Sejak Aruna pergi meninggalkan tanah air satu bulan yang lalu, Dea mulai mengambil kesempatan untuk mendekati Gavin. Mereka sudah saling mengenal sejak duduk di taman kanak-kanak, di mana Gavin sangat gigih mencoba mendapatkan perhatian Dea.
Gavin sering kali memberikan Dea coklat, namun saat itu, Dea hanya tertarik pada coklat yang diberikan, bukan pada Gavin. Pasalnya, Gavin memiliki tubuh yang gemuk seperti bola, yang membuat Dea enggan untuk dekat dengannya.
Namun, kini keadaannya berbeda. Setelah Gavin berhasil menjalani program diet dan olahraga yang intens, penampilannya berubah drastis. Tubuhnya kini tampak lebih atletis dan wajahnya lebih tampan. Melihat perubahan tersebut, Dea mulai merasa tertarik dan berusaha mendekati Gavin. Dea mulai mengajak Gavin pergi bersama, seperti ke bioskop atau ke taman bermain. Gavin yang masih ingat masa lalunya dengan Dea merasa ragu dan bingung. Di satu sisi, ia merasa senang karena gadis yang dulu ia taksir mulai menunjukkan ketertarikan padanya, namun di sisi lain, ia merasa tidak enak dengan Aruna yang sedang berada jauh di negeri orang.
Suatu hari, ketika mereka sedang duduk di bangku taman, Dea menatap Gavin dengan mata yang berbinar. "Gavin, aku akui dulu aku tidak tertarik padamu. Tapi sekarang, aku melihatmu sebagai pria yang menarik dan kusuka. Aku ingin kita bisa lebih dekat lagi, bagaimana menurutmu?" ujar Dea dengan wajah yang memerah.
Gavin menatap Dea dengan pandangan yang bercampur aduk. Ia teringat akan masa lalunya yang pahit dan juga perasaannya pada Aruna yang masih belum pudar.
"Dea, aku menghargai perasaanmu. Tapi, aku rasa sebaiknya kita tetap menjaga jarak. Aku masih memiliki perasaan pada Aruna, dan aku tidak ingin melukai hatinya," jawab Gavin dengan tegas.
Dea merasa kecewa mendengar jawaban Gavin, "Tapi Aruna sudah pergi Gav, bisa jadi dia menemukan pria lain di sana" ucap Dea mencoba mempengaruhi perasaan Gavin.
"Aku tidak yakin, sampai kapan pun aku akan tetap menunggunya" ucap Gavin mengingat dia berulang kali di tolak oleh gadis itu. Ia yakin Aruna juga akan menolak lelaki lain yang mencoba mendekatinya.
"Aku ke perpustakaan dulu" pamit Gavin seraya bangkit dari tempat duduknya. Ia meninggalkan Dea yang kesal menatap punggung pria itu.
Gavin kini menjalani kehidupan yang berbeda. Setiap pagi, ia bangun lebih awal untuk belajar dan mengulang materi yang telah dipelajarinya semalam. Di sekolah, ia terus berusaha fokus pada pelajaran dan memaksimalkan waktu luangnya untuk belajar tambahan. ia bertekad untuk masuk ke universitas kedokteran demi mengobati gadis yang ia cintai, Aruna.
Dea, yang menyadari perubahan dalam diri Gavin, merasa semakin terpacu untuk terus berusaha mendapatkan hati Gavin. Ia juga semakin giat belajar dan berusaha menjadi lebih baik demi menyamai langkah Gavin. Dea merasa yakin bahwa cinta mereka akan tumbuh bersama dengan pencapaian mimpinya.
Dea menatap punggung Gavin yang kian menjauh, Hanin yang baru saja datang mengerutkan keningnya mengikuti arah pandang temannya itu.
"Kamu kenapa, De? Ditolak Gavin lagi?" tanya Hanin
Dea tersenyum lembut, lalu menjawab, "Hmm, sudahlah. Ayo kita ke kelas. Aku yakin suatu saat aku bisa mendapatkan Gavin." Ia lalu berjalan beriringan dengan Hanin, dengan semangat yang tak pernah padam dalam hatinya.
Di perpustakaan yang sunyi, Gavin duduk di pojokan dengan penuh perasaan. Matanya tak lepas dari ponsel yang dipegangnya erat, menatap wajah Aruna yang tersenyum lembut dalam galeri foto. Rasa rindu dan kekhawatiran terpancar dari kedua bola matanya yang berkaca-kaca.
"Bagaimana kabar mu Aruna? Kenapa kamu tidak pernah menghubungiku, kamu baik-baik saja kan di sana?" gumam Gavin seraya mengusap layar ponsel tersebut dengan lembut, seolah ingin merasakan kehadiran Aruna yang jauh di sana.
Tangan Gavin bergetar, menahan perasaan yang mulai menguasai dirinya. Bibirnya bergetar, berusaha untuk menahan isak tangis yang hendak pecah.
Sementara itu, perasaan cemas dan bingung terus menghantuinya, membuatnya tak bisa fokus pada buku yang ia bawa. Gavin merasa Aruna sengaja menghilang begitu saja dari hidupnya, meninggalkan lubang kosong yang tak bisa diisi oleh siapa pun.
Semakin lama, hatinya semakin merasa tercabik-cabik, tak tahan dengan keheningan yang membeku antara mereka. Dalam hati kecilnya, Gavin terus berharap agar Aruna segera menghubunginya dan memberitahu tentang penyakitnya. Sampai sekarang Gavin tidak tahu penyakit apa yang di derita oleh gadis itu.
******
Sore hari, Orion menghampiri Gavin yang sedang rebahan di sofa ruang tengah sambil membaca buku di tangannya.
"Om, ayo main" ajak Orion yang merasa bosan karena tidak ada teman bermain.
Gavin menoleh kearah keponakannya sebentar, lalu fokus lagi dengan bukunya. "Main sendiri, om sibuk" ketus Gavin.
Semenjak kepergian Aruna ke luar negeri, Gavin berubah menjadi sosok pendiam, tidak seperti dulu yang ramai.
"Om nda bocan baca buku telus, mending om Gavin ikut Lion ke mall, kita cuci mata om. Pasti banak cewek cantik di cana," rayu Orion sambil berusaha menarik tangan Gavin.
"Iya Gav, tidak ada salahnya kamu jalan-jalan sama Orion. Mau sampai kapan kamu mengurung diri seperti ini?" timpal Alisya menatap putra bungsunya itu sendu.
Gavin hanya keluar saat pergi sekolah saja, selebihnya dia mengurung diri di rumah.
"Sekalian kamu bisa belanja keperluan sekolah dan makanan kesukaanmu," tambah Alisya sambil mengusap kepala Gavin dengan lembut.
Namun, Gavin tetap diam dan tidak bereaksi. "Om Gavin, ayo lah," pinta Orion lagi dengan nada memelas.
Namun, Gavin hanya menatap kosong ke arah lain, seolah tidak mendengar apa yang dikatakan oleh sang ibu dan keponakannya itu.
Sejak kepergian Aruna ke luar negeri, Gavin benar-benar berubah. Sosoknya yang dulu ramah dan ceria, kini seolah lenyap dan digantikan oleh sosok yang pendiam dan murung. Ia bahkan jarang lagi tertawa lepas seperti dulu.
Alisya merasa khawatir akan perubahan yang dialami oleh Gavin. ia berharap, suatu hari nanti, senyum ceria Gavin akan kembali menghiasi wajahnya. Namun, untuk saat ini, ia hanya bisa mencoba memahami dan mendukung Gavin dalam menghadapi kesedihan yang dirasakannya.
"Mama sekalian nitip kue di tempat langganan mama ya," ucap Alisya masih berusaha membujuk sang putra.
"Susu Orion juga kebetulan habis, kamu sekalian belikan ya. Mama tidak bisa ke supermarket soalnya kepala mama pusing" ucap Aliya beralasan.
"Hmmm" jawab Gavin malas.
Mau tidak mau akhirnya Gavin memutuskan mengantar keponakannya untuk jalan-jalan, sekalian membelikan pesanan sang mama.
"Pegangan, biar ngga terbang" perintah Gavin kepada Keponakannya, Ia lebih memilih menaiki motor daripada mobil.
"Siap om" jawab Orion semangat, kemudian memeluk tubuh Gavin dari belakang.
Motor yang di kemudikan Gavin bergerak maju, menuju ke salah satu pusat perbelanjaan yang berada di kota Jakarta. Wajah Orion terlihat berbinar, akhirnya bisa jalan keluar bersama om nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Pasrah
smg Aruna cepat sembuh dan kembali lagi ke negaranya sendiri biar Gavin ceria lagi
2024-06-24
1