Gavin dengan hati-hati memarkirkan motornya di sudut basemen pusat perbelanjaan yang tidak terlalu ramai. Ia segera menurunkan kaki dari motor, mematikan mesin, dan kemudian membantu Orion turun dari motor dengan hati-hati.
"Om, kita ke playglound ya?" pinta Orion dengan antusias, setelah melepas helm dari kepalanya dan menatap Gavin dengan mata berbinar.
Gavin menghela napas, lalu menggeleng pelan. "Kita langsung beli susu saja, Om tidak ada waktu menemani kamu bermain sekarang," jawabnya dengan nada malas dan sedikit kesal.
Mendengar jawaban Gavin, wajah Orion seketika berubah. Bibirnya melengkung ke bawah, matanya mulai berkaca-kaca, dan sepertinya ia berusaha keras menahan tangis.
Gavin menyadari bahwa sekali kedipan saja, air mata Orion akan jatuh mengalir deras. Melihat ekspresi sedih Orion, Gavin merasa bersalah dan segera mencoba meredakan kekecewaan anak itu.
"Iya baiklah, kita ke playground dulu setelah itu belanja.Tapi ingat, jangan lama-lama," putus Gavin menuruti kemauan keponakannya itu.
Orion mengangguk pelan, "Telima kacih om" ucap Orion tersenyum lebar.
Gavin merotasi bola matanya malas, kemudian Gavin melangkahkan kakinya masuk kedalam mall sambil menggendong Orion. Langkah bocah kecil itu sangat pelan, membuat Gavin memutuskan untuk menggendongnya saja.
Mereka langsung naik ke lantai tiga menuju ke Playground. Setelah membayar tiket, Orion pun bermain bergabung dengan temannya yang lain. Sementara Gavin duduk di kursi tunggu sambil memainkan ponselnya, sesekali matanya mengawasi keponakannya itu.
Tak lama ada seorang perempuan yang menghampiri Gavin, perempuan itu yang tak lain adalah Dea, yang juga kebetulan sedang menemani keponakannya main.
"Gavin," panggil Dea, seraya tersenyum ramah.
Gavin terkejut dan menghentikan kegiatannya. Ia menoleh, dan melihat sosok Dea yang cantik dengan rambut panjang terurai, berdiri tak jauh darinya.
"Iya, De. Kamu di sini juga?" ucap Gavin mencoba bersikap biasa.
"Iya, kebetulan aku sedang menemani keponakan ku bermain. Lihat deh, yang sedang naik ayunan itu," jelas Dea, menunjuk ke arah seorang anak kecil yang tengah tertawa bahagia.
"Kamu sendiri ngapain di sini?" tanyanya dengan antusias, matanya bersinar penasaran.
"Sama, aku juga sedang menemani keponakan ku bermain." ucap Gavin dengan wajah datar tanpa ekspresi.
Mereka berdua terdiam sejenak, menatap anak-anak yang bermain dengan gembira. Tak terasa, pertemuan singkat ini membuat hati berbunga-bunga, khusunya bagi Dea.
"Setelah ini kalian mau kemana" tanya Dea mencairkan suasana.
"Belanja" jawab Gavin singkat.
Dea menatap Gavin dengan senyum manis, semangatnya tidak sedikit pun pudar meskipun Gavin sudah berulang kali menolak ajakannya.
"Sama dong, kebetulan aku juga ingin membeli sesuatu. Bagaimana kalau kita bareng saja?" tawar Dea dengan penuh harap.
Gavin menggaruk tengkuknya, mencoba mencari alasan untuk menolak ajakan Dea tanpa menyakiti perasaannya.
"Maaf, De, tapi aku tidak bisa lama-lama," ucap Gavin dengan nada minta maaf.
Mendengar alasan Gavin, Dea sedikit kecewa, namun tetap tersenyum. "Oh, baiklah. Mungkin lain kali ya, Gavin," ucap Dea sambil menepuk bahunya dengan ringan.
Sementara itu, Orion yang sedang asyik bermain di taman berlari-lari mengejar teman-temannya.
Gavin lantas memanggilnya, "Orion, ayo! Kita harus segera pergi!"
Orion mengerucutkan bibirnya sebal, merasa kecewa karena baru saja bermain selama tiga puluh menit. Namun, ia tidak bisa menolak panggilan Gavin.
Dengan langkah gontai, Orion mendekati Gavin dan Dea. Melihat wajah kecewa Orion, Dea mencoba menenangkannya. "Jangan sedih, lain kali kamu masih bisa bermain lagi," ucap Dea sambil mengelus kepala Orion.
"Iya aunty tantik" Mata Orion berubah berbinar setelah melihat Dea, dia tidak jadi bersedih karena melihat gadis itu.
"Nama kamu siapa?" tanya Dea mencoba mendekati Orion.
"Aku Olion aunty, pake L bukan pake L" ucap Orion.
Dea mengerutkan keningnya bingung, memang apa bedanya, perasaan yang di ucapkan bocah kecil itu sama saja.
"Orion, dia belum bisa mengatakan huruf R" ucap Gavin memberitahu.
Dea mengangguk paham, "Perkenalkan, nama aunty Dea" ucap Dea memperkenalkan diri.
"Namana bagus, sepelti olangna" gombal Orion.
Gavin menatap jengah keponakannya itu, matanya langsung berubah terang ketika melihat wanita.
"Sudah ayo" ajak Gavin sambil menggendong Orion, mereka pergi meninggalkan Dea sendirian di playground.
Dea pun menghela napas, menatap kepergian Gavin dan Orion dengan perasaan campur aduk. Meskipun ditolak, ia tetap berusaha untuk mendekati Gavin dan berharap suatu saat bisa mendapatkan hatinya.
Sepanjang jalan Orion mengomel. "Om ini tenapa cih, keljaanna malah-malah aja. Ketemu cewek tantik itu telcenyum om, jangan pacang muka galak sepelti itu. Nanti kalau nda laku bial tau lasa," ucap Orion dengan wajah cemberut.
"Daripada kamu, liat cewek cantik dikit, matanya langsung berubah hijau. Ingat, kamu itu masih kecil, tidak boleh genit-genit seperti itu," ucap Gavin tegas, memperingatkan keponakannya.
Orion membantah dengan wajah memerah, "Ciapa yang genit cih. Kata daddy, peltahankan pusat pelbanyak cabang, cekalang Lion cedang belusaha pelbanak cabang sepelti kata daddy." Dia mengepalkan kedua tangannya, membela diri dengan alasan yang cukup konyol.
Gavin menepuk keningnya, kakaknya yang nomor dua itu memang sesat, dia sering kali berbicara yang aneh-aneh kepada putranya, membuat otak kecilnya ternodai.
"Lain kali jangan dengerin ucapan daddy mu itu, bukannya jadi pintar malah berubah sesat kamu" ucap Gavin kesal.
Orion mengangukkan kepalanya pelan, seakan mengerti apa yang di katakan Gavin.
Gavin berdiri di depan rak susu di supermarket, memegang tangan Orion yang masih kecil. "Cepat ambil susu yang kamu inginkan," ucap Gavin sambil melepaskan tangan Orion dari genggamannya.
Orion mengangguk antusias, dan segera berlari ke rak susu yang dia inginkan. Anak kecil itu mengambil beberapa susu kotak dengan gambar karakter kartun favoritnya. Tak lama, Orion kembali ke samping Gavin dengan tangan penuh susu kotak dan banyak snack seperti coklat, permen, dan keripik.
"Sudah, Om," ucap Orion dengan wajah sumringah setelah selesai mendapatkan apa yang dia inginkan.
Gavin menghela nafas panjang, melihat banyaknya cemilan yang Orion ambil. Keningnya berkerut,
"Banyak sekali lho, memangnya kamu boleh makan ciki sebanyak ini?" tanya Gavin sambil menatap tumpukan cemilan di tangan Orion.
Orion menggaruk kepalanya yang tak gatal, matanya melirik ke atas seolah sedang berpikir keras. "Boleh, Om. Asalkan ndak lihat mommy," jawab Orion polos sambil memperlihatkan deretan giginya.
Gavin tersenyum kecil, menepuk kepala Orion dengan lembut. "Baiklah, tapi jangan lupa makan sayur dan buah juga, ya," pesan Gavin, merasa lega karena Orion sudah paham pentingnya menjaga keseimbangan asupan makanan.
Gavin mengajak Orion ke kasir untuk membayar barang belanjaannya, setelah selesai, kini giliran mereka pergi ke toko kue untuk membelikan pesanan Alisya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Pasrah
itu si bapak masak ngajarin anak nya seperti itu benar kata Gavin jgn di dengar , tapi kalau seperti ini Gavin harus ada Reva dan keponakan nya si Cherry
2024-06-24
1
Sani Srimulyani
aku baru ingat, aruna itu cewe yang ketemu sama gavin di taman kan. trus waktu itu pernah minta mama nya buatin kue buat aruna. bener ga sih........
2024-06-23
1
Maylani Natalia
😂😂😂😂bapaknya sesad oooiiii jan di tiru
2024-06-21
1