Aruna duduk di kamarnya, menatap langit-langit dengan rasa bimbang. Setelah pertemuannya dengan Dea dan mengetahui hubungannya dengan Gavin, dia merasa takut untuk melanjutkan persahabatannya dengan pria itu. Aruna tahu Dea mungkin akan mencoba menyakitinya jika dia terus dekat dengan Gavin. Hidupnya sudah cukup rumit, dan dia tidak ingin menambah masalah baru.
Tiba-tiba, suara pagar rumah terdengar terbuka dan suara Gavin terdengar memanggil namanya. Aruna segera mengunci pintu kamarnya dan bersembunyi di balik tirai jendela kamarnya, berharap Gavin tidak akan mengetahui keberadaannya.
"Paman, Aruna nya ada gak?" tanya Gavin pada penjaga rumah Aruna.
"Anu den, nona Aruna nya sedang istirahat," jawab penjaga sesuai apa yang di perintahkan nona Aruna sebelumnya.
Aruna mengintip dari balik tirai, melihat Gavin tampak kecewa. Namun, dia tahu ini adalah hal terbaik yang harus dilakukan. Dia tidak ingin terjebak dalam situasi yang bisa merugikan dirinya, apalagi jika itu melibatkan Dea yang dikenal kejam dan posesif.
Gavin akhirnya pergi dengan langkah gontai, meninggalkan Aruna yang masih bersembunyi di balik tirai. Dia merasa bersalah, tapi dia yakin bahwa menjauh dari Gavin adalah keputusan yang tepat. Aruna takut akan dampak yang mungkin ditimbulkan jika dia terus bersama Gavin, terlebih jika Dea tahu tentang hubungan mereka yang semakin dekat.
Aruna menghela napas panjang, berharap suatu hari nanti segalanya akan menjadi lebih mudah dan tidak lagi rumit seperti sekarang. Tapi untuk saat ini, dia akan menjaga jarak dari Gavin dan menjalani hidupnya sendiri, demi kebahagiaan dan keselamatannya.
Tok
Tok
Tok
Ceklek.....
Tak lama pintu dibuka oleh Aruna.
"Bunda, ada apa bund?" tanya Aruna.
Bunda Dera tersenyum lalu merangkul bahu Aruna, dan membawanya masuk ke dalam kamar. Ia mendudukkan sang putri di tepi ranjang.
"Ada apa? Kenapa tidak mau menemui Gavin?" tanya Bunda Dera lembut.
Aruna tidak langsung menjawab, dia justru memeluk tubuh ibunya sambil terisak lirih. Air mata Aruna bercucuran membasahi baju Bunda Dera, menunjukkan betapa sedihnya hati gadis itu.
"Aruna tidak mau menyakiti perasaan orang lain, bunda." jawab Aruna dengan suara bergetar.
Bunda Dera mengeryitkan keningnya, lalu mengusap lembut punggung Aruna untuk menenangkan putrinya, "Maksud kamu ada apa, sayang? Ceritakan semuanya pada Bunda."
Aruna mengambil napas dalam-dalam, mencoba meredakan isakannya, lalu mulai bercerita, "Aruna tahu bahwa Gavin sangat mencintai Aruna, tapi hati Aruna tidak bisa menerima cintanya. Aruna takut jika nantinya Aruna akan melukai perasaan Gavin karena tidak bisa membalas cintanya." jelas Aruna. "Biarkan kak Gavin dengan perempuan lain saja, yanh lebih baik dari Aruna" lanjutnya.
Mendengar penuturan Aruna, Bunda Dera pun menghela napas panjang, memahami kegalauan hati putrinya.
Ia lalu menatap mata Aruna yang sembab, "Aruna, kamu harus jujur pada Gavin. Jangan biarkan dia terus berharap jika kamu tidak bisa menerima cintanya. Kebahagiaan tidak akan tercipta jika kamu hanya memendam perasaanmu." tegas bunda Dera.
Aruna menunduk, menangis lagi, merasa bersalah karena selama ini telah menyimpan perasaan tersebut. Bunda Dera terus memeluk Aruna, memberikan dukungan pada putrinya agar mampu menghadapi kenyataan dan mengungkapkan perasaannya pada Gavin.
"Temui Gavin, dan katakan padanya. Jangan menjadi perempuan yang plin plan, jadilah perempuan yang tegas agar tidak membuat orang lain salah paham" ucap bunda Dera.
Aruna menundukkan kepalanya, pipinya memerah seiring dengan rasa malu yang memenuhi hatinya.
"Aruna sudah berulang kali mengatakannya, Bunda. Tapi kak Gavin tetap mendekati Aruna, Aruna juga merasa nyaman berada di samping kak Gavin," ucap Aruna dengan suara yang lirih.
Bunda Dera menghela nafas panjang, menatap anak gadisnya yang masih bingung dengan perasaannya sendiri. Percintaan anak muda memang sulit, apalagi wanita. Mereka sering kali menyembunyikan apa yang mereka rasakan, dan membiarkan orang lain menebak-nebak.
"Kalau kamu nyaman berada di sisinya, kenapa kamu tidak mencoba menerimanya?" tanya Bunda Dera, mencoba memberikan nasihat pada putrinya.
Aruna menggigit bibirnya, ragu untuk menjawab pertanyaan ibunya. "Karena Aruna tidak tahu apa yang sebenarnya Aruna rasakan, Bunda. Apakah ini cinta atau hanya rasa nyaman karena kak Gavin selalu ada untuk Aruna?"
Bunda Dera tersenyum, mengelus lembut rambut Aruna. "Cinta memang tidak mudah, Nak. Tapi jangan terlalu memikirkan perasaanmu saat ini. Biarkan waktu yang menjawabnya. Jika memang kamu dan Gavin ditakdirkan bersama, pasti akan ada jalan yang membawa kalian ke situ." Aruna mengangguk, merasa sedikit lega mendengar nasihat ibunya.
"Aruna berharap tidak akan berjodoh, bunda. Kata dokter umur Aruna sudah tidak lama lagi, Aruna tidak mau membuat kak Gavin sedih karena kehilangan Aruan, bunda" ucap Aruan sambil tersenyum yang di paksakan.
Bunda Dera yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan itu, merasa hatinya seperti disayat. Air mata mulai mengalir deras di pipinya. Dia memeluk putrinya sambil mengusap punggung putrinya yang kurus itu dengan lembut.
"Aruna, kamu harus tetap berjuang. Jangan menyerah begitu saja. Siapa tahu, ada keajaiban yang akan datang untuk menyembuhkanmu," kata Bunda Dera dengan suara bergetar.
Aruna menatap Bunda Dera dengan mata berkaca-kaca, lalu tersenyum. "Terima kasih, Bun. Aruna akan berusaha semampunya," jawabnya sambil mengusap air mata yang menetes di pipinya. Namun, di dalam hati Aruna, dia tahu betapa berat beban yang harus dihadapinya. Meski begitu, demi orang tuanya dan orang-orang yang di sayanginya, dia akan terus berusaha bertahan sekuat tenaga dan berharap pada keajaiban.
******
Gavin duduk termenung di bangku taman yang biasa ia dan Aruna tempati, angin sepoi-sepoi membelai wajahnya yang tampak murung. Ia menatap kosong ke sekeliling taman yang penuh dengan kenangan indah bersama Aruna, gadis yang selama ini ia cintai dengan tulus.
Namun, suasana hari ini jauh berbeda dari biasanya, Aruna yang selalu ada di sampingnya kini tak tampak ****** hidungnya, malah seolah menghindarinya.
"Ada apa dengan Aruna? Kenapa tiba-tiba ia menghindariku?" gumam Gavin, rasa bingung dan cemas mulai menyelimuti pikirannya.
Keningnya terus berkerut, mencoba mengingat apakah ada sesuatu yang telah ia lakukan hingga membuat Aruna berubah sikap. Gavin menghela napas panjang, mengusap wajahnya yang semakin merasa tertekan. Ia mengingat saat terakhir mereka bertemu, Aruna tersenyum padanya namun senyuman itu tampak dipaksakan, mata Aruna yang biasanya cerah dan terlihat sayu.
Gavin merasa ada yang tidak beres, mungkin ada masalah yang sedang dihadapi Aruna, atau mungkin ia telah melakukan sesuatu yang membuat gadis itu kecewa. "Apakah aku harus mencarinya dan menanyakan langsung? Tapi, bagaimana jika ia semakin menjauh dariku?" gumam Gavin, merasa dilema antara ingin mencari tahu dan takut membuat Aruna semakin menjauh darinya.
Dalam kegalauan itu, Gavin memutuskan untuk memberi waktu pada Aruna, mungkin gadis itu membutuhkan ruang dan waktu untuk sendiri. jika setelah beberapa waktu Aruna belum juga menemui atau menghubunginya, ia akan mencari tahu dan berusaha memperbaiki apapun yang telah membuat Aruna terluka.
"Hai Gav,"
Tak alam datang Dea mengagetkan Gavin yang sedang duduk sendirian di taman.
Gavin terkejut melihat Dea menghampirinya, ia tidak tahu mengapa gadis itu bisa mengatahui keberadaannya.
"Ngapain kamu berada di sini" tanya Gavin penasaran.
"Aku sengaja kesini untuk menemui mu, tadi aku sempat ke rumah nu sebentar, tapi tante Alisya bilang kamu sedang di taman komplek" terang Dea dan mendudukkan tubuhnya di samping Gavin.
Dea menatap wajah Gavin yang tampak murung dan bingung. "Kamu kenapa? Aku lihat barusan kamu melamun," tanya Dea dengan ekspresi yang penuh keingintahuan.
"Aku sedang bingung. Tiba-tiba Aruna menjauhiku," jawab Gavin dengan nada sedih dan kecewa.
Dea merasakan kebahagiaan di dalam hatinya. Senyum puas tersembunyi di balik raut wajahnya yang tampak prihatin. Dia tidak menyangka bahwa Aruna akan mengikuti perintahnya untuk menjauhi Gavin.
"Ngapain kamu mikirin dia, Gavin? Dari awal perempuan itu memang tidak jelas. Hilang timbul sesuka hatinya," ucap Dea sambil mencoba mempengaruhi pikiran Gavin agar melupakan Aruna.
Gavin menunduk, merenung sejenak atas perkataan Dea. Sementara itu, Dea berusaha menyembunyikan senyum kemenangannya, merasa berhasil mempengaruhi hubungan antara Gavin dan Aruna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Danny Muliawati
Smga Gavin ngeh alias sadar ucapan Gea
2024-10-25
0
Maylani Natalia
semoga kebusukan lu segera ketahuan dan lu di buang ame Gavin dan kagak ade yang sudi temenan ame lu
2024-07-12
0
Maylani Natalia
cih betina gatal
2024-07-12
0