BAB 19

Waktu terasa begitu cepat berlalu, seiring dengan semakin eratnya hubungan antara Gavin dan Aruna. Mereka berdua sudah seperti sepasang kekasih, namun tak ada ikatan resmi yang mengikat mereka. Pasalnya, Aruna tak ingin berpacaran dengan siapa pun, termasuk Gavin. Namun, pemuda itu tetap menerima keadaan ini demi tetap bisa dekat dengan Aruna.

Gavin kerap menghabiskan waktu bersama Aruna, dari sekedar berbincang santai hingga pergi berkeliling kota bersama. Senyuman merekah keduanya selalu terpancar di wajah mereka, menunjukkan betapa bahagianya mereka bersama.

Di mata orang lain, mereka sudah seperti sepasang kekasih yang tak terpisahkan. Aruna, meskipun tak ingin berpacaran, ternyata sangat menikmati kehadiran Gavin di hidupnya. Kehadiran Gavin memberikan rasa nyaman yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Pemuda itu selalu ada untuknya, memberi dukungan dan semangat, serta menjadi teman berbagi suka dan duka.

Sementara itu, Gavin tak pernah menuntut Aruna untuk mengubah pendiriannya tentang berpacaran. Baginya, yang terpenting adalah bisa tetap bersama Aruna dan menjaga hubungan yang telah terjalin. Gavin berharap suatu saat Aruna akan menyadari betapa besar cinta yang ia miliki untuknya, dan menerima cintanya dengan tulus.

Namun, di balik kebahagiaan yang terlihat, terpendam rasa cemas dan takut. Gavin selalu khawatir bahwa suatu hari nanti, Aruna akan pergi meninggalkannya, karena mereka tak memiliki ikatan resmi.

Sedangkan Aruna, meski menikmati hubungan ini, sesekali merasa terbebani oleh harapan Gavin yang terus-menerus ingin mendekatkan diri. Mereka terus menjalani hubungan tanpa status ini, mencoba menjaga keseimbangan antara kebahagiaan dan ketakutan yang menghantui.

Dea yang sudah tidak tahan di abaikan oleh Gavin, akhirnya hari ini memutuskan Aruna menemui Aruna di sekolahnya. Gadis itu menunggu didalam mobil sambil sesekali matanya melihat kearah gerbang sekolah.

Setelah beberapa menit menunggu dengan gelisah, akhirnya sosok yang ditunggu-tunggu muncul dari balik pintu gerbang. Dea, yang sedari tadi duduk di dalam mobil, segera membuka pintu dan melangkahkan kakinya menghampiri Aruna yang tampak terkejut melihat kedatangan Dea.

"Kak Dea," ucap Aruna dengan nada terbata, masih mengenali wajah kakak kelasnya yang pernah akrab dengannya di masa lalu.

"Ikut aku," ucap Dea dengan nada datar, tanpa menjelaskan apa pun. Dengan gerakan kasar, Dea menarik lengan Aruna dan mendorongnya masuk ke dalam mobil. Aruna merasakan detak jantungnya berpacu, tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Dea menutup pintu mobil dengan keras, membuat Aruna tersentak kaget. Dea kemudian menyalakan mesin mobil dan melajukan kendaraan mereka menuju ke suatu tempat yang tidak diketahui oleh Aruna.

Dalam perjalanan tersebut, Dea tidak mengeluarkan sepatah kata pun, membuat suasana di dalam mobil semakin mencekam. Aruna mencoba untuk menenangkan dirinya, namun rasa takut dan kekhawatiran yang dirasakannya semakin memuncak.

Dea menghentikan mobilnya di sebuah cafe yang tidak jauh dari sekolah Aruna. Aruna memandang ke luar jendela, mencoba menebak apa yang akan terjadi.

"Cepat turun," perintah Dea dengan nada dingin.

Aruna merasa gelisah seiring langkahnya mengikuti Dea masuk ke dalam cafe tersebut. Setelah memesan, Dea memilih tempat duduk yang berada di pojok ruangan, agak tersembunyi dari pandangan pengunjung lain.

"Ada apa, Kakak membawaku ke sini?" tanya Aruna, mencoba menyembunyikan rasa takutnya.

Dea menatap Aruna dengan tatapan penuh kebencian, membuat Aruna semakin merasa terintimidasi. "Jauhi Gavin! Dia milikku, kamu tidak berhak mendekatinya!" ucap Dea tanpa basa-basi, suaranya tegas dan penuh ancaman.

Aruna merasa terkejut dan sedih mendengar pernyataan Dea. Ia menundukkan kepalanya, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya. Tangan Aruna bergetar, namun ia mencoba keras untuk tetap tenang.

"Aku... aku tidak bermaksud merebut kak Gavin dari Kakak, aku hanya ingin berteman saja tidak lebih," jawab Aruna dengan suara lirih.

Dea menghela napas keras, tatapannya semakin tajam. "Jangan berbohong padaku! Aku tahu kamu menyukainya. Tapi dengar baik-baik, Aruna, jangan berani-berani mencoba merebutnya dariku. Aku akan membuat hidupmu sengsara jika kamu melanggar peringatan ini." ancam Dea.

Aruna merasa hampa dan takut, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa selain mengangguk pasrah, menuruti perintah Dea yang mengancam kebahagiaannya.

"Baiklah kak, aku akan jauhi kak Gavin" putus Aruna, dia tidak ingin memiliki musuh, dia ingin hidup tenang di sisa usianya yang sekarang.

*****

Mobil Gavin terparkir di depan sekolah Aruna, persis di tempat yang biasa ia tunggu untuk menjemput gadis itu. Namun kali ini, Gavin sudah menunggu lebih dari setengah jam dan Aruna belum juga muncul. Kebetulan, ia melihat Vina, sahabat Aruna, keluar dari gerbang sekolah. Gavin segera menghampirinya untuk menanyakan keberadaan Aruna.

"Vina, di mana Aruna?" tanya Gavin dengan nada khawatir.

"Aruna sudah pulang dari tadi, Kak. Aku pikir dia pulang sama Kak Gavin," jawab Vina, bingung melihat kekhawatiran Gavin.

Vina tahu bahwa Gavin selalu mengantar dan menjemput Aruna setiap hari, jadi ia mengira bahwa Aruna pasti sudah bersama Gavin. Kening Gavin berkerut mendalam, dan ia merasa cemas semakin menggelayuti hatinya.

Ia berusaha menenangkan diri dan berpikir dengan kepala dingin. "Terima kasih, Vina. mungkin dia sudah pulang duluan, karena aku tidak bilang ingin menjemputnya" ujar Gavin sebelum berlari kembali ke mobilnya.

Gavin mengecek ponselnya, mencari tahu apakah Aruna mengirim pesan atau menelepon. Namun, tak ada pesan atau panggilan masuk dari Aruna.

Dalam kecemasan, ia menghubungi Aruna dan menunggu dengan harap-harap cemas. Namun, tak ada jawaban. Mobil Gavin melaju cepat, ia mencari Aruna di setiap sudut jalan yang mungkin dilalui gadis itu. Pikirannya kacau, berharap Aruna hanya tertahan oleh sesuatu dan bukan menghadapi masalah yang lebih serius.

Wajah Gavin pucat pasi saat ia terus mencari Aruna, berharap dapat menemukan gadis itu dengan selamat. Setiap detik yang berlalu, kekhawatiran yang mendera Gavin semakin menguasai pikirannya. Ia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika sesuatu menimpa Aruna, gadis yang ia cintai dan ingin lindungi sepanjang hidupnya.

"Kemana dia? Atau jangan-jangan dia sudah pulang duluan" gumam Gavin, dan akhirnya ia memutuskan untuk mendatangi kediaman Aruna untuk memastikannya.

Setelah tiba didepan rumah Aruna, Gavin segera keluar dari dalam mobil, ia melangkahkan kakinya bertanya pada penjaga pintu gerbang di rumah Aruna.

"Mau nyari nona Aruna ya, Den" tanya penjaga yang sudah hafal betul dengan Gavin.

"Iya paman, dia sudah pulang belum ya" tanya Gavin.

"Sudah den, barusan nona Aruna pulang naik taksi" kata penjaga.

Membuat Gavin menghela nafas lega, wanita yang di cintainya itu ternyata sudah pulang. Dan dalam keadaan selamat.

"Terima kasih paman. Kalau begitu saya pulang dulu" pamit Gavin.

Terpopuler

Comments

Maylani Natalia

Maylani Natalia

cih si jalang dea....lagian mimpi lu ketinggian sih dah tao si gavin gk pernah lirik lo eee situnya kegatelan.lu salah alamat musuhin si Aluna.

2024-07-12

0

Pasrah

Pasrah

lanjut lagi ya thor

2024-07-11

0

Pasrah

Pasrah

awas kamu Dea kalau sampai Aruna kenapa "dan Gavin tau masalah nya tunggu aja apa yg akan terjadi pada mu itu

2024-07-11

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!