"Kamu bukan pembunuh, Aris!" bentak Vira.
Dengan memegang wajah anaknya sangat erat.
"Siapa yang bilang kamu pembunuh, hah!" penasaran Vira.
Padahal tidak ada yang mengatakan hal itu padanya, bahkan omongan orang orang pun tidak ada yang mengatakan hal seperti ini.
"Aku memang pembunuh, Rara. Mom! Aku yang mengatakannya, andai aku tidak memaksakan diri untuk pulang padahal masih hujan deras saat itu," sesal Aris.
"Semuanya sudah suratan takdir dari Allah, Ar. Mungkin jalannya seperti itu, ikhlaskan dan jangan terus merasa bersalah. Pihak kepolisian sudah menjelaskan kemarin, bila kesalahan terdapat pada sopir truk yang remnya blong dan kaget karena mengantuk juga akhirnya malah di gas oleh dia. Setelah itu karena oleng jadinya menabrak mobil kalian, sopirnya sudah di tangkap karena memang mengalami luka sedikit," jelas Vira. Agar Aris bisa merasa tenang tidak selalu mengatakan pembunuh.
Aris diam mendengar Vira mengatakan kebenarannya. Namun tetap saja di hatinya masih menyalahkan diri sendiri, bila tidak langsung pulang pastilah Rara masih bersamanya.
"Tata hidupmu kembali, Sayang. Anakmu masih di rumah sakit menantikan Daddynya sebagai orang tuanya. Apakah kamu tidak rindu dan penasaran pada anak kandungmu? Mana Aris anak Mommy yang selalu penyayang ini? Mommy merasakan bila kamu bukanlah Aris anakku," isak tangis Vira yang tidak mau mendengar lagi jawaban anaknya.
Rasa sakit hati Vira sebagai ibunya rasanya tidak pernah mendidik anak anaknya untuk kejam ataupun tega pada yang tidak bersalah. Kalaupun memang bersalah harus di lihat dulu dari kesalahannya.
"Sudahlah, Sayang. Beri Aris waktu lagi," ucap Aldi yang memeluk istrinya agar tenang.
Vira yang akhirnya keluar bersama Aldi dari kamar Aris, membiarkannya sendiri berharap bisa tenang anaknya itu.
*********
Tiga bulan kemudian.
Kondisi Aris yang telah berangsur lebih baik tidak lagi menyalahkan diri sendiri, setelah menyaksikan sopir truk yang menabraknya mendekam dalam jeruji besi.
Tapi sikapnya yang telah berubah, dingin dan sangat pendiam. Menjadi sosok yang paling malas untuk di ajak bicara oleh orang rumahnya. Teruma si Kembar yang sudah pasti ogah ogahan berurusan dengan kakaknya. Mungkin hanya Vira yang bisa Aris berkata sedikit panjang.
Sedangkan anaknya yang masih bayi sudah berusia tiga bulan dan juga sudah keluar dari rumah sakit setelah dua bulan lamanya tinggal disana. Kondisinya sudah lebih baik dan mulai menunjukan perkembangan.
Namun akhir akhir ini bayi itu selalu menangis dan tidak mau dengan siapapun kecuali Vira. Otomatis membuatnya seperti mempunyai bayi kembali, itu pasti menyita waktu istirahat malamnya. Namun demi cucunya Vira rela melakukan hal itu, bersama Aldi mengurus cucunya.
Hingga seorang wanita datang ke kerumah mereka.
"Assalamualaikum," sapanya.
"Waalaikumsalam, masuk," pinta Vira.
"Maaf Sayang sebentar Dira lagi rewel," ucap Vira yang sedang menggendong cucunya yang menangis siang ini terus menerus. Padahal sudah di beri susu, di gendong dan timang timang. Tetap saja belum bisa membuatnya tidak menangis. Bahkan semua yang ada di rumah ini sudah bergantian mencoba menggendongnya hasilnya nihil.
"Boleh, aku menggendongnya, Tan?" berharap dengan keberuntungan yang baru saja dia dapatkan hari ini.
"Hem," jawab Vira yang memberikan Dira pada wanita itu.
Set.
Terdiam dalam pelukannya, dan langsung membuat heran Vira bahkan yang melihat disana.
Satu menit.
Lima menit.
Sepuluh menit.
Bayi itu tertidur dalam gendongannya. Saat wanita itu duduk di sofa ruang tamu saja Dira tidak bergerak. Sangat nyaman di lihatnya.
"Alhamdulillah, akhirnya Dira bisa tertidur, bantu Tante letakkan Dira ke dalam kamarnya, Na," pinta Vira yang langsung di ikuti oleh wanita itu.
Setelah benar benar nyaman posisi bayi itu tertidur barulah, Vira mengajak kembali ke ruang tamu. Biar baby sisternya yang menunggu di dalam.
"Bagaimana kabar kamu, Na. Mamamu telp katanya kamu ada interview di Jakarta?" Tanya Vira.
"Alhamdulillah baik, Tan. Iya jadi aku mampir kesini. Kangen sama si bayi cantik Dira," puji wanita itu.
"Kamu baru selesai studimu kan," tebak Vira.
"Benar, Tan. Maaf kan aku tidak bisa pulang saat Kak Rara meninggal dan harus menunggu aku selesaikan urusan disana. Aku turut berduka, aku tidak menyangka umurnya sesingkat itu, kasihan Dira," sesal Nana yang tidak lain kembaran mendiang istri Aris yang harus bertahan di negri orang lain.
Keluarga dan teman temannya selalu memanggil Nana, nama asli wanita cantik itu adalah Liana Maheswari. Adik kembar dari Laura Maheswari.
Nana menunduk untuk menyeka air matanya yang telah keluar, sangat sedih tentu saja. Bahkan ketidak berdayaan nya mengharuskan tetap disana. Saudari satu satunya telah tiada dan itu dia tidak bisa hadir di pemakamannya.
"Tante mengerti,"usap Vira yang memeluk Liana.
"Aku ingin ke makan Kakak, dimana tempatnya Tan?" Tanya Liana setelah mereda isak tangisnya.
"Tidak jauh dari sini, Aris kamu mau ke makan Rara kan?" ucap Vira bertepatan dengan Aris memasuki rumah.
Aris hanya menganggukkan kepalanya saja, tanpa melihat wanita yang disamping mommynya.
"Kalau begitu bawa sekalian Liana," lanjut Vira.
Sekali lagi Aris tidak berkomentar hanya masuk ke dalam beberapa menit kemudian sudah akan keluar rumah.
"Na, ikut dengan Aris." pinta Vira.
"Terima kasih, Tan." jawab Liana.
Bahkan keduanya diam tanpa kata yang terucap, ini pertama kali bertemu dan juga berada dalam satu mobil yang hening.
Liana yang memang tidak mempermasalahkan kakak iparnya itu yang diam, dan tidak mengenalnya. Hingga beberapa menit kemudian telah tiba di makan sebelumnya Aris behenti membeli bunga mawar putih kesukaan Laura. Namun Liana membeli bunga tulip yang juga di sukai Luara kakaknya.
Bersama memasuki pemakaman, Aris yang sebagai juru petunjuk berada di depan.
Terdiam dan hening tanpa ada kata yang terucap hanya kaca mata hitam Aris terlihat oleh Liana terus di usap dengan tisunya.
Liana memberikan waktu dan tetap berdiri di belakang, setelah Aris pergi kini Liana yang duduk di samping papan pusara kakaknya.
"Kak, maafkan aku, aku selalu tidak ada di sampingmu, aku bahkan tidak bisa membantumu, aku turuti semua keinginan kakak. Namun apa balasan untukku, kakak pergi juga? Kak, menikah tanpa ada aku, bahkan pergi pun tanpa bisa aku melihat terkahir kalinya." ucap Liana yang mengusap air matanya yang telah jatuh.
"Kak, aku sekarang harus bagaimana? Aku sudah menjadi adik yang penurut dan anak yang baik. Namun tetap saja aku sendiri. Selalu tidak bisa melihat ke arahku orang tua kita, hanya kakak yang memberikan semangat dan meminta aku terus bersabar, namun apa disaat aku sudah berhasil mendapatkan yang kakak inginkan. Apalah artinya ini tanpa kakak!" lirih Liana.
...****************...
Terima kasih atas dukungan semuanya.
Like dan komentarnya di tunggu ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
🎧✏📖
jangan sungkan ya mampir di karya saya. karna saya orang nya terbuka . 😁👍👍👍🙏
2024-11-13
1