BAB 2

Gavin merasa jantungnya berdegup kencang setelah mendengar kabar tersebut. Dengan wajah pucat, ia segera melajukan motornya menuju ke rumah Aruna.

Bip

Bip

Bip

seorang penjaga keluar, membukakan pagar untuk Gavin. Penjaga yang sudah mengenali Gavin sejak kecil pun langsung bertanya.

"Den Gavin nyari nona Aruna" tanya sang Penjaga.

"Iya pak, Aruna nya di rumah tidak pak" tanya Gavin balik.

"Maaf den, nyonya dan tuan sudah membawa nona Aruna ke bandara, mereka ingin mengajak nona Aruna berobat ke luar negeri" terang penjaga.

Gavin menghela nafas pelan, ia merasa menyesal tadi tidak mengikuti Aruna ke rumah sakit.

"Kalau boleh tau, mereka bawa Aruna ke negara mana pak" tanya Gavin ingin tahu, ia berharap dapat mengunjunginya ke sana.

"Saya tidak tahu den, saya tidak menanyakannya" kata penjaga.

Tanpa sadar, air mata mulai mengalir di pipinya. Gavin merasa sangat menyesal karena tidak bisa menemui Aruna sebelum ia terbang ke luar negeri untuk berobat.

Ia merasa seolah kehilangan sebagian besar hidupnya. Saat berada di depan pintu rumah Aruna, Gavin menatap nanar sekeliling rumah yang tampak sepi. Ia bisa membayangkan Aruna yang biasa tersenyum ceria, kini telah pergi meninggalkan rumah ini.

Gavin pun duduk di tangga depan rumah Aruna, menundukkan kepalanya dan menangis tersedu-sedu. Gavin mengingat betapa ia selalu menemani Aruna, berbicara tentang masa depan mereka bersama. Namun, kini semua itu seolah menjadi kenangan yang tak akan pernah terulang lagi.

Gavin merasa sangat kehilangan sosok Aruna yang selalu membuatnya merasa bahagia. Dalam hatinya, Gavin berjanji akan menunggu Aruna kembali, sembari berdoa agar Aruna bisa segera sembuh dari penyakitnya dan kembali ke kota kelahirannya.

Meski harus menunggu lama, Gavin yakin cinta mereka akan selalu menyatukan mereka kembali. Ia pun berdiri dan berlalu meninggalkan rumah Aruna dengan perasaan haru biru, berharap suatu hari nanti mereka bisa bersama lagi.

Gavin memutuskan pulang kerumah, saat ini dia membutuhkan pelukan sang ibu, untuk menenangkan perasaannya yang sedang galau.

"Kenapa itu mukana, lecek amat sepelti uang selibuan" ucap keponakan Gavin yang bernama Orion, putra Ravin.

Gavin hanya melengoskan wajahnya, dan berlalu masuk kedala rumah. Suasana hatinya yang sedang kacau membuat dia malas meladeni keponakannya itu.

"Assalamualaikum, Ma," ucap Gavin saat ia pulang ke rumah dengan langkah gontai dan wajah murung.

"Waalaikum salam," jawab Alisya, "Kok telat pulangnya?" tanya Alisya heran melihat wajah Gavin yang lesu.

Gavin tidak langsung menjawab pertanyaan ibunya, sebaliknya ia duduk di samping Alisya dan merebahkan kepalanya di atas pangkuannya. Ia memeluk perut ibunya erat, seolah mencari pelukan hangat dari sang ibu.

"Kenapa, hmm?" tanya Alisya sambil mengusap kepala Gavin dengan lembut, mencoba meredakan kesedihan yang tampaknya sedang melanda anaknya.

"Aruna pergi, hikss..." jawab Gavin sambil terisak, tangisnya pecah di pangkuan sang ibu.

Alisya mengerutkan keningnya, bingung dengan tangisan Gavin. "Terus kenapa kalau Aruna pergi? Biarin aja dia pergi, nanti juga balik lagi," ucap Alisya, mencoba menenangkan Gavin.

Tapi Gavin masih terisak, tangisnya semakin menjadi. "Tapi dia perginya keluar negeri, Ma. Dia berobat kesana, dan mungkin nggak akan balik dalam waktu yang lama," ujar Gavin dengan suara parau.

Mendengar penjelasan Gavin, Alisya pun mengerti mengapa anaknya begitu sedih. Ia semakin mengusap kepala Gavin dengan lembut, mencoba menghibur anaknya yang terluka hatinya. "Sabar ya, Nak. Mungkin rumah sakit di sini sudah tidak sanggup menyembuhkan Aruna, makanya mereka membawanya keluar negeri" ucap Alisya bijaksana.

Meskipun saat ini Gavin sudah memasuki usia 16th, namun anak itu masih manja kepada sang ibu, mungkin karena dia merupakan anak bungsu di keluarganya.

"Terus Gavin sama siapa mama?" tanya Gavin sedih.

Alisya tersenyum geli, ia mengira putra bungsunya akan menjadi lelaki playboy mengingat dulu kerap kali merayu anak perempuan. Tapi ternyata Gavin tumbuh menjadi lelaki setia sama seperti ayahnya.

"Cari lagi aja, ngapain galau-galau" canda Alisya.

"Ngga mau, Gavin cuma mau Aruna" kekeuh Gavin.

"Tapi maaf sayang, Aruna sakit. Nanti dia akan merepotkanmu," ucap Alisya, yang ingin menguji seberapa tulus cinta putranya itu kepada Aruna.

Gavin menghadap ibunya dan berkata dengan tegas, "Tidak apa-apa, Mama. Nanti Gavin akan merawatnya, bila perlu Gavin akan ambil jurusan kedokteran supaya bisa mengobati Aruna." Tekad Gavin sama sekali tidak goyah, ia menerima Aruna dengan segala kekurangannya.

Alisya tersenyum bangga mendengarnya. "Belajarlah nak, supaya kamu bisa masuk ke universitas kedokteran yang kamu inginkan" ucap Alisya, sambil menepuk kepala putranya dengan lembut.

Gavin mengangguk, "Iya, Mama. Gavin akan belajar dengan sungguh-sungguh demi Aruna."

Semangat dan kecintaannya pada Aruna menjadi kekuatan yang mendorongnya untuk mencapai cita-cita itu.

Namun sampai sekarang Aruna masih enggan untuk menerima Gavin, sudah berulang kali Gavin menyatakan cinta kepada gadis itu, tetapi selalu di tolak. Aruna berfikir Gavin bisa mendapatkan wanita yang lebih baik dari dirinya. ia tidak mau merepotkan Gavin dengan penyakit yang di deritanya.

Akan tetapi Gavin tidak mundur, dia terus berusaha mendapatkan cinta Aruna meskipun harus menggunya seribu tahun lamanya.

Selang berapa lama Arsen masuk kedalam rumah sambil menggendong Orion, pria tengah baya itu baru saja pulang kerja.

"Kenapa lagi dia mam" tanya Arsen dan mencium kening istrinya.

"Biasa galau di tinggal pujaan hatinya" goda Alisya.

"Aruna" tanya Arsen memastikan.

Alisya menganggukkan kepalanya membenarkan pertanyaan suaminya, "Orang tuanya membawa dia berobat ke luar negeri, makanya dia galau" terang Alisya sambil melirik wajah putranya yang sudah kesal.

"Tlagis cekali, cemoga kak Aluna bica cembuh dan mendapatkan jodoh di cana" sahut Orion.

"Amin" ucap Orion dan Arsen kompak, sambil tertawa cekikikan.

"Kalian" kesal Gavin melototkan matanya menatap sang ayah dan juga keponakannya.

"Kenapa? Mau malah?" tantang Orion.

Gavin mendengus kesal. "Kak Ravin kemana sih, kenapa anaknya di tinggal di sini, bikin kesel aja" gerutu Gavin.

"Daddy cama mommy, lagi buat adik balu untuk Lion, makana Lion di tinggal di cini. Kata Daddy Lion nda boleh ganggu" terang Orion.

Mereka bertiga menepuk keningnya masing-masing, mereka merutuki kelakuan Ravin yang asal bicara.

Terpopuler

Comments

Pasrah

Pasrah

ini cerita pasti seru banget soalnya ada bocil dan Gavin yg patah hati di tinggal pergi berobat,smg Aruna cepat sembuh dari penyakitnya OK

2024-06-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!