BAB 8

Malam itu, kediaman Arsen begitu ramai dan penuh kebahagiaan. Semua anggota keluarga dan kerabat berkumpul untuk merayakan acara kelulusan Gavin. Dekorasi balon dan spanduk yang bertuliskan "Selamat Kelulusan, Gavin!" menghiasi ruang tamu.

Tertawa dan tawa serta ucapan selamat menggema di seantero rumah. Gavin, dengan senyum lebar di wajahnya, mengenakan jubah kelulusan dan toga, berdiri di tengah-tengah kerumunan keluarga.

Reva, kakak tertua Gavin, mendekatinya dan berkata, "Selamat adik bontotnya kakak!" Ia lalu mengunyel-ngunyel wajah Gavin dengan kasih sayang, membuat adiknya itu meringis kesakitan.

Sebelum Gavin sempat mengelak, Reva mengecup seluruh wajah adiknya itu dengan penuh cinta dan bangga.

Gavin meronta, mencoba melepaskan diri dari pelukan Reva yang begitu erat.

"Tolong... lepasin aku!" raung Gavin dengan wajah yang memerah karena geli.

Keluarga yang melihat adegan itu tertawa terbahak-bahak, menikmati keceriaan momen berharga tersebut.

"Sekarang giliran aku" ucap Rachel ikut mendekati sang adik. Wanita itu melakukan hal yang sama, dia mencium serta mencubit wajah Gavin.

Revan dan Ravin yang tidak mau kalah juga ikut melakukan hal yang sama. Di hadapan para kakaknya Gavin tidak ada harga dirinya sama sekali, ia selalu menjadi bahan mainan mereka berempat.

"Kak Ravin jangan mencium ku. Aku masih normal lho" protes Gavin.

Ctak....

"Hai Jamil, kau pikir aku tidak normal, aku juga masih normal. Aku cuma ingin mencium adikku sendiri, memangnya apa salahnya" ucap Ravin sambil menjitak kening Gavin.

Membuat gavin mengerucutkan bibirnya kesal. Dia juga tahu kakaknya itu normal, hanya saja dia risih di cium oleh kakaknya. Apalagi saat ini dia sudah mau beranjak dewasa.

"Van, kau tidak ingin mencium adik kita ini, hmm?" tanya Ravin dengan tersenyum jahil, sambil mengedipkan mata pada Revan.

"Tentu saja, tolong kamu pegangin Vin," ucap Revan sambil tertawa kecil, menunjukkan kekompakan mereka dalam menggoda adiknya.

Ravin mengangguk, dan memegangi kedua tangan Gavin, yang berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri. Kepala Gavin bergerak ke sana kemari, mencoba menghindari ciuman yang akan diberikan Revan. Wajahnya memerah karena malu, sementara kakak-kakaknya terus tertawa puas.

"Mama... tolong aku!" teriak Gavin, meminta tolong pada ibunya yang sedang berada di dapur.

Suara teriakan Gavin terdengar jelas di telinga Alisya, alih-alih menolong, Alisya justru membiarkan sang putra menjahili adiknya itu.

Malam itu, kebahagiaan merajai suasana di rumah Arsen, dan Gavin akan selalu mengenang pesta kelulusannya sebagai salah satu momen terindah dalam hidupnya bersama keluarga tercinta.

"Sudah ayo kita makan" ajak Arsen kepada seluruh anggota keluarganya.

"Lepasin Vin, nanti adik mu itu nangis" ucap Arsen, membuat Ravin dan Revan melepaskan Gavin.

Gavin menatap tajam sang kakak, dengan penuh dendam. Matanya memancarkan rasa tidak terima dan kekesalan yang mendalam. "Awas aja kalian," ucap Gavin dengan suara yang bergetar namun tegas.

Mendengar ucapan adiknya, Revan menaikkan satu alisnya ke atas, mengejek sekaligus mencoba memahami maksud di balik kata-kata Gavin.

"Kau berani mengancam ku, Gav?" tanya Revan sambil tersenyum sinis.

Gavin menggaruk kepalanya salah tingkah, tahu bahwa ia tak mampu melawan sang kakak. "Tentu saja tidak," ucap Gavin dengan nada pasrah.

Hatinya berdebar, ia takut sang kakak akan membalas dendam padanya. Selain sang ayah, Revan kerap kali memberikan uang bulanan kepada Gavin. Sebagai anak yang paling kecil, setiap bulan Gavin selalu mendapatkan uang dari kakak-kakaknya.

Semua anggota keluarga sudah duduk di ruang makan, suasana yang tadinya ramai oleh ocehan mereka kini berubah sunyi. Hanya ada suara sendok dan garpu yang saling bersahut-sahutan saat mereka menyantap makanan yang telah disajikan oleh ibu mereka.

Saling pandang antara satu sama lain, mereka seakan merasakan kehangatan yang sama meski tak bersuara.

Selesai makan malam, Arsen mengajak seluruh anggota keluarganya berkumpul di ruang keluarga. Mereka duduk melingkar sambil mengobrol, bercanda, dan tertawa bersama. Suasana menjadi lebih akrab dan hangat, seolah melupakan sejenak keheningan yang sempat menyelimuti ruang makan tadi.

"Kamu jadi masuk universitas kedokteran, Gav?" tanya Arsen kepada putranya.

Wajah Gavin bersemu merah, ia mengangguk perlahan sambil tersenyum malu-malu. "Iya, pa, Alhamdulillah, aku diterima di universitas impianku," jawab Gavin dengan penuh semangat.

Mendengar itu, seluruh anggota keluarga langsung memberikan tepuk tangan dan ucapan selamat kepada Gavriel. Mereka merasa bangga dan bahagia atas pencapaian adik bungsu mereka.

Rachel menatap adiknya, Gavin, dengan rasa iba. Ia melihat betapa serius Gavin berbicara tentang keputusannya untuk mengubur impiannya demi Aruna. Wajah Gavin terlihat tegar, namun matahari yang terbenam di belakangnya membentuk siluet yang melukiskan kesedihan mendalam. "Sebegitu besarnya kamu menyukai Aruna, Gav. Kamu sampai rela mengubur impianmu sendiri," ucap Rachel dengan nada sedih.

Gavin menatap lurus ke mata Rachel, menunjukkan kebulatan tekadnya. "Aku akan melakukan apa saja demi orang yang aku cintai, termasuk mengubur impianku sendiri, Kak," ucap Gavin dengan tegas.

Di saat yang bersamaan, angin berhembus lembut, membawa daun-daun kering yang gugur dan mengelilingi rumah berdua. Rachel menghela napas panjang, mencoba meresapi setiap kata yang diucapkan adiknya. Ia tidak bisa menahan perasaan sedih dan prihatin, namun di saat yang sama, ia juga merasa kagum dengan keteguhan hati Gavin.

"Kamu benar-benar dewasa sekarang, Gav," ucap Rachel sambil tersenyum kecil. "Tapi ingat, jangan pernah menyesal atas keputusan yang sudah kamu ambil. Teruslah berjuang demi orang yang kamu cintai, dan jangan lupa untuk mencintai diri sendiri juga." pesan Rachel.

Gavin mengangguk, tersenyum pahit. Ia tahu bahwa jalan yang akan ia tempuh tidak mudah, tetapi cinta yang ia miliki untuk Aruna telah membuatnya siap menghadapi apapun yang akan datang. Dan dengan dukungan kakaknya, Gavin percaya bahwa ia akan mampu melewati semua rintangan demi mencapai kebahagiaan bersama Aruna.

Terpopuler

Comments

Pasrah

Pasrah

lanjutkan lagi OK

2024-06-27

1

Pasrah

Pasrah

sedih banget bacanya,smg Gavin bisa sukses dan menjadi dokter yg di inginkan, juga cinta dan penantian nya berbuah manis hasilnya

2024-06-27

2

Sani Srimulyani

Sani Srimulyani

semoga semua pengorbananmu membuahkan hasil ya gav.......

2024-06-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!