BRAKK...
Vivian terkejut mendengar suara pintu dibanting dengan keras. Dia menoleh dan matanya membulat sempurna melihat Nathan masuk ke kamar mereka dengan langkah tertatih-tatih sambil mencengkram dadanya.
Tubuhnya terlihat lemah, dan Vivian tahu bahwa penyakit aneh suaminya sedang kambuh. "Nathan!" Tanpa pikir panjang, Vivian menghampiri Nathan lalu memegang wajahnya.
"Nathan, kau baik-baik saja?" tanya Vivian, suaranya penuh kekhawatiran.
Nathan tidak menjawab, hanya menarik Vivian lebih dekat dan mencium bibirnya dengan cepat dan dalam. Jari-jarinya mulai membuka kancing blus brokat yang Vivian kenakan. Dengan kekuatan yang tersisa, Nathan mendorongnya hingga mereka jatuh bersamaan ke tempat tidur.
Vivian terbaring di bawah Nathan yang mulai menindihnya. Dia merasakan desakan kuat dari bibir Nathan yang mulai menghisap ASII-nya. Vivian memejamkan matanya, tangannya terkepal kuat di seprai, dan dia merasakan getaran aneh saat bibir Nathan terus menghisap putingnya.
"Nathan..." dessah Vivian, suaranya hampir tak terdengar.
Nathan berhenti sejenak, menatap mata Vivian dengan intensitas yang sulit dijelaskan. "Aku butuh ini," katanya singkat, sebelum melanjutkan menghisap dengan lebih dalam.
Vivian tidak mampu berkata-kata lagi. Rasa campur aduk antara khawatir dan anehnya kenikmatan membuatnya terdiam. Tangannya secara refleks memegang erat rambut Nathan, mencoba menahan perasaan yang bercampur aduk dalam dirinya.
Suara dessahan Vivian terdengar lembut, hampir seperti bisikan. Dia merasakan getaran yang semakin kuat di tubuhnya, tetapi dia tahu bahwa Nathan membutuhkannya. Getaran aneh itu membuat Vivian merasa lebih dekat dengan suaminya, meskipun situasi mereka sangat tidak biasa.
Nathan akhirnya berhenti, mengangkat kepalanya dan menatap Vivian dengan tatapan yang lebih tenang. "Terima kasih," katanya dengan nada lebih lembut daripada sebelumnya.
Vivian hanya mengangguk, masih mencoba mengatur napasnya. "Kau tampak pucat," kata Vivian, suaranya bergetar.
Nathan mengangguk pelan. "Aku akan baik-baik saja. Hanya butuh istirahat sekarang."
Vivian menatap Nathan dengan mata penuh perhatian. "Sebaiknya kau istirahat saja, pulihkan tenagamu, aku akan menemanimu disini,"
Nathan menutup matanya, merasakan sentuhan lembut dari tangan Vivian di pipinya. "Aku tahu," jawabnya singkat, sebelum akhirnya terlelap di pelukan Vivian.
.
.
Vivian menatap wajah Nathan yang terlihat polos, seperti anak kecil saat sedang tidur. Dengan hati-hati, jari-jarinya menyentuh perban pada mata kanannya. Ketika Vivian menyentuhnya dengan sedikit tekanan, dia tidak merasakan adanya bola mata di balik perban itu. Tanpa terasa, air mata mengalir dari pelupuk matanya.
"Bodoh sekali aku," bisiknya pada diri sendiri.
Buru-buru Vivian menghapus air matanya, mencoba menahan perasaan yang bergolak di dalam dadanya. Dia memalingkan muka ke arah lain, berusaha mengalihkan pikirannya dari rasa sakit yang dirasakannya untuk Nathan.
Dalam keheningan kamar, Vivian berbisik pada dirinya sendiri, "Aku akan selalu ada untukmu, Nathan. Apapun yang terjadi."
Vivian kemudian menarik selimut menutupi tubuh Nathan yang lelah. Dia mengusap lembut rambut suaminya, memastikan Nathan merasa nyaman. "Istirahatlah yang cukup," ucapnya perlahan, meskipun dia tahu Nathan tidak bisa mendengarnya.
.
.
Tengah malam, Nathan terbangun. Dia mendapati dirinya tertidur dalam pelukan Vivian. Mata kirinya menatap wajah Vivian yang terlihat lelah namun polos. Sudut bibirnya tertarik ke atas, membentuk senyum tipis. Dengan perlahan dan hati-hati, Nathan bangkit dari posisinya, berusaha agar tidak membangunkan Vivian. Dia melangkah keluar meninggalkan kamar dengan tenang.
Nathan menuju ruang keluarga yang sepi. Di sana, dia mengambil sebotol anggur mewah dari rak dan menuangkannya ke dalam gelas. Dia meneguk perlahan, merasakan rasa anggur yang kaya di lidahnya. Pandangannya terarah ke jendela besar yang memperlihatkan langit malam bertabur bintang.
Nathan berdiri di dekat jendela, menikmati ketenangan malam yang hanya ditemani oleh suara angin yang berhembus pelan. Pikirannya melayang, merenungkan segala yang telah terjadi dan segala yang akan datang.
Dalam kesunyian itu, Nathan mengambil napas dalam-dalam, mencoba melepaskan beban yang menghimpit hatinya. Anggur di tangannya terasa seperti pelipur lara sementara.
Nathan menatap langit malam untuk beberapa saat lagi sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamar. Dengan langkah perlahan, dia berjalan menuju tempat tidur, kembali ke sisi Vivian yang masih terlelap. Dia berbaring di sampingnya, memastikan bahwa kehangatan tubuhnya kembali menyelimuti Vivian.
***
Monica menghadang Sammy yang hendak menaiki tangga. Wajahnya penuh dengan amarah, dan suaranya bergetar dengan kekesalan. "Kau manusia tak tahu diri! Kau pikir kau pantas berada di sini, di kediaman Xi yang mewah? Manusia seperti kau seharusnya tahu tempatnya!" makinya dengan kata-kata tajam.
Sammy hanya bisa menunduk, tidak berani menjawab. Kepalanya tertunduk dalam-dalam, menahan rasa malu dan takut.
Di lantai dua, Henry dan Rio yang melihat kejadian itu saling berpandangan dan tersenyum penuh rencana. Mereka mengambil seekor kecoa dari sebuah kotak kecil yang mereka bawa. Dengan cekatan, Henry menjatuhkan kecoa itu tepat ke arah Monica.
Kecoa itu langsung masuk ke dalam pakaian Monica, membuat wanita itu panik dan histeris. "Aaaah! Apa ini? Ada kecoa! Tolong!" teriaknya sambil melompat-lompat, mencoba mengusir kecoa itu dari tubuhnya.
Rio dan Henry tertawa puas dari lantai dua, melihat Monica dalam kepanikan. "Rasakan itu! Emang enak!" teriak Rio sambil tertawa terbahak-bahak.
Henry menambahkan, "Itulah akibatnya kalau berani mengganggu adik kami!"
Monica yang masih dalam kepanikan, mencoba melepaskan kecoa itu dari tubuhnya sambil melirik ke arah Henry dan Rio dengan penuh kemarahan. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain terus berteriak dan berusaha mengusir kecoa itu. Sammy yang melihat kejadian itu merasa sedikit lega, meskipun dia tetap merasa terintimidasi oleh kemarahan Monica.
Sammy mengangkat kepalanya, menatap Henry dan Rio dan tersenyum . Kedua pemuda itu memberi isyarat agar Sammy melanjutkan langkahnya. "Ayo, Brother. Jangan pedulikan dia," ujar Henry dengan senyum lebar.
Dengan sedikit keberanian yang tersisa, Sammy akhirnya melangkah naik ke tangga, meninggalkan Monica yang masih berteriak histeris di belakangnya. "Bocah Setan!! Awas saja kalian berdua, ya!!"
***
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Nuryati Yati
terus yg pntas siapa Monica kamu mimpi mu ketinggian
2024-12-13
0
sella surya amanda
lanjut
2024-07-01
2