“Perkenalkan nama saya Attar Rafandra Kim.”
Pria berwajah oriental itu mulai memperkenalkan dirinya. Hampir semua mahasiswi di kelas ini dibuat terpana dengan wajah tampan pria yang akan menjadi dosen mereka selama satu semester. Tentu saja mereka menyambut perkenalan Attar dengan semangat dan penuh suka cita.
“Saya bekerja di Style Magazine dan sempat menjadi DOP (Director of Photography) di beberapa film produksi dalam negeri.”
“Kabarnya pak Attar akan menjadi DOP di salah satu film produksi Korea, benar?” tanya Sutrisno, dosen fotografi.
“In Syaa Allah, pak. Masih proses negosiasi.”
“Wah keren banget,” celetuk salah satu mahasiswi.
“Selain itu, pak Attar juga mempunyai galeri. Jadi kalau hasil tugas kalian bagus, bisa dipajang di galerinya.”
Kekaguman para mahasiswi semakin bertambah mendengar apa yang disampaikan tentang Attar. Selain tampan, ternyata pria itu memiliki banyak nilai plus yang semakin membuat para gadis tergila-gila padanya. Salah seorang mahasiswi mengangkat tangannya. Dia hendak menanyakan sesuatu.
“Pak Attar umurnya berapa?”
“Tahun ini 26 tahun.”
“Sudah menikah?” tanya yang lain.
“Belum,” jawab Attar seraya memperlihatkan jari manisnya yang masih polos.
“Alhamdulillah.”
“Sudah punya pacar, pak?”
“Belum.”
“Calon istri?”
“Belum.”
“Calon pacar?”
Hanya tawa kecil yang terdengar dari mulut Attar. Pria itu semakin terlihat tampan saja ketika tertawa. Dosen fotografi yang usianya sudah setengah abad segera menghentikan pertanyaan para mahasiswi yang sudah semakin tak tentu arah.
“Sudah.. sudah.. pak Attar di sini buat mengajar bukan mencari jodoh. Kalau kalian mau pendekatan, lakukan di luar kampus.”
“Aseeekkkk…”
Suci hanya menggelengkan kepalanya saja melihat tingkah adik tingkatnya. Tapi wajar saja kalau mereka tetiba mulai banyak bertanya sambil menebar pesona karena dosen baru mereka bisa dibilang high quality jomblo. Kalau dia belum memiliki Ashraf, mungkin Suci akan ikut mengantri menjadi pemuja Attar.
“Siapa di sini yang mengulang?” tanya Sutrisno.
Suci bersama tiga orang lainnya yang kebetulan berjenis kelamin perempuan semua mengangkat tangannya.
“Khusus untuk kalian akan mendapat bimbingan langsung dari pak Attar. Jangan sampai kalian tidak lulus mata kuliah ini lagi.”
“Siap, pak.”
“Yang mengulang, bisa menemui saya setelah perkuliahan,” lanjut Attar.
Usai acara perkenalan, Sutrisno segera memulai kegiatan belajar mengajar. Pria paruh baya itu menerangkan materi fotografi secara teori, sementara Attar membantu menjelaskan menggunakan peralatan yang dibawanya. Dia juga mempersilakan para mahasiswa untuk mencoba peralatan yang dibawanya.
Usai perkuliahan, Attar masih bertahan di dalam kelas, begitu pula dengan Suci dan ketiga orang lainnya. Mereka akan menerima bimbingan dari Attar agar bisa menyelesaikan tugasnya. Nilai keempatnya tertahan karena tugas yang belum terselesaikan. Sementara nilai teori mereka sudah lengkap, hanya tinggal menunggu nilai praktek. Sutrisno berbaik hati memperbolehkan mereka mengulang tugas tanpa harus mengulang perkuliahan selama satu semester.
Begitu semua mahasiswa keluar dari kelas, Attar mendekati empat mahasiswi yang tersisa. Dia menarik sebuah kursi lalu duduk di dekat mereka. Secara khusus, dia yang akan membimbing keempatnya menyelesaikan tugas praktek.
“Kalian belum mendapatkan nilai praktek, apa kendalanya?” tanya Attar.
“Kita praktek foto menggunakan kamera SLR. Dan waktu itu punya saya hasilnya under semua, jadi ngga bisa disetor harus ngulang tapi waktunya sudah habis. Makanya sekarang ngulangnya.”
“Saya juga.”
“Saya juga.”
Tiga orang menjawab sama pertanyaan Attar. Permasalahan yang mereka alami ternyata memiliki kesamaan. Menggunakan kamera SLR memang susah-susah gampang. Kamera tersebut masih menggunakan roll film untuk menyimpan gambar yang ditangkap. Dan hasilnya baru diketahui setelah dicetak.
“Kalau kamu?” Attar melihat pada Suci.
“Kalau saya malah lebih parah. Film saya kebakar pas dikeluarin dari kamera.”
“Kok bisa?”
“Saya cari-cari tombol buat buka kunci untuk rewind, ngga nemu. Ya udah saya buka langsung aja, alhasil kebakar filmnya.”
“Sayang dong hasil filmnya ngga ada yang bisa kecetak.”
“Ngga juga sih, saya cuma bikin empat atau lima foto aja. Saya ngga bakat fotografi soalnya, hehehe..”
“Oke deh, kalau begitu kita jadwalkan aja buat tugas bareng. Silakan pilih tema apa yang mau kamu ambil, kalau sudah dapat bisa hubungi saya. Nanti saya akan mengajari kalian langsung di lokasi. Tapi tetap kalian yang mengambil gambarnya.”
“Siap.”
“Kalau bapak ada waktunya kapan?”
“Untuk minggu ini jadwal saya padat. Bagaimana kalau minggu depan. Hari Minggu pagi gimana?”
“Boleh, pak.”
“Gimana kalau kita buat grup, pak? Biar informasinya lebih cepat soal waktunya. Kita juga bisa diskusi sama bapak.”
“Boleh.”
Salah satu gadis itu langsung membuat grup untuk tugas fotografi. Dia memasukkan semua orang yang harus mengulang tugas, termasuk nomor Attar. Selesai membuat grup, semuanya segera meninggalkan kelas. Suci bermaksud langsung pulang karena sudah tidak ada kuliah lagi. Begitu pula dengan Attar.
“Pulang sama siapa?” tanya Attar ketika sudah keluar dari gedung fakultas.
“Dijemput pak.”
“Oke, kalau gitu saya duluan.”
“Silakan.”
Baru saja Attar melangkah pergi, Gilang muncul. Dia langsung memeluk bahu sepupunya itu. Jika Gilang adalah cucu bungsu laki-laki, maka Suci adalah cucu bungsu perempuan. Dia hanya berselisih tiga bulan dari Bianca.
“Dah beres?” tanya Gilang.
Mendengar suara Gilang, Attar menolehkan kepalanya. Nampak seorang pria tengah memeluk Suci. Tidak ada penolakan dari Suci dengan apa yang dilakukan pria di sebelahnya. Raut wajah Attar sedikit menunjukkan kekecewaan. Padahal dia sudah tertarik pada Suci sejak awal bertemu. Namun ternyata gadis itu sudah memiliki kekasih. Attar mempercepat langkahnya menuju mobilnya.
“Udahlah,” jawab Suci.
“Ci.. teman lo masih ada yang jomblo.”
“Ada. Namanya Dinda. Dinda Kanti Astu.”
“Widih cakep namanya. Pasti orangnya cantik. Kenalin dong.”
“Kayanya dia ngga ke kampus hari ini. Lagian lo bukannya sama Alya?”
“Gue temenan ada sama dia.”
“Kebiasaan lo, anak orang didekatin, di php terus cuma dianggap teman doang.”
“Dih.. beneran gue sama Alya temenan doang. Dia udah punya pacar, atlit voli juga.”
“Oohh..”
Hanya itu saja yang keluar dari mulut Suci. Sejak bertemu di pernikahan Willi, hubungan Gilang dan Alya memang terus berlanjut. Banyak yang mengira kalau keduanya berpacaran. Tapi siapa sangka ternyata Alya sudah memiliki kekasih. Saat sedang berjalan menuju parkiran, mata Suci melihat sosok Dinda.
“Eh itu ada si Dinda.”
“Mana? Kenalin, dong.”
“Dinda!”
Mendengar namanya dipanggil, Dinda menghentikan langkahnya dia menunggu sampai Suci sampai di dekatnya.
“Din.. ada yang mau kenalan sama elo.”
“Siapa? Bening ngga?”
“Nih sepupu gue. Lang, ini yang namanya Dinda.”
Gilang hanya melongo saja. Ternyata dia terkecoh dengan nama yang disebutkan sepupunya. Perawakan Dinda Kanti Astu tinggi dan tubuhnya sedikit berisi. Potongan rambutnya cepak, kulitnya sawo matang, wajahnya khas orang Jawa, manis. Namun Dinda yang ini berjenis kelamin laki-laki.
“Ini yang namanya Dinda?” tanya Gilang.
“Iya.”
“Ah elah, kalau ngenalin cewek dong, masa cowok juga,” protes Dinda.
“Sepupu gue penasaran sama nama lo, cantik katanya namanya hihihi..”
“Asem.. udah ah gue cabut dulu.”
Dinda segera meninggalkan Suci. Tidak ada niatan untuk berkenalan dengan Gilang. suci tak bisa menahan tawanya melihat ekspresi dongkol Gilang.
“Lo sengaja kan ngerjain gue?”
“Ngga. Kan elo juga nanyanya ngga spesifik, cuma nanya teman lo ada yang jomblo ngga.”
“Ya harusnya lo ngerti dong arahnya kemana.”
“Elonya aja yang langsung mikir si Dinda cewek. Kan gue ngga bilang dia cewek. Itu kan perkiraan lo sendiri.”
“Au ah.”
Sambil terkikik Suci mengikuti Gilang masuk ke dalam mobil. Gadis itu segera memakai sabuk pengamannya.
“Si Sharmila kemana? Udah lama ngga kelihatan.”
“Sharmila siapa?”
“Cowok lo. Kan dia yang nyanyi lagu, oh Sharmilaaaaa.. oooohhh… cintaku, sayangku. Ooohhh… rinduku.”
“Sue lo!”
Kali ini giliran Gilang yang tertawa. Puas rasanya meledek Suci. Nama kekasih Suci yang sama dengan penyanyi dangdut tentu saja sering menjadi bahan ledekan para sepupunya.
“Ashraf udah balik ke Bangka. Dia langsung diterima jadi CPNS di sana.”
“Lah elo ditinggal dong.”
“Ya kaga. Kalau gue udah lulus, dia ada niatan mau ngelamar.”
“Terus lo tinggal di sana nanti?”
“Ya iyalah. Kan yang namanya istri pasti ngikut suami.”
“Cieee… udah ngomongin jadi istri aja. Ngga tahunya lo ditinggal nikah sama dia. Aadduuuhhhh… ampun.. ampun..”
Sebuah cubitan mendarat di lengan Gilang. Suci benar-benar kesal, tidak Bianca, tidak Gilang, dua-duanya mengatakan dirinya ditinggal nikah Ashraf. Gadis itu langsung memasang wajah masam seraya melipat kedua tangannya. Gilang tidak bisa menahan tawanya melihat bibir Suci yang sudah maju beberapa senti.
🌵🌵🌵
“Suci!”
Suci menghentikan langkahnya. Matanya melihat lurus ke depan. Rasanya tidak percaya, kekasihnya yang hampir tujuh bulan berpisah darinya kini berdiri tak jauh darinya. Sambil berlari kecil, Suci mendekat.
“Kapan datang?”
“Tadi pagi.”
“Kok ke sini ngga bilang-bilang?”
“Sengaja, buat surprise. Kamu udah beres kuliah?”
“Udah.”
“Jalan-jalan yuk.”
“Ayo. Kamu berapa lama di sini?”
“Ehmm.. paling cepat dua hari, paling lama tiga hari.”
Ashraf berjalan mendahului Suci. Pria itu mengarahkan remote di tangannya pada mobil berjenis SUV. Terdengar suara kunci terbuka. Ashraf segera membukakan pintu untuk kekasihnya.
“Ini mobil siapa?”
“Rental.”
Suci segera masuk ke dalam mobil. Setelah keduanya mengenakan sabuk pengaman, Ashraf segera menjalankan kendaraannya. Sebelum menjemput Suci, lebih dulu pria itu menghubungi Ezra dan meminta ijin untuk mengajak anak bungsu pria itu untuk berjalan-jalan. Ashraf memang selalu meminta ijin pada Ezra atau Dilara ketika hendak mengajak Suci pergi.
“Mau kemana?” tanya Suci.
“Makan dulu yuk, aku laper.”
“Boleh. Mau makan di mana?”
“Terserah kamu.”
“Di punclut aja yuk.”
“Ayo.”
Ashraf menjalankan kendaraannya mengambil arah punclut. Sambil mengemudi, Ashraf sesekali melihat pada Suci. Ada kesedihan dalam tatapan matanya. Kedatangannya ke Bandung memang ada maksud tertentu.
Mobil yang dikendarai Ashraf sudah memasuki daerah punclut. Kendaraannya terus melewati deretan tempat makan dan akhirnya berhenti di tempat makan favorit mereka berdua. Keduanya segera turun. Sebelum naik ke atas, lebih dulu mereka memesan makanan.
Udara siang ini tidak terlalu panas. Semilir angin membuat suasana di tempat makan ini terasa adem. Pelayan datang membawa pesanan mereka. Tanpa menunggu lama, keduanya langsung menyantap pesanan. Ashraf memilih mengisi perut lebih dulu sebelum membicarakan hal penting dengan kekasihnya.
“Ci.. sebenarnya ada yang mau aku omongin,” ujar Ashraf setelah selesai menikmati makanannya.
“Soal apa.”
“Sebelumnya aku minta maaf. Aku ngga bisa menepati janji kita.”
“Maksud kamu apa?”
“Ci.. kamu itu perempuan baik. Aku juga berharap kita bisa bersama, menikah dan menghabiskan hidup bersama. Tapi maaf.. setelah aku pulang, aku baru tahu kalau aku sudah dijodohkan sama orang tuaku.”
“Apa?”
🌵🌵🌵
Omongan Bianca sama Gilang jadi kenyataan🤭
Habis baca boleh dong ditoel bintang 5 nya, biar popularitasnya Si Joker naik🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Ayuna
waduh maaf ya mak aku ketinggalan novel ini kayaknya kesibukan Duta deh waktu iti
2025-01-16
1
Mur Wati
jangan " bener kata gilang sama bianca suci mau di tinggal kawin
2024-12-21
1
Mur Wati
mirip nama orang bali
2024-12-21
1