Bab 9: Semakin Dekat

Malam semakin larut, langit gelap berhiaskan bintang-bintang yang bersinar redup. Nathan dan Vivian duduk di taman rumah sakit, di bawah pohon yang rindang. Suara gemericik air mancur dan angin malam yang sepoi-sepoi menambah kedamaian suasana.

Keheningan mengisi kebersamaan mereka, masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri. Nathan menatap lurus ke depan, wajahnya menunjukkan keletihan namun tetap tegar. Sementara itu, Vivian sesekali melirik Nathan, dan wajah tampan itu tidak menunjukkan emosi sama sekali.

"Apa kau kedinginan?" tanya Nathan memecah keheningan, matanya menatap Vivian yang hanya memakai dress tipis lengan panjang.

Vivian menggeleng pelan sambil mengusap lengannya yang terbungkus kain tipis dress-nya. "Tidak begitu," jawabnya, suaranya hampir berbisik.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Nathan melepaskan jasnya lalu menyampirkannya pada bahu Vivian. Kemeja hitam tanpa lengan yang dikenakannya terlihat kontras dengan kulitnya yang pucat setelah jasnya terlepas.

"Terima kasih," ucap Vivian pelan, sedikit terkejut namun merasa hangat.

Nathan hanya mengangguk singkat, kembali duduk dan menatap lurus ke depan. Keheningan kembali menyelimuti mereka, namun kali ini terasa lebih hangat dan nyaman. Mereka duduk berdua di taman itu, menikmati malam yang semakin larut, dengan keheningan yang tidak lagi canggung.

Nathan kembali memecah keheningan. "Jika kau lelah, sebaiknya istirahat saja. Di kamar inap ayahmu ada tempat tidur lebih, bisa kau gunakan untuk tidur," katanya, nada suaranya tetap datar namun ada sedikit perhatian yang tersirat.

Vivian menggeleng pelan. "Aku tidak mengantuk," balasnya, berusaha menahan senyum. Meski lelah, pikirannya masih terlalu gelisah untuk tidur.

Nathan menghela napas, menatap langit malam yang bertabur bintang. "Baiklah, tapi jangan memaksakan diri. Apa kau lapar?" tanyanya kemudian, tanpa mengalihkan pandangannya.

Vivian menganggukkan kepala dengan malu-malu. "Sedikit," jawabnya lirih, tidak ingin merepotkan Nathan.

Nathan mengangguk, lalu bangkit dari duduknya. "Aku akan cari sesuatu untuk dimakan. Kau tunggu di sini," katanya, tidak memberi ruang untuk penolakan.

Vivian tertegun sejenak, lalu mengikuti Nathan dengan pandangannya. "Terima kasih, Nathan," ucapnya dengan suara pelan namun penuh kejujuran.

Nathan tidak menoleh, hanya mengangkat tangan sebagai tanda ia mendengar. Langkahnya tenang menuju arah kantin rumah sakit. Sementara itu, Vivian duduk kembali, hatinya sedikit menghangat, ternyata pria itu tidaklah seburuk yang ia pikirkan.

Keheningan taman rumah sakit terasa lebih hangat, dan meski hanya sesaat, ada kenyamanan yang dia rasakan bersama Nathan. Malam yang larut itu menjadi saksi bisu dari kebersamaan mereka yang perlahan membunuh jarak di antara mereka.

Nathan kembali dengan beberapa potong roti dan dua gelas kopi. Tanpa basa-basi, dia menyerahkan roti dan kopi kepada Vivian. "Makanlah ini untuk mengganjal perutmu yang lapar," perintahnya dengan suara dingin, namun ada sedikit perhatian yang tersirat di balik nada tegasnya.

Vivian menerima roti dan kopi itu dengan tangan gemetar. "Terima kasih, Nathan," ucapnya pelan, sambil membuka bungkus roti.

Nathan duduk kembali di sampingnya, menatap langit malam yang masih bertabur bintang. "Kau tidak perlu berterima kasih," jawabnya datar, memandangi kopinya yang mengepulkan asap tipis. "Aku hanya tidak ingin ada masalah tambahan. Jika kau sampai jatuh sakit, siapa yang akan menjaga ayahmu."

Vivian menggigit roti dan menyesap kopi, merasakan kehangatan yang menyebar di tubuhnya. "Ya, kau benar," kata Vivian dengan suara lembut, matanya beralih ke Nathan yang duduk di sampingnya.

Nathan menatap Vivian sejenak, lalu kembali melihat ke depan. "Baiklah," ucapnya singkat.

Mereka kembali larut dalam keheningan, namun kali ini ada perasaan nyaman yang mengalir di antara mereka. Keduanya duduk di taman rumah sakit, menikmati roti dan kopi, mengisi keheningan malam dengan kebersamaan yang tak terucap. Meski Nathan tetap bersikap dingin, Vivian merasakan sedikit kehangatan dari perhatian kecil yang diberikan oleh pria itu.

***

Pagi menyingsing perlahan di kota, menyinari jalan-jalan yang masih sepi. Nathan melangkah mantap keluar dari rumah sakit. Wajahnya yang serius dan tatapannya yang datar tidak menggambarkan beban yang ia rasakan di dalam hatinya. Meski langit masih terang, pikirannya sudah terbang ke dunia pekerjaannya sebagai seorang CEO.

Dengan langkah pasti, Nathan memasuki gedung perkantoran yang megah. Sebuah lift membawanya ke lantai yang lebih tinggi, di mana ruang rapatnya sudah menanti. Begitu lift terbuka, asisten Nathan, Max, sudah menunggu di depan pintu ruang rapat dengan senyuman profesional di wajahnya.

“Tuan Muda,” ucap Max dengan sopan sambil membuka pintu ruang rapat untuknya.

Nathan masuk ke dalam ruangan dengan sikap yang tenang. Sejumlah orang sudah hadir di sana, duduk di sekitar meja bundar yang besar. Mereka langsung memberi hormat dengan mengangguk ketika Nathan masuk.

"Selamat pagi, Tuan Xi," sapa mereka serentak.

Nathan mengangguk sebagai balasan, kemudian langsung duduk di kursi utama di ujung meja. Tatapannya menyapu ruangan, memastikan semua orang siap untuk memulai pertemuan.

"Baiklah, kita mulai," ucap Nathan dengan suara yang tenang namun tegas.

Pertemuan berjalan lancar di bawah kendali Nathan. Setiap kata yang ia ucapkan, setiap keputusan yang ia ambil, mengungkapkan kedewasaan dan kepemimpinan yang tak tertandingi.

Saat pertemuan hampir berakhir, ada satu topik yang memerlukan keputusan cepat. Nathan menatap satu persatu anggota timnya, menunggu mereka memberikan masukan dan pendapat masing-masing.

"Tuan Xi, bagaimana menurutmu kita harus melanjutkan strategi ini?" tanya salah satu direktur.

Nathan memikirkannya sejenak, lalu dengan suara yang tenang ia menjawab, "Aku setuju dengan langkah ini. Kita akan terapkan dan aku akan memastikan tim mendapat dukungan penuh dari semua departemen terkait."

Para direktur mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa keputusan Nathan selalu didasarkan pada analisis yang matang dan visi jangka panjang yang kuat. Tak heran jika dia dianggap sebagai salah satu pemimpin yang paling dihormati dan disegani di industri mereka.

Setelah pertemuan selesai, Nathan memberi instruksi kepada setiap orang untuk melaksanakan keputusan yang telah dibuat. "Sampaikan hasil rapat ini ke semua departemen terkait dan pastikan implementasinya dimulai segera," ujarnya dengan suara yang jelas.

Para direktur menjawab dengan hormat, lalu mulai meninggalkan ruangan satu per satu setelah memberi salam perpisahan kepada Nathan.

Saat ruangan akhirnya sepi dan hanya tinggal Nathan sendirian, ia mengambil beberapa saat untuk merenung. Pikirannya melayang kembali ke rumah sakit, di mana Vivian dan keluarganya masih menghadapi cobaan berat. Meski beban kepemimpinannya begitu besar, dia tidak bisa tidak memikirkan tanggung jawab pribadinya.

Dengan pikiran yang terfokus, Nathan merencanakan langkah selanjutnya. Baginya, menjadi seorang pemimpin bukan hanya soal mengambil keputusan bisnis, tetapi juga tentang bagaimana ia dapat membawa pengaruh positif bagi kehidupan orang-orang di sekitarnya.

***

Bersambung

Terpopuler

Comments

Aqil Aqil

Aqil Aqil

thor.jngn lm2 upx ya,he..he..

2024-06-29

2

Juna ajun

Juna ajun

lanjutkan

2024-06-26

1

mawar

mawar

lanjutt lg thor

2024-06-26

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Penyakit Nathan Kambuh
2 Bab 2: Demi Kehormatanmu
3 Bab 3: Temani Aku Makan
4 Bab 4: Rasa Yang Aneh
5 Bab 5: Kambuh Lagi
6 Bab 6: Tidak Ada Cara Lain
7 Bab 7: Kau Lebih Berkuasa Dari Mereka
8 Bab 8: Kehangatan Yang Asing
9 Bab 9: Semakin Dekat
10 Bab 10: Ingat Batasanmu
11 Bab 11: Kepergian Ayah Vivian
12 Bab 12: Perasaan Tak Biasa
13 Bab 13: Kepulangan Si Kembar
14 Bab 14: Lakukan, Aku Milikmu
15 Bab 15: Kegaduhan Di Pagi Hari
16 Bab 16: Melindungi Sammy
17 Bab 17: BOCAH SETAN!!
18 Bab 18: Janji Nathan
19 Bab 19: Rasa Penasaran
20 Bab 20: Dua Kehidupan
21 Bab 21: Kau Memang Istimewa
22 Bab 22: Kembalinya Musuh Lama
23 Bab 23: Malam Yang Mengairahkan
24 Bab 24: Tidak Akan Melibatkan Vivian
25 Bab 26: Kepulangan Vivian dan Nathan
26 Bab 26: Fenomena Mobil Bergoyyang
27 Bab 27: Hari Pertama Kerja
28 Bab 28: Kembang Api
29 Bab 29: Kau Segala-galanya Bagiku
30 Bab 30: Insiden
31 Bab 31: Akan Selalu Melindunginya
32 Bab 32: Surat Ancaman
33 Bab 33: Pertemuan Monica Dan Arnold
34 Bab 34: Perkelahian Sengit
35 Bab 35: Peringatan Nathan
36 Bab 36: Nathan Cemburu
37 Bab 37: Vivian Di Culikk
38 Bab 38: Kebrutalan Nathan
39 Bab 39: Malam Penuh Hasrat
40 Bab 40: Keputusan Mengejutkan Nathan
41 Bab 41: Tak Mampu Tanpamu
42 Bab 42: Selalu Dan Selamanya
43 Bab 43: Ingin Memiliki Anak
44 Bab 44: Gangguan Kecil
45 Bab 45: Kebrutalan Nathan
46 Bab 46: Apa Kau Takut Padaku?
47 Bab 47: Tidak Ada Salahnya
48 Bab 48: Dua Wajah Satu Tubuh
49 Bab 49: Aku Mohon Berhentilah
50 Bab 50: Kembalinya Masa Lalu
51 Bab 51: Bocah Setan!!
52 Bab 52: Kekhawatiran Vivian
53 Bab 53: Peringatan Vivian
54 Bab 54: Malam Penuh Gaiirah
55 Bab 55: Kita Akan Memilikinya
56 Bab 56: Kita Hanya Masa Lalu
57 Bab 57: Kambuh Lagi
58 Bab 58: Malam Penuh Hasrat
59 Bab 59: Pantai Yang Indah
60 Bab 60: Kehebohan Di Pagi Hari
61 Bab 61: Rencana Pembunuhan
62 Bab 62: Hukuman Untuk Areta
63 Bab 63: Si Kembar Kembali Berulah
64 Bab 64: Berlian Untuk Vivian
65 Bab 65: Kesepian & Kekosongan
66 Bab 66: Pertemuan Besar
67 Bab 67: Dia Akan Baik-Baik Saja
68 Bab 68: Kecelakaan Kecil
69 Bab 69: Maafkan Aku
70 Bab 70: Saling Merindukan
71 Bab 71: Jarak Bukan Penghalang
72 Bab 72: Misi Terakhir
73 Bab 73: Kembali Untukmu
74 Bab 74: Vivian Hamil
75 KEPOIN YUK
76 Bab 75: Ujian Untuk Nathan
77 Bab 76: Kejahilan Vivian
78 Bab 77: Malam Penuh Hasrat
79 Bab 78: Merindukan Papa
80 Bab 79: Melihat Kembang Api
81 Bab 80: Insiden Menakutkan
82 Bab 81: Sekali Saja
83 Bab 82: Ibu Yang Luar Biasa
84 Bab 83: Tidak Mudah
85 Bab 84: Kedatangan Tamu Tak Diundang
86 Bab 85: Amarah Nathan
87 Bab 86: Penuh Kedamaian
88 Bab 87: Malam Ini Begitu Dingin
89 Bab 88: Aku Akan Selalu Ada Untukmu
90 Bab 89: Kepanikan Vivian
91 Bab 90: Si Kembar Berulah
92 Bab 91: Doris Diusir
93 Bab 92: Mengingat Masa Lalu
94 Bab 93: Keguguran
95 Bab 95: Hukuman Untuk Naomi
96 Bab 95: Membuat Perhitungan
97 Bab 96: Berlibur Ke Jerman
98 Bab 97: Hari Pertama' Di Jerman
99 Bab 98: Menikmati Momen Bersama Vivian
100 Bab 99: Mengakhiri Semuanya
101 Bab 100: Semua Sudah Berakhir
102 Bab 101: Dasar Kau Ini
103 Bab 102: Akhir Yang Bahagia
Episodes

Updated 103 Episodes

1
Bab 1: Penyakit Nathan Kambuh
2
Bab 2: Demi Kehormatanmu
3
Bab 3: Temani Aku Makan
4
Bab 4: Rasa Yang Aneh
5
Bab 5: Kambuh Lagi
6
Bab 6: Tidak Ada Cara Lain
7
Bab 7: Kau Lebih Berkuasa Dari Mereka
8
Bab 8: Kehangatan Yang Asing
9
Bab 9: Semakin Dekat
10
Bab 10: Ingat Batasanmu
11
Bab 11: Kepergian Ayah Vivian
12
Bab 12: Perasaan Tak Biasa
13
Bab 13: Kepulangan Si Kembar
14
Bab 14: Lakukan, Aku Milikmu
15
Bab 15: Kegaduhan Di Pagi Hari
16
Bab 16: Melindungi Sammy
17
Bab 17: BOCAH SETAN!!
18
Bab 18: Janji Nathan
19
Bab 19: Rasa Penasaran
20
Bab 20: Dua Kehidupan
21
Bab 21: Kau Memang Istimewa
22
Bab 22: Kembalinya Musuh Lama
23
Bab 23: Malam Yang Mengairahkan
24
Bab 24: Tidak Akan Melibatkan Vivian
25
Bab 26: Kepulangan Vivian dan Nathan
26
Bab 26: Fenomena Mobil Bergoyyang
27
Bab 27: Hari Pertama Kerja
28
Bab 28: Kembang Api
29
Bab 29: Kau Segala-galanya Bagiku
30
Bab 30: Insiden
31
Bab 31: Akan Selalu Melindunginya
32
Bab 32: Surat Ancaman
33
Bab 33: Pertemuan Monica Dan Arnold
34
Bab 34: Perkelahian Sengit
35
Bab 35: Peringatan Nathan
36
Bab 36: Nathan Cemburu
37
Bab 37: Vivian Di Culikk
38
Bab 38: Kebrutalan Nathan
39
Bab 39: Malam Penuh Hasrat
40
Bab 40: Keputusan Mengejutkan Nathan
41
Bab 41: Tak Mampu Tanpamu
42
Bab 42: Selalu Dan Selamanya
43
Bab 43: Ingin Memiliki Anak
44
Bab 44: Gangguan Kecil
45
Bab 45: Kebrutalan Nathan
46
Bab 46: Apa Kau Takut Padaku?
47
Bab 47: Tidak Ada Salahnya
48
Bab 48: Dua Wajah Satu Tubuh
49
Bab 49: Aku Mohon Berhentilah
50
Bab 50: Kembalinya Masa Lalu
51
Bab 51: Bocah Setan!!
52
Bab 52: Kekhawatiran Vivian
53
Bab 53: Peringatan Vivian
54
Bab 54: Malam Penuh Gaiirah
55
Bab 55: Kita Akan Memilikinya
56
Bab 56: Kita Hanya Masa Lalu
57
Bab 57: Kambuh Lagi
58
Bab 58: Malam Penuh Hasrat
59
Bab 59: Pantai Yang Indah
60
Bab 60: Kehebohan Di Pagi Hari
61
Bab 61: Rencana Pembunuhan
62
Bab 62: Hukuman Untuk Areta
63
Bab 63: Si Kembar Kembali Berulah
64
Bab 64: Berlian Untuk Vivian
65
Bab 65: Kesepian & Kekosongan
66
Bab 66: Pertemuan Besar
67
Bab 67: Dia Akan Baik-Baik Saja
68
Bab 68: Kecelakaan Kecil
69
Bab 69: Maafkan Aku
70
Bab 70: Saling Merindukan
71
Bab 71: Jarak Bukan Penghalang
72
Bab 72: Misi Terakhir
73
Bab 73: Kembali Untukmu
74
Bab 74: Vivian Hamil
75
KEPOIN YUK
76
Bab 75: Ujian Untuk Nathan
77
Bab 76: Kejahilan Vivian
78
Bab 77: Malam Penuh Hasrat
79
Bab 78: Merindukan Papa
80
Bab 79: Melihat Kembang Api
81
Bab 80: Insiden Menakutkan
82
Bab 81: Sekali Saja
83
Bab 82: Ibu Yang Luar Biasa
84
Bab 83: Tidak Mudah
85
Bab 84: Kedatangan Tamu Tak Diundang
86
Bab 85: Amarah Nathan
87
Bab 86: Penuh Kedamaian
88
Bab 87: Malam Ini Begitu Dingin
89
Bab 88: Aku Akan Selalu Ada Untukmu
90
Bab 89: Kepanikan Vivian
91
Bab 90: Si Kembar Berulah
92
Bab 91: Doris Diusir
93
Bab 92: Mengingat Masa Lalu
94
Bab 93: Keguguran
95
Bab 95: Hukuman Untuk Naomi
96
Bab 95: Membuat Perhitungan
97
Bab 96: Berlibur Ke Jerman
98
Bab 97: Hari Pertama' Di Jerman
99
Bab 98: Menikmati Momen Bersama Vivian
100
Bab 99: Mengakhiri Semuanya
101
Bab 100: Semua Sudah Berakhir
102
Bab 101: Dasar Kau Ini
103
Bab 102: Akhir Yang Bahagia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!