“Kita hampir sampai di bandara, Tuan Muda,” kata Max, memecah keheningan.
Nathan hanya mengangguk singkat. “Hn. Pastikan kita tidak terlambat,” jawabnya dengan nada dingin.
Mereka sedang dalam perjalanan untuk menjemput adik kembar Nathan, Henry dan Rio, yang baru saja tiba dari luar negeri. Vivian tidak bisa ikut karena sedang mengurus kepindahan Sammy. Nathan telah mendaftarkan Sammy di sekolah terbaik, di mana dia akan bersekolah bersama Henry dan Rio.
Setibanya di bandara, Nathan dan Max keluar dari mobil dan berjalan menuju area kedatangan. Tidak lama kemudian, dua sosok yang mirip muncul dari kerumunan. Henry dan Rio terlihat sedikit cemas saat melihat Nathan yang dingin berdiri di sana dengan eyepatch hitam menutupi mata kanannya.
“Gege!” seru Henry dan Rio bersamaan, menghampiri kakak mereka lalu ketiganya berpelukan.
Henry tidak bisa menahan rasa ingin tahunya, akhirnya dia memutuskan untuk bertanya.“Ge, apa yang terjadi dengan matamu?” tanyanya dengan nada cemas.
Rio menambahkan, “Iya, Ge. Kenapa kau pakai eyepatch?”
Nathan tetap tenang. “Mata kananku sedikit bermasalah. Tidak perlu khawatir, ini hanya sementara,” jawabnya singkat.
Henry dan Rio saling bertukar pandang, jelas merasa khawatir namun mereka tidak berani mempertanyakan lebih lanjut. “Syukurlah, kami pikir itu masalah yang serius," ucap Hendy menanggapi.
Rio , si bungsu kembali memeluk Nathan. "Ge, Aku benar-benar sangat merindukanmu." ucapnya sambil memeluk Nathan dengan erat. Disusul Henry yang tidak mau kalah dari adik kembarnya.
Nathan menepuk bahu mereka. “Sekarang, kita pulang. Kalian akan bertemu Sammy. Dia akan bersekolah di tempat yang sama dengan kalian.” ujar Nathan.
"Sammy, siapa dia?" tanya Rio penasaran.
"Adik iparku, kalian harus bersikap baik padanya. Jangan banyak bertanya, aku lelah dan tidak ingin membahas apapun," ucap Nathan sebelum si kembar melemparkan banyak pertanyaan padanya.
Henry dan Rio, lalu mereka berdua mengikuti Nathan menuju mobil sambil menarik koper masing-masing. Mereka tahu, meskipun Nathan bersikap dingin, dia selalu menjaga dan melindungi mereka dengan caranya sendiri.
***
Saat hendak meninggalkan sekolah baru Sammy, Vivian tak sengaja bertemu dengan beberapa teman kuliahnya dulu. Mereka menatap Vivian dengan pandangan sinis. Di depannya berdiri Areta Lim, seorang wanita yang dulu selalu meremehkannya.
"Wow, lihatlah siapa ini, bukankah dia adalah teman kita yang miskin itu? Ngomong-ngomong, apa yang sedang kau lakukan di sini? Ah, jangan-jangan kau mau mengemis ya?" ucap Areta dengan nada mengejek, diikuti tawa dari teman-temannya.
Vivian menyeringai dingin. "Aku pikir siapa, ternyata simpanan pria hidung belang rupanya," balasnya tanpa ragu. Dia tidak akan membiarkan dirinya dihina dan direndahkan begitu saja.
Wajah Areta langsung memucat mendengar ucapan Vivian. "Sialan, maksudmu apa bicara seperti itu?"
Vivian melangkah maju, menatap Areta dengan seringai tajam. "Maksudku? Kau tahu betul apa maksudku. Jangan berpura-pura tidak mengerti," katanya dengan nada tajam.
Areta mendengus marah. "Beraninya kau! Lihat penampilanmu sekarang, dari ujung rambut sampai ujung kaki memakai barang bermerek. Kau kira aku tidak tahu? Pasti kau jadi wanita simpanan, bukan?"
Vivian tertawa kecil mendengar itu, tetapi tawanya dingin. "Kau benar-benar lucu, Areta. Aku tidak perlu menjadi simpanan suami orang untuk memiliki semua ini. Suamiku sendiri sudah kaya raya," jawabnya dengan penuh wibawa. "Lagipula, aku punya harga diri, tidak seperti seseorang yang berdiri di sini," tambahnya, menatap Areta dengan pandangan meremehkan.
Areta gemetar marah, wajahnya memerah menahan emosi. "Kau... kau tidak tahu apa yang kau bicarakan!"
Vivian mendekat, matanya menatap lurus ke arah Areta. "Oh, aku tahu betul apa yang aku bicarakan. Dan kau tahu apa yang aku katakan itu benar," ucapnya dengan tenang namun tajam. "Sekarang, jika kau tidak punya hal lain yang lebih penting untuk dilakukan, aku sarankan kau pergi dari hadapanku. Aku punya urusan yang lebih penting daripada meladeni omong kosongmu."
Areta terdiam, tak mampu berkata apa-apa lagi. Teman-temannya juga terdiam, tak berani menambahkan komentar apapun. Mereka bisa melihat kesungguhan dan ketegasan di mata Vivian, dan itu membuat mereka berpikir dua kali untuk melanjutkan ejekan mereka.
Vivian berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Areta dan teman-temannya yang terdiam. Dengan tenang, Vivian kembali menuju mobilnya, merasa puas karena telah membela dirinya sendiri dan menunjukkan bahwa dia bukan lagi wanita yang bisa diremehkan begitu saja.
Di balik kaca mobil, dia melihat bayangan dirinya yang sangat-sangat berbeda, sosok yang jauh berbeda dengan dirinya yang dulu, yang hanya bisa menangis ketika dihina dan di rendahkan oleh orang lain. Vivian benar-benar telah berubah, dia bukan lagi wanita yang lemah.
***
Monica berdiri di dekat jendela. Dia melihat mobil mewah berhenti dan dua sosok yang sangat dia kenal keluar dari dalamnya. Henry dan Rio, adik kembar Nathan, tiba di kediaman keluarga Xi dengan senyum lebar di wajah mereka. Mereka membawa keceriaan yang tampak kontras dengan perasaan yang menggelegak di dalam hati Monica.
"Sial, kenapa mereka harus datang lagi?" gumam Monica pelan, tapi cukup keras untuk dirinya sendiri.
Dia mengingat kembali semua ulah Henry dan Rio yang selalu berhasil membuatnya naik darah. Mereka sering mengganggunya dengan tingkah laku konyol mereka, melemparkan komentar-komentar yang meremehkan, dan sekali waktu bahkan sengaja membuatnya tersandung saat dia membawa nampan makanan.
Tapi dia tidak berani menunjukkan ketidaksukaannya pada mereka. Bagaimanapun, mereka adalah adik majikannya, Nathan, yang selalu dingin dan tegas.
"Monica!" panggil Henry dengan suara keras begitu dia melihat Monica berdiri di dekat jendela. "Kau tidak senang melihat kami datang, ya?"
Monica tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan perasaannya. "Tentu saja tidak, Tuan Henry. Selamat datang kembali," jawabnya dengan nada yang dibuat sopan.
Rio menyeringai dan melangkah mendekat. "Ayo, Monica, jangan berpura-pura. Kami tahu kau pasti merindukan kami," katanya dengan nada menggoda.
Monica mengepalkan tangannya di balik punggung, berusaha menahan diri. "Tentu saja, Tuan Rio. Saya selalu senang melihat Tuan dan Tuan Henry kembali," jawabnya dengan senyum yang dipaksakan.
Henry tertawa kecil. "Kau benar-benar pandai berpura-pura, Monica. Tapi kami tidak masalah dengan itu. Kami hanya ingin bersenang-senang," katanya, melemparkan pandangan nakal pada saudaranya.
Rio mengangguk. "Benar. Kami akan mengadakan pesta kecil di sini malam ini. Pastikan semua siap. Dan, Monica, jangan lupa untuk menjaga senyum di wajahmu. Itu membuat rumah ini terlihat lebih ceria," ucapnya dengan nada memerintah.
Monica hanya bisa mengangguk, merasa semakin tertekan oleh kehadiran mereka. "Baik, Tuan Rio, Tuan Henry. Saya akan memastikan semuanya berjalan lancar," katanya, kemudian berbalik dan berjalan pergi dengan langkah cepat.
Di dalam hatinya, Monica merasakan kekesalan yang mendidih. Dia merasa tidak adil diperlakukan seperti ini, tetapi dia tidak punya pilihan. Dia tahu bahwa memperlihatkan ketidaksukaannya secara terang-terangan hanya akan membawa masalah. Dia menghela napas panjang, berusaha menenangkan diri.
"Suatu hari," pikirnya, "mereka akan merasakan bagaimana rasanya diperlakukan seperti ini."
***
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
sella surya amanda
lanjut
2024-06-29
3