Hari operasi pun tiba. Nathan hanya ditemani oleh Vivian, yang setia menunggu di luar ruang operasi. Nathan memilih untuk tidak memberitahu si kembar perihal masalah pada mata kanannya, apalagi tentang operasi tersebut.
Di luar ruang operasi, Vivian duduk dengan gelisah, sesekali mengusap tangan dan menggigit bibirnya. Pikiran-pikirannya melayang, berharap operasi berjalan lancar.
Waktu berlalu dengan lambat. Akhirnya, pintu ruang operasi terbuka dan Nathan didorong keluar di atas tempat tidur. Mata kanannya tertutup perban, dan ada noda darah yang terlihat di perbannya.
Vivian segera berdiri dan mendekat. "Nathan, bagaimana perasaanmu?" tanyanya dengan suara bergetar.
Nathan menatapnya dengan satu mata yang tersisa, wajahnya tenang meskipun terlihat lelah. "Aku baik-baik saja," jawabnya singkat.
Vivian menggenggam tangan Nathan dengan erat. "Apakah operasinya berhasil?"
Nathan mengangguk pelan. "Ya, mereka berhasil mengangkat tumor itu. Tapi sekarang aku hanya punya satu mata yang berfungsi," jawabnya dengan nada datar.
Vivian menelan ludah, berusaha menahan air matanya. "Kau sudah melewati ini dengan sangat baik. Semua akan baik-baik saja, tidak akan ada yang berubah."
Nathan tersenyum tipis. "Aku sudah terbiasa dengan ini. Bahkan kau tau sendiri, sebelum operasi dilakukannya, aku sering menutup mata kananku yang mulai kabur. Ini bukan hal baru bagiku. Aku akan istirahat sebentar, setelah ini kita pulang." Ucapnya dan mengejutkan Vivian.
"Tapi, Nathan, seharusnya kau..."
"Aku tidak suka disini," dia memotong ucapan Vivian. Dan wanita itu hanya bisa menghela napas dan mengangguk setuju.
"Baiklah, terserah kau saja."
***
Nathan menolak untuk menjalani rawat inap. Dia memilih untuk rawat jalan, dan bukannya kembali ke mansion keluarga Xi, mereka malah menuju ke rumah pribadi milik Nathan yang jauh dari kebisingan kota. Rumah itu memiliki dua lantai. Meski lebih kecil dari rumah utama, rumah tersebut terlihat sangat nyaman.
Vivian menatap rumah itu dengan heran saat mereka tiba. "Kau tidak pernah memberitahuku tentang tempat ini," katanya pelan.
Nathan menoleh ke arahnya, menatap dengan satu mata yang tersisa. "Aku merasa itu tidak perlu. Tapi sekarang kau tahu," jawabnya tanpa basa-basi.
Vivian mengikuti Nathan masuk ke dalam rumah. Meski baru saja menjalani operasi mata, Nathan terlihat baik-baik saja, seolah-olah hal tersebut tidak pernah terjadi.
"Kau terlihat terlalu baik untuk seseorang yang baru saja dioperasi," ujar Vivian dengan nada setengah cemas.
Nathan hanya mengangkat bahu. "Aku sudah terbiasa. Lagi pula, aku punya pekerjaan yang harus diselesaikan." Dia berjalan menuju ruang kerjanya.
Vivian mengerutkan kening. "Kau tidak seharusnya memaksakan diri. Kau butuh istirahat."
Nathan berhenti sejenak di depan pintu ruang kerjanya. "Aku tahu batasanku, Vivian. Kau istirahatlah di kamar utama di lantai dua. Itu perintah."
Vivian menghela napas, lalu mengangguk mengerti. "Baiklah, kalau itu maumu," katanya sambil menaiki tangga menuju kamar utama. Meskipun Nathan terlihat baik-baik saja, Vivian tetap merasa cemas. Dia tahu bahwa suaminya adalah sosok yang keras kepala dan jarang menunjukkan kelemahannya.
Meskipun pernikahan mereka awalnya tidak didasari cinta, tapi akhir-akhir ini Vivian merasa ada sesuatu yang tumbuh di antara mereka. Sesuatu yang mungkin lebih kuat daripada yang dia bayangkan sebelumnya.
Di ruang kerjanya, Nathan duduk di belakang meja, memeriksa dokumen-dokumen penting. Meskipun hanya dengan satu mata yang berfungsi, dia tetap bekerja dengan efisiensi tinggi. Nathan tidak menunjukkan sedikit pun tanda-tanda kelelahan atau kesakitan. Baginya, hidup harus terus berjalan, apapun yang terjadi.
***
Sammy sedang berjalan di koridor kampus ketika dia mendengar suara-suara yang tidak asing di telinganya. Suara tawa yang keras dan cemoohan membuat langkahnya terhenti. Dia mengenali mereka segera—teman-teman SMP-nya dulu yang terkenal suka menghina dan merendahkannya.
"Eh, lihat siapa ini," salah satu dari mereka berkata dengan nada mengejek. "Si miskin Sammy ternyata satu kampus dengan kita. Apa yang kau lakukan disini? Pasti masuk lewat jalur beasiswa, ya?"
Sammy menunduk, tidak berani melawan. Dia tahu orang tua mereka sangat berpengaruh dan tidak ingin mencari masalah. "Aku hanya ingin belajar," jawabnya pelan, suaranya hampir tidak terdengar.
"Belajar? Kau? Kau pikir kau bisa sukses?" yang lain menambahkan, membuat teman-temannya tertawa terbahak-bahak.
Di saat yang sama, Henry dan Rio yang kebetulan lewat di koridor itu melihat Sammy sedang di-bully. Mereka segera mendekat, dan wajah mereka berubah marah. Henry yang lebih cepat bertindak, segera menarik Sammy dari lingkaran pembully.
"Heh, kalian ada masalah apa dengan adik kami?" tanya Henry dengan nada marah.
"Siapa kalian? Ini urusan kami dengannya. Tidak ada hubungannya dengan kalian," balas salah satu pembully.
Rio tersenyum sinis. "Oh, jadi kalian berani mengganggu adik kami? Kalian pikir dengan muka babi seperti itu kalian bisa bertingkah seenaknya?"
Pembully terkejut dan marah. "Apa katamu? Muka babi?"
Henry menambahkan dengan tawa mengejek. "Iya, dan lihat saja temanmu itu, muka tikus dengan pantat ayam. Pantas saja kalian cocok berkumpul bersama. Kalian benar-benar kombinasi yang menjijikkan."
Kata-kata Henry dan Rio yang tajam dan pedas membuat para pembully itu terdiam. Mereka tidak pernah dibalas seperti ini sebelumnya. Salah satu dari mereka mulai mundur, terlihat ketakutan.
"Dan ingat ini," kata Rio, mendekatkan wajahnya ke salah satu pembully, "Jika kami melihat kalian mengganggu Sammy lagi, kami tidak akan segan-segan membuat kalian lebih dari sekadar malu. Mengerti?"
Para pembully itu mengangguk dengan takut-takut dan segera meninggalkan tempat itu. Henry dan Rio kemudian mengalihkan perhatian mereka pada Sammy.
"Kau baik-baik saja?" tanya Henry dengan nada lebih lembut.
Sammy mengangguk pelan, masih terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. "Terima kasih, Ge," katanya lirih.
"Kami di sini untukmu," ujar Rio sambil menepuk bahu Sammy. "Jangan biarkan mereka mengganggumu lagi."
Sammy tersenyum tipis dan mengangguk. Baru kali ini ada orang yang menjaga dan melindunginya.
***
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Noverita Usman
bagus Dan penasaran
2024-07-01
3
Lissaerlina
lanjuttttt
2024-06-30
1
sella surya amanda
lanjut
2024-06-30
1