"Apakah kakak kalian akan kehilangan atau tidak? Coba tebak?" Tanya Vira yang ikut senang melihat reaksi anak sulungnya.
"Tentu merasa kehilangan," jawab Ad.
"Biasa saja, kakak udah tertutup hatinya. Mungkin hanya sementara saja mencari. Tapi lihat saja satu minggu lama sudah tidak memikirkannya lagi," ucap An.
"Akut Ad, Aunty. Aku yang selalu bersama dengannya, akan ikut di sibukkan dengan itu," jawab Cello.
"Hem belum tentu juga, aku ikut Kak An. Sifatnya sudah berubah Kak Aris, sedingin es yang tidak bisa tersentuh oleh wanita. Hanya pada kami yang masih sama." jawab Farah.
"Menurut mommy sendiri?" Tanya si kembar bersamaan.
Kali ini jawaban yang di berikan si kembar berbeda dan mempunyai satu pendukung masing masing. Vita hanya tersenyum melihat seantusias itu tentang kehidupan kakaknya.
"Kalau itu rahasia. Kan Mommy yang memberikan pertanyaan jadi kali ini akan menjadi jurinya. Siapa yang benar akan mendapatkan hadiah dari kami. Tapi tidak boleh ada yang curang. Mau bagaimana pun kakakmu sedang tersesat." jelas Vira.
Semuanya setuju dan menganggukkan kepalanya.
"Ya sudah kita bersiap kerumah Opa, pasti sudah di tunggu semuanya," lanjut Vira.
Semuanya membubarkan diri masing masing. Tidak berselang lama sudah berkumpul lagi dan bersiap kerumah besar Adi.
Membawa tiga mobil dengan personil wanita dengan wanita dan Cello yang hanya sendiri kali ini. Vira dan Aldi di mobil sendiri.
"Assalamualaikum," sapa semuanya saat tiba di kediaman rumah Opanya.
"Waalaikumsalam," jawab Oma Sisi.
"Kalian sudah sampai, ayo masuk. Orang tua kalian sudah di dalam." lanjutnya.
"Mana Aris, Vi?" Tanya Sisi.
"Belum datang memang dia, Mom?" Tanya Vira.
"Tunggu saja, nanti dia akan kesini," lanjut Vira yang sempat mendapatkan gelengan dari Mommynya.
"Memang dia kemana dulu, Vi? Mommy kangen sama cicitnya loh, apalagi Daddymu, udah ga sabar main sama Dira," ucap Sisi.
Bagaimana jika aku mengatakan Dira tidak akan datang? Perasaannya seperti apa? Tapi aku harus bisa menahan sebentar demi menyadarkan anak sulungku. Batin Vira.
"Tunggu saja dulu, Mom." jawab Vira.
"Aku ke dalam dulu, Mom. Mau mencari Daddy," pinta Vira agar tidak banyak pertanyaan yang sulit di jawabnya saat ini.
Sementara di apartemen Aris berdiam diri di atas tempat tidur Dira dan Liana.
"Kamu kemana Liana membawa anakku?" lirih Aris.
"Awas saja kalau kamu mencelakai anakku?" ancam Aris entah dengan siapa.
Kring!
Kring!
Dering telp di saku celananya terdengar, dan langsung di ambil dan di gesernya di layar untuk menjawabnya.
"Kak, udah di tunggu sama Opa," pinta Cello.
"Ya, aku ke sana sekarang," jawab Aris. Lalu mematikan hpnya.
Bergegas Aris keluar dari apartemennya. Menuju kediaman Opa Adi. Hingga sampai disana setengah jam. Waktu yang santai dan jalan yang tidak padat membuatnya bisa lancar.
"Mana anak dan istrimu, Ar?" Tanya Adi.
"Aku sendiri, Opa. Memang mereka tidak disini?" keceplosan sudah Aris.
"Kan tadi Cello yang meminta kamu dan keluargamu di bawa? Bagaimana kamu, kan kamu suaminya?" ucap Adi.
"Tapi-" terputus ucapan Aris karena sudah di serobot oleh Omanya.
"Ar, mana Liana dan Dira?" Tanya Sisi.
"Aku sendiri Oma." jawab Aris yang selalu di tanya hal yang sama.
"Ar, memang tidak ada mereka disana?" Tanya Vira kali ini.
"Huf tidak ada. Aku kira mereka disini," ucap Aris.
"Lalu dimana mereka?" Kali ini Adi yanh bersuara.
"Entahlah," jawab enteng Aris.
Pletak!
Adi memukul kepala cucunya dan ini yang pertama baginya melakukan hal itu.
"Suami macam apa kamu! Anak dana istrimu tidak ada tapi bisa santai begini! Cari mereka! Aku tidak butuh kamu disini!" bentak Adi.
"Urus anakmu dengan benar Al!" bentak Adi pada anaknya juga.
"Kenapa aku juga yang kena, Dad?" Kesal Aldi.
"Sudah Dad, jangan marah terus nanti jantungnya kambuh lagi. Masih inginkan melihat pernikahan si kembar," bujuk Vira yang memapah Adi masuk ke dalam.
"Urus anakmu, aku urus Daddymu," bisik Vira yang membawa Adi ke ruang tengah.
"Ar, Daddy kan sudah bilang, tapi ga pernah mau di dengar. Sekarang puas! Aku juga yang kena!" kesal Aldi yang meninggalkan Aris sendiri di taman samping rumah Opanya.
"Huf menyusahkan saja kamu Na," ucap Aris yang mengajak rambutnya.
"Apa mereka pulang ke Bandung? Coba aku telp Papa, Mama," bergegas Aris mengambil HP di saku celananya dan memencet tombol tertera nama mertuanya.
"Assalamualaikum, Ma. Apa kabar?" sapa Aris.
"Waalaikumsalam, baik, Nak. Kamu gimana kabarnya dengan keluarga baru kalian?" Tanya Nabila.
"Baik, Ma. Alhamdulillah," jawab Aris.
"Syukurlah, Mama dengernya bahagia. Kapan kalian mau main berkunjung ke sini?" Tanya Nabila.
"Nanti, Ma. Jika aku akan jadwalkan dulu ya," ucap Aris.
"Ya kami tunggu kedatangan kalian, Liana ada bersamamu, sudah tiga hari ga ada kabar. Mama rindu mau denger suaranya, boleh Nak?" Tanya Nabila di sebrang sana.
"Hem, tapi Liana sedang di kamar menidurkan Dira, Ma. Nanti akan aku sampaikan ya, agar bisa telp Mama," bohong Aris.
"Baiklah, Nak. Jaga mereka ya, titip salam juga buat orang tuamu dari kami," ucap Nabila tanpa ada rasa khawatir.
"Iya, Ma. Aku tutup dulu," pamit Aris.
Setelah telp di matikan dan kembali oada tempat semula. Aris termenung.
Kemana kamu? Di jakarta saja kamu tidak ada teman dan selama satu tahun ini kamu diam di apartemen dan menurut. Tapi kenapa sekarang pergi begitu saja? Ada apa? Apakah aku ada salah padamu?
Semua keperluan dan kebutuhanmu dan Dira aku penuhi semuanya. Aku cek CCTV sebaiknya. Batin Aris.
Membuka aplikasi di hpnya dan melihat semuanya pergerakan tanpa ada yang terlewatkan, semuanya tanpak normal dan biasa. Bahkan saat pagi Aris pergi ke rumah orang tuanya, Liana dan Dira tidak membawa baju ataupun tas yang seakan pergi meninggalkannya.
Apa jangan jangan di jalan mereka di cilik? Batin Aris yang mulai khawatir.
Bagaimana jika iya? Bagaimana ke adaan mereka sekarang? Ini sudah satu hari dan belum ada yang telp meminta bayaran? Aku akan meminta Cello. Ya Cello.
Aris bangkit dan masuk ke dalam rumahnya dengan cepat mencari orang yang di tuju.
"Ikut aku!" perintah Aris.
"Nanti, Ar. Aku sedang bermain dengan mereka." tolak Cello yang memang sedang bermain truth or dead.
"Ini tentang Liana dan Dira!" marah Aris yang di tolak mentah mentah Cello.
"Apa hubungannya dengan ku, Ar. Aku sedang libur. Dan mereka itu anak dan istrimu!" bentak Cello yang menjadi pusat mata mereka.
"Bantu aku!" kesal Aris yang mendapat tatapan tajam dari semuanya.
"Orang minta bantuan itu harusnya sopan, bukan asal main perintah dan tarik!" kesal Cello.
"Mau bantu atau ga?" Aris menyeret Cello.
...****************...
Terima kasih atas dukungan kalian yang selalu menanti up mommy ya...
Dukung karya mommy ini.
Like dan komentarnya di tunggu ya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments