Dua hari telah berlalu. Rio dan Henry terus bertanya-tanya kemana kakak dan kakak iparnya pergi. Sudah dua hari mereka tidak pulang ke rumah bahkan tidak memberikan kabar sama sekali. Kecemasan tidak hanya dirasakan oleh si kembar, tapi juga Sammy. Vivian tidak biasanya pergi tanpa memberitahunya, apalagi tanpa menghubunginya sama sekali.
"Kira-kira mereka berdua pergi kemana?" ucap Rio sambil berjalan mondar-mandir di ruang tamu.
Henry menggeleng. "Aku sendiri tidak tahu. Mereka tidak memberitahuku apa-apa."
"Sama, Vivian Jie-Jie juga tidak mengatakan apa pun padaku. Bahkan selama dua hari ini dia tidak menghubungiku," sahut Sammy, duduk dengan gelisah di sofa.
Mata Rio dan Henry membulat sempurna. "Tunggu dulu!! Jangan-jangan mereka berdua pergi berbulan madu. Makanya tidak memberitahu kita supaya kita tidak mengganggunya?!" pekik keduanya bersamaan.
"Berbulan madu?" Sammy mengulang, terlihat bingung. "Tapi kenapa tidak bilang apa-apa?"
Henry duduk di samping Sammy, menepuk pundaknya dengan cengengesan. "Mungkin mereka ingin privasi. Lagipula, Nathan Gege memang agak tertutup tentang urusan pribadinya."
Rio mengangguk setuju. "Benar. Mungkin saja mereka hanya ingin menikmati waktu berdua tanpa gangguan. Kita sebaiknya tidak terlalu khawatir."
Sammy menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri. "Iya, kalian mungkin benar. Tapi tetap saja, rasanya aneh tidak ada kabar sama sekali."
"Kalau mereka tidak pulang dalam satu atau dua hari lagi, kita akan cari tahu lebih lanjut," ujar Henry, mencoba menenangkan Sammy.
Rio menambahkan, "Ya, kita tunggu saja. Mungkin mereka akan segera memberi kabar."
Mereka bertiga akhirnya sepakat untuk menunggu dengan sabar, meski rasa cemas tetap menghantui pikiran mereka. Setiap detik terasa lambat, namun mereka berusaha meyakinkan diri bahwa Nathan dan Vivian baik-baik saja.
***
Sementara itu, di tempat berbeda, Vivian sedang sibuk menyiapkan makan malam di dapur. Aroma masakan yang sedap mengisi ruangan, sementara Nathan sibuk berbicara di telepon dengan Max di ruang sebelah. Vivian bisa mendengar suara Nathan yang penuh amarah, tetapi dia tidak bisa memahami sepenuhnya pembicaraan mereka.
"Aku tidak peduli bagaimana caranya, Max," kata Nathan. "Bereskan mereka tanpa sisa."
Vivian berhenti sejenak, bulu kuduknya langsung berdiri mendengar suara dingin Nathan. "Mereka" yang dimaksud oleh Nathan membuatnya penasaran, tetapi dia memilih untuk tetap diam dan tidak bertanya karena Vivian masih tau batasannya.
Fokusnya kembali pada panci yang mendidih di depannya. Dia menambahkan bumbu sesuai takaran, berusaha untuk tidak memikirkan nada marah di suara Nathan yang terus terngiang di telinganya. Namun, rasa penasaran tetap menggelayut di benaknya.
Nathan masuk ke dapur beberapa saat kemudian, wajahnya menunjukkan amarah yang belum sepenuhnya mereda. Vivian menoleh dan memberikan senyum yang lembut. "Makan malam hampir siap. Setelah ini kita makan malam bersama.
Nathan mengangguk, "Baiklah." jawabnya datar. Vivian hanya mengangguk, menahan keingintahuannya.
Nathan berjalan mendekat dan mencium kening Vivian dengan lembut. "Aku menghargai semua yang kau lakukan untukku, Vivian."
Vivian tersenyum kecil, dia mengangguk lalu duduk di meja makan setelah membawa masakan terakhirnya dan meletakkan di meja. "Ayo kita makan malam,"
Dengan perasaan campur aduk, mereka duduk bersama di meja makan. Meskipun ada banyak yang tidak dikatakan, kebersamaan mereka memberikan sedikit ketenangan di tengah-tengah kekacauan yang mungkin sedang terjadi di luar sana.
.
.
Usai makan malam, Nathan menghampiri Vivian yang sedang sibuk mencuci piring di dapur. Nathan sudah mengenakan pakaian yang berbeda dari yang dia pakai sebelumnya.
"Kau mau pergi?" tanya Vivian, menoleh sebentar dari piring yang sedang dicucinya.
Nathan mengangguk, ekspresinya tetap dingin dan datar. "Hm, ada sesuatu yang harus aku bereskan. Sebaiknya kau tidak pergi ke mana pun. Aku akan pulang agak malam."
Vivian hanya mengangguk pelan. "Baiklah. Hati-hati di jalan."
Nathan berjalan mendekat, meletakkan tangannya di bahu Vivian. "Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja." Dia kemudian menunduk, mencium bibir Vivian dengan lembut sebelum berbalik menuju pintu.
Vivian menatap punggung Nathan yang semakin menjauh, lalu kembali fokus pada piring yang masih menumpuk di wastafel. Suasana dapur terasa hening, hanya suara air yang mengalir dari keran yang terdengar.
Setelah selesai mencuci piring, Vivian memutuskan untuk membaca buku di ruang tamu sambil menunggu Nathan pulang. Meskipun kepalanya penuh dengan pertanyaan dan kekhawatiran, dia berusaha untuk tenang dan menikmati waktu sendirinya.
***
Mayat-mayat bergelimpangan dengan luka tembak di dada dan kepala, darah mengalir membasahi tanah. Suasana malam yang hening hanya dipecahkan oleh suara desingan peluru yang masih terngiang.
Nathan tiba di lokasi dengan mobil mewahnya, lampu depan mobil menyinari pemandangan mengerikan itu. Dia keluar dari mobil, langkahnya tenang namun penuh wibawa. Nathan menghampiri Max yang berdiri di antara mayat-mayat itu, pandangan Nathan datar, tak ada sedikitpun emosi yang terlihat di wajahnya.
"Kau sudah membereskan semuanya?" tanya Nathan dengan nada dingin, matanya meneliti setiap sudut tempat itu.
Max mengangguk, "Sudah, Tuan, dan ini barang milik Anda yang telah dicuri oleh mereka." Dia menyerahkan sebuah kotak beludru kepada Nathan.
Nathan mengambil kotak itu tanpa mengubah ekspresinya, memasukkan kotak tersebut ke dalam saku celananya. Dia mengangguk kecil, mengalihkan pandangannya ke arah mayat-mayat yang berserakan.
"Bakar mereka semua hingga menjadi abu," perintah Nathan dengan suara rendah namun tegas.
"Baik, Tuan Muda," jawab Max tanpa ragu, segera memberi isyarat kepada anak buahnya untuk mulai membakar mayat-mayat tersebut.
Nathan berbalik menuju mobilnya, melangkah dengan tenang meninggalkan tempat itu. Dia masuk ke dalam mobil dan menutup pintu, tatapannya kembali lurus ke depan, seolah kejadian barusan hanyalah rutinitas biasa. Mobil mewah itu melaju pergi, meninggalkan jejak api yang mulai berkobar di belakangnya, menghapus segala jejak dari malam penuh kekerasan itu.
***
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
imhe devangana
thor apakah nathan seorng ketua Mafia?
2025-01-22
0
Nuryati Yati
Mafiakah🤔
2024-12-13
0
Ruk Mini
sadisszzz kau bank
2024-09-19
0