri yang baik dan penurut lagi, hanya sudah tidak mampu memberikan alasan apa lagi pada Dira yang sudah mulai menyadari sikap Mas padanya.
Maafkan kami pergi!
...****************...
Terima kasih atas dukungan kalian semuanya.
Like dan komentarnya di tunggu ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments