Ga biasanya telat? Sampe malam begini ga datang? Apakah Dira sakit? Tapi tidak ada kabar? Apakah aku haris telp lebih dulu? Sepertinya ga mungkin, seperti menurunkan harga diriku saja.
Biarlah! Jika memang tidak mau kesini! Masa bodoh! Batin Aris.
Aris diam terlebih dahulu, untuk menjawab berongan pertanyaan dari keluarganya.
"Aku tidak tahu," jawab Aris dan segera pergi dari sana agar tidak mendapatkan lagi banyak pertanyaan.
"Bisanya kabur, Dad. Lihat anakmu!" sesal Vira.
"Kabur sekarang nanti belum tentu. Bisa bisa dia akan terus mengekor kita," bisik Aldi.
"Udah bersikap normal dan desak terus Aris," lanjut Aris.
"Tapi dia pergi ke kamarnya, ga seru!" ucap Vira.
"Biar kami yang lanjutkan, Mom, Dad," senyum smirk dari si kembar.
Tok!
Tok!
"Apa?" Tanya Aris yang membuka pintu kamarnya ada si kembar.
"Masuk dulu lah," main selonong ke dalam si kembar dari samping kakaknya.
"Eh ga sopan main masuk aja!" protes Aris.
"Kakak harus dapet hukuman dari kami, karena ga bawa anak dan istrinya. Kami kangen sama Dira! Telp sekarang!" rengek Ad.
"Telp aja sendiri!" tolak Aris.
"Hpku lagi di isi daya, Kak," alasan Ad yang tentu saja itu tidak benar.
"Jangan tanya hpku jika malam low dan belum aku isi daya," buru buru An menjawab saat mata Aris mengarah padanya.
"Ayolah, Kak," rengek keduanya yang memegang tangan kakaknya.
Mau tidak mau akhirnya Aris mengambil hpnya dan mencari nama istrinya.
Nomor yang anda tuju sedang di luar jangkauan.
"Sekali lagi, Kak,"pinta Ad.
Nomor yang anda tuju sedang di luar jangkauan.
Terdiam semuanya.
"Tumben?" cletuk Aris.
"Yah kenapa sih pake ga bisa di hubungi?" pura pura kesal Ad.
"Hpnya lagi di isi daya kali sama seperti kalian," berusaha logis Aris.
"Ya sudahlah!" jawab An lalu keluar membawa kembarannya.
Setelah keluar dan masuk ke dalam kamarnya Ad. Berdua tertawa terbahak bahak melihat wajah cemas walau sebentar terlihat jelas oleh keduanya.
"Belum sehari udah begitu!" ucap Ad.
Untung saja kamarnya kedap suara, jadi mau tertawa, menangis ataupun membanting benda sekalipun tidak akan terdengar.
"Lihat besok terutama besok malam saat di apartemennya tidak ada mereka. Tapi cctv amankan?" An yang takut terbongkar cepat.
"Aman, semuanya Farah sudah handle dan juga Kak Cello. Mommy dan Daddy pasti main bersih," ucap Ad.
"Syukurlah. Tapi apakah mereka sudah sampai?" Tanya An.
"Sebentar coba aku tanyakan," cepat Ad menghubungi Liana yang sudah mengganti nomor yang sudah di siapkan oleh keluarganya. Hanya keluarganya yang bisa telp tentunya.
"Hallo, Kak," sapa An yang baru terhubung.
"An, kami baru sampai. Bantu sampaikan ke Mommy, Daddy ya. Besok pagi aku kabari kembali, Dira lelah dan mau aku pindahkan dulu," ucap Liana.
"Oke, Kak." ucap An.
"Aman," lega Ad.
Lalu si kembar segera ke kamar orang tuanya untuk memberi tahukan jika kakak iparnya dan Celline baru tiba.
Sementara di sebuah desa terpencil dengan fasilitas yang mewah. Baru tiba Liana dan Celline disana. Rumah yang sangat nyaman dan hanya beberapa tetangga disana.
"Kak Nana, pakai kamar itu di sebelahnya," pinta Celline.
"Ini si mbok yang menjaga rumah ini dan akan membantu kalian disini." lanjut Celline mengenalkan yang mengurusi rumah ini.
"Malam Si mbok," sapa Liana setelah menidurkan Dira di kamar.
"Iya, Non, kalau butuh apa apa bisa panggil mbok," ucap Si mbok.
"Ya sudah ini sudah malam, besok lagi di lanjutnya," ucap Celline.
"Oke," jawab Liana yang kemudian masuk ke kamarnya.
Membersihkan diri lebih dulu sebelum bergabung dengan Dira di atas tempat tidur.
Aku menantikan reaksimu, Mas. Batin Liana.
Saat menatap dirinya di meja rias depan cerminnya.
"Semoga saja keluargamu tidak salah melakukan hal ini. Namun yang terjadi sebaliknya aku sudah siap menerimanya." ucap Liana seorang diri.
"Kak Rara, apakah sesulit itu dulu membuat Mas Aris jatuh hati padamu?" lanjutnya di depan cermin.
"Aku bahkan lupa meminta penjelasan itu dari Mama dan Papa, akhirnya aku selama satu tahun ini punya suami berasa janda," Liana yang memelas dirinya sendiri.
Hari telah berganti, pemandangan desa di pagi hari tampak sejuk, asri dan banyak hijauan di sekeliling. Maklum saja kebun teh di belakang rumah ini.
"Ayo, kita keliling pagi pagi," ajak Celline.
"Ayo!" jawab Dira.
Liana yang baru selesai dengan si mbok menyiapkan sarapan, harus ikut bersama keduanya berkeliling kebun teh yang masih milik keluarganya.
"Seneng ga sayang disini?" Tanya Celline.
"Ce neng, Ty. Dila au di cini aja," ucapnya.
Celline tersenyum melihat Dira betah dan nyaman berada di tempat yang baru.
"Ma, ma, oleh?" Tanya Dira yang menarik tangan Liana.
"Tentu, Sayang." ucap Liana yang tersenyum.
"Ole, ole. Dila cuka," gembira sekali anak ini hingga berlari lebih dulu ke depan.
"Jangan lari lari, Sayang. Hati hati banyak batu," pinta Liana yang akhirnya mengejar anaknya.
Ha!
Ha!
Ketiganya tertawa dan menyantap sarapan yang sengaja di bawa oleh Liana. Sudah berada di gazebo di tengah kebun teh itu.
Sambil menyantap sarapan dan memandang hijaunya daun teh yang sangat banyak membuat mata jadi seger. Hati menjadi tenang dan damai.
"Mau nambah Sayang?" Tanya Liana.
Di angguki Dira lalu Liana memberikan sedikit lagi nasi dan lauknya di piring plastik yang di bawanya.
Dira sudah bisa makan sendiri, mandiri dan pengertian. Itulah yang di ajarkan oleh Liana. Persiapan akan anaknya jika suatu saat tidak lagi bersama dengannya. Sesiap itu kah Liana.
Di lanjut pergi ke pasar menggunakan sepeda motor yang ada di rumah ini, ketiganya sengaja pergi berbelanja sekalian ingin tahu letak dan suasana disana. Tida melulu di rumah seperti di apartemennya.
"Mau buah, Sayang?" Tanya Liana saat mata Dira menatap buah naga kesukaanya.
"Au, Ma," jawab Dira dengan mengganggukkan kepalanya juga.
"Biar, Aunty yang bantu belikan. Kalian tunggu di sini, sudah banyak yang kita borong,"ucap Celline.
Kemudian kembali ke rumah dengan belanja yang cukup bisa bertahan tiga hari. Supaya tidak bolak balik di sana.
Celline yang tetap menemani sampai satu minggu, pastinya dengan alasan logis untuk Aris jika suatu saat nanti di tanyakan.
*
Semantara di rumah Aldi terjadi kehebohan di pagi ini.
"Mom, Dad. Aku akan pulang dulu sebelum ke rumah Opa Adi," pamit Aris.
"Sarapan dulu, Ar. Ini sudah jam delapan. Ga baik nahan lapar," pinta Vira.
Tanpa mau menolak Mommynya akhirnya sarapan lebih dulu. Setelah selesai sudah bersiap pergi.
"Tumben balik ke apartemen? Memang ada apa?" Tanya Aldi.
"Liana dari semalam tidak bisa di hubungi, ya sudah aku pamit dulu, Mom, Dad," pamit Aris yang mencium telapak tangan kedua orang tuanya.
Bergegas menyalakan mobil dan menuju apartemennya. Bahkan terlihat buru buru masuk ke dalam dan saat membuka pintunya. Aris menarik nafasnya terlebih dahulu.
Ceklekkk!
Pintu terbuka. Namun kosong!
Setelah masuk dan mengetuk pintu kamar Liana, tapi tidak ada jawaban. Memberanikan diri Aris membuka pintu kamar itu.
Kosong!
Kemana mereka? Batin Aris.
Segera melihat lemari pakain dan tasnya tidak ada yang berubah.
...****************...
Terima kasih semuanya yang selalu mendukungku.
Bagaimana dengan Aris???
Like dan komentarnya ya di tunggu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments