Pukul delapan malam Kyara baru pulang ke rumah. Saat melewati ruang keluarga Kyara di panggil oleh mamanya yang entah daei kapan duduk di sana sambil menatapnya tajam.
"Dari mana aja kamu, Ra?"tanya Rania berdiri berjalan mendekati Kyara.
"Dari main sama teman, mama kapan pulang? Tumben banget jam segini udah ada di rumah." kata Kyara.
"Mau sampai kapan sih Ra kamu itu keluyuran kaya gini? Kamu itu anak gadis lo Ra, apa kata orang kalau liat anak gadis rumah ini ?"tanya Rania oada anak gadisnya itu.
"Sejak kapan mama mikirin omongan orang, ayolah mah ini bukan pertama kalinya aku puang jam segini. Lagian baru jam delapan juga, kecuali aku pulangnya jam sepuluh wajar mama marah"balas Kyara.
Rania menghela nafasnya, " kamu tu ya, kalau di ajarin ada aja jawabnya"
"Kya capek mah, udah selesaikan bicaranya?"tanya Kyara dan hendak melangkah pergi, namun tangannya di tahan oleh sang mama.
"Tadi kenapa gak jadi beli cincin sama Ardian?"tanya Rania.
Kyara menoleh pada sanga mama, " oh, jadi ini alasan mama pulang cepat?"tanya Kyara mengangguk paham.
"Jawab aja apa yang mama tanyakan, jangan bahas yang lain"kata Rania.
"Dia tidak ada bilang kalau mau beli cincin, lagian dia maksa dan ngatur. Mama tahu sendirikan kalau Kya paling benci di paksa"kata Kyara.
Rania melepaskan tangan Kyara dan mengusap wajahnya.
"Maksa? Jangan banyak alasan Kya, tidak mungkin Ardian seperti itu."
"Jadi, mama kira Kya ngarang cerita gitu? Tunggu dulu, mama lihat sendiri isi pesan dia."Kyara mengambil ponselnya dalam tas, ia mencari pesan yang di kirimkan oleh Ardian dan di lihatkan ke mamanya.
"Kalau gak maksa, trus itu apa namanya?"
Rania terdiam
"Lihat kan mah! "Kyara hendak melangkah pergi namun ia mengurungkannya.
"Oh iya mah, bilang sama calon mantu mama itu. Kalau dia mau beli cincin, beli aja sendiri. Kya gak mau pergi sama dia, dan Kya gak akan mau ikut mengurus mengenai pernikahan ini. Kan yang pengen nikah dia, yaudah suruh dia ngurus semuanya sendiri" setelah mengatakan hal itu, Kyara berlalu pergi meninggalkan Rania yang termenung mendengarkan kata putrinya itu.
"Maafan mama Kya, mama tahu kamu sangat tertekan dengan semua ini" ucap Rania pelan, ia sunggu tidk sanggup melihat keadaan putrinya saat ini.
Putri yang selama ini selalu manis dan manja dengannya, sekarang berubah jadi putri yang terkesan pembangkang dan bersikap dingin padanya.
***
Sementara itu di kediaman Ardian, mereka sedang melakukan makan malam bersama.
"Gimana Ian, apa udah beli cincinnya?"tanya Mia di sela makannya.
"Belum mi"
"Kenapa belum, bukankah tadi pagi kamu bilang akan beli cincin hari ini?"tanya Mia heran.
"Tadi Ia sibuk mi, jadi tidak sempat pergi" jawab Ardian.
Ia tidak mungkin mengatakan keadaan sebenarnya oada maminya, bisa - nisa nanti setelah mendengar ceritanya maminya akan jatuh sakit lagi dan Ardian tidak mau itu terjadi.
Ilham dapat melihat gelagat aneh dari putranya itu, tapi dia memilih untuk tetap diam.
"Kamu itu sama kayak papi kamu, gila kerja. Luangkanlah waktu sebentar buat nyari cincinnya, waktunya udah mepet banget loh ini." kata Mia
"Ia mi, nanti Ian usahakan."balas Ardian.
Setelah selesai makan Ardian langsung pergi ke kamarnya. Sementara Mia dan Ilham memilih untuk duduk di ruang keluarga.
"Mas, kamu tolong dong putranya di nasehatin. Jangan kerja mulu, aku capek lo mas ngurus semuanya" kata Mia.
"Iya, nanti aku nasehatin"balas Ilham.
"Dek, kamu itu jangan terlalu capek. Biar ajalah orang lain yang urus kamu duduk manis aja" kata Ilham khawatir.
"Gak bisa mas, pokoknya pernikahan anak kita harus terbaik, ya walau pun resepsinya di ditunda"
Ilham menggeleng mendengar perkataan Mia. Semenjak pulang dari rumah Rania tempo hari, Mia selalu terlihat sibuk bahkan istrinya itu seolah lupa akan keberadaannya.
"Kalau gitu mas ke kamar Ian dulu ya" kata Ilham berdiri dan meninggalkan Mia yang sedang sibuk melihat - lihat katalog tema ijab kabul.
Tok! Tok! Tok!
"Ian, apa papi boleh masuk?"tanya Ilham .
"Masuk aja ,pi. Pintunya tidak di kunci kok" sahut Ardian.
Ilham masuk ke dalam kamar Ardian, ia melihat Ardian sedang duduk di meja kerjanya.
"Tumben kamu bawa kerjaan pulang?"tanya Ilham heran, ia duduk di atas ranjang sang putra.
"Iya, tadi ada sedikit urusan, jadi gak sempat menyelesaikannya."
"Urusan? Urusan apa?"tanya Ilham.
Deg!
Ardian terdiam, tidak mungkin dia bilang kalau tadi dia sibuk mencari Kyara.
"Apa sekarang menjemput Kyara sudah jadi bagian urusan kamu?"tanya Ilham dan itu sukses membuat Ardian kaget.
"Jangan bilang papi masih nyuruh orang buat ngawasin Ian."kata Ian.
Ilham hanya tersenyum.
"ayolah pi, Ia udah besar sekarang. Mau sampai kapan sih mami sama papi menganggap Ian masih kecil?"
"Papi janji, setelah kamu menikah papi tidak akan melakukannya lagi" janji Ilham.
Ardian menghela nafas, " Jadi papi udah tahu kan apa yang terjadi hari ini, apa papi mau melanjutin pernikahan ini?"tanya Ardian.
"Kamu salah paham Ian, Kyara bukan seperti itu anaknya."
"Salah paham gimana pi, udah jelas di deoan mata Ian sediri dia bermesraan sama laki - laki lain. Mungkin kalau papi jadi Ian, papi juga bakalan berpikir hal yang sama dengan apa yang Ian pikirkan."kata Ardian, ia berusaha buat meyakinkan papinya untuk mempertimbangkan pernikahannya itu.
"Sekarang sudha terlambat nak, yang bisa kamu lakukan sekarang hanyalah menerima takdirmu"ucap Ilham. Ia berdiri dari duduknya dan berjalan menghampiri putranya itu.
"Ini adalah yang terbaik buat kamu, jadi tolong ikuti saja."
"Walau pun memisahkan pasangan yang sedang saling suka?"tanya Ardian menatap Ilham.
"Maaf, tapi suatu saat nanti kamu bakal berterima kasih pada kami karena telah mempertemukan mu dengan Kyara."
"Itu tidak mungkin" balas Ardian pelan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments