Tin
Tin
Tin
Suara klakson mobil Gavin membuat Aruna menoleh ke belakang, dia tersenyum melihat Gavin yang sudah datang menjemputnya. Dibalik kaca mobil yang terbuka, tampak wajah tampan Gavin yang tersenyum ramah, menunggu Aruna untuk masuk ke dalam mobilnya.
Aruna pun berpamitan dengan sahabatnya sebelum masuk kedalam mobil Gavin. "Vina, aku pulang dulu ya. Kak Gavin sudah menjemputku," ucap Aruna sambil menunjukkan wajah sumringahnya.
"Iya baiklah, hati-hati. Sampai bertemu besok pagi," balas Vina dengan senyum lebar, melambaikan tangan sebagai isyarat perpisahan.
Aruna mengangguk pelan, lalu melangkahkan kakinya menghampiri mobil Gavin yang berwarna biru metalik itu. Ia membuka pintu mobil dengan hati-hati, merasakan hembusan angin yang menyegarkan. Begitu masuk ke dalam mobil, aroma kesegaran udara dan wangi parfum Gavin langsung menyambutnya.
"Bagaimana hari ini?" tanya Gavin dengan suara lembut, sambil menatap Aruna yang tengah memasang sabuk pengaman.
"Terima kasih kak, sudah menjemputku. Hari ini sangat menyenangkan, bisa bertemu lagi dengan teman-teman ku," ujar Aruna sembari memperlihatkan senyuman manisnya.
Gavin tersenyum balik dan mengusap surai panjang Aruna dengan lembut, "Sama-sama, Aruna. Aku senang jika kamu bahagia." ucap Gavin.
Meski hatinya berbunga-bunga, Aruna mencoba menahan perasaan sukanya pada Gavin. Sebagai penderita penyakit parah yang tak pasti kapan akan sembuh, ia merasa tidak pantas untuk menerima perhatian Gavin sepenuhnya.
Aruna tak ingin Gavin merasa terbebani jika suatu saat nanti dia harus pergi lebih dulu. Namun, meski begitu, hari ini tetap menjadi hari yang berkesan bagi Aruna. Senyuman Gavin yang tulus dan kehangatan tangan pria itu menjadi kenangan indah yang akan selalu ia simpan dalam hatinya.
Mereka pun melanjutkan perjalanan pulang dengan penuh keceriaan, saling bercerita tentang pengalaman mereka sepanjang hari. Dalam hati, Aruna bersyukur memiliki sosok Gavin yang selalu ada untuk menjaganya, sekaligus merasa beruntung bisa menjadi bagian dari kehidupannya.
"Mau main dulu atau langsung pulang?" tanya Gavin dengan wajah penuh perhatian, mencoba menawarkan pilihan bagi Aruna.
Aruna menghela napas sejenak, lalu menjawab, "Pulang saja kak, aku capek." Wajah Aruna tampak lelah, seolah-olah dia baru saja mengikuti lomba lari maraton.
Melihat kondisi Aruna yang tampak jelas lelah, Gavin mengangguk paham. Dia tahu betul bahwa Aruna memang tidak sekuat remaja lainnya. Apalagi belum lama ini, gadis itu baru saja sembuh dari sakit yang membuatnya harus absen berbulan bulan dari sekolah.
"Baiklah, kita langsung pulang saja. Aku antar kamu sampai di rumah, ya," ujar Gavin, menunjukkan rasa perhatiannya kepada Aruna.
Dia tak ingin memaksakan kehendaknya untuk bermain jika itu akan membuat Aruna kembali sakit.
Gavin melajukan mobilnya, sambil sesekali melihat kearah Aruna, memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja.
Setelah menempuh perjalanan yang melelahkan, akhirnya mobil yang dikendarai Gavin tiba di depan rumah Aruna.
Gavin, dengan sigap keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu penumpang, lalu membukakan pintu tersebut untuk Aruna.
"Terima kasih, Kak," ucap Aruna dengan senyum lelah, kemudian perlahan keluar dari mobil.
Gavin tersenyum balas, "Aku pulang dulu, ya. Kamu jangan lupa istirahat." ucap Gavin.
Aruna mengangguk, "Sekali lagi terima kasih, Kak," balas Aruna sambil menatap mata Gavin yang penuh kehangatan.
Gavin kembali ke dalam mobilnya, menghidupkan mesin, dan melambaikan tangan pada Aruna. Mobil pun melaju perlahan meninggalkan rumah Aruna,
sementara Aruna masih berdiri di depan rumah, menatap mobil Gavin yang semakin menjauh. Setelah mobil Gavin menghilang dari pandangannya, barulah Aruna masuk kedalam rumahnya.
Gavin masuk kedalam mobil, lantas melajukan mobilnya meninggalkan rumah Aruna. Pria itu tidak langsung pulang, melainkan ke rumah Dea terlebih dahulu. Dia merasa khawatir dengn gadis itu karena sudah dua hari ini tidak terlihat di kampus, beberapa temannya berkata kalau gadis itu sakit, dan sekarang Gavin berencana menjenguknya. Sebelum tiba di rumah Dea, dia menyempatkan diri untuk mampir di toko buah terlebih dahulu.
..
Setibanya di depan pintu rumah Dea, Gavin menarik nafas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan diri sebelum menekan bel rumah. Tak lama kemudian, pintu terbuka dan seorang wanita paruh baya yang merupakan ibu Dea menyambutnya dengan senyum ramah.
"Gavin, apa kabar?," ujar wanita itu sambil mengajak Gavin masuk ke dalam rumah.
Gavin mengikuti langkah ibu Dea menuju ruang tamu, kemudian duduk di salah satu sofa yang ada di sana. Pria itu tidak merasa canggung karena sejak kecil sudah beberapa kali. berkunjung ke rumah Dea.
"Dea mana tante?" tanya Gavin dengan rasa penasaran dan khawatir.
"Ia sedang di kamarnya, Gavin. sudah dua hari ini Dea sedang tidak enak badan, dia hujan-hujanan. Tapi, jangan khawatir, dokter sudah memeriksa dan memberikan obat untuknya," jelas ibu Dea sambil tersenyum menenangkan.
Gavin mengangguk, kemudian memberikan tas buah-buahan yang ia bawa kepada ibu Dea. Pria itu merasa menyesal mendengar penuturan Ibu Dea. Akibat ulah dirinya sampai membuat Dea sakit.
"Ini buah untuk Dea, tante. Semoga bisa membantu mempercepat penyembuhannya," ujar Gavin dengan tulus.
Ibu Dea tersenyum gembira melihat kepedulian Gavin pada putrinya. "Terima kasih, Gavin. tante akan memberikan buah ini kepada Dea. Kamu ingin menjenguknya sebentar?" tawar ibu Dea.
Gavin mengangguk, kemudian mengikuti langkah ibu Dea menuju kamar Dea. Setelah mendapat izin untuk masuk, Gavin melihat Dea yang sedang terbaring di tempat tidur dengan wajah pucat. Hatinya serasa teriris melihat keadaan teman masa kecilnya itu.
"Dea, aku datang menjengukmu. Semoga kamu cepat sembuh, ya," ucap Gavin lembut sambil duduk di samping tempat tidur Dea.
Gadis itu menoleh mendengar suara yang begitu familiar di telinganya. Dia tersenyum lemah melihat kedatangan Gavin yang telah ia nantikan.
"Aku minta maaf atas kesalahan ku yang kemarin. Aku tidak bisa datang ke taman karena ada sesuatu yang penting yang tidak bisa aku tinggalkan," ucap Gavin dengan suara lembut dan tulus.
Dea menatapnya, menilai kejujuran di balik kata-kata Gavin. Setelah beberapa detik, ia tersenyum lemah dan mengangguk pelan.
"Tidak apa-apa, kau mengerti kok. Tapi tidak ada salahnya mengabariku terlebih dahulu, agar aku tidak menunggumu," ucap Dea, mencoba menyembunyikan kekecewaannya yang mendalam.
Gavin merasa sangat bersalah, terlihat dari ekspresi wajahnya yang sedih. "Maaf, aku lupa," ucapnya.
Senyuman getir melintas di bibirnya, mendengar ucapan Gavin. Seolah ia menertawakan dirinya sendiri yang terlalu berharap banyak pada Gavin, pria yang kemarin melupakan janjinya untuk bertemu dengannya di taman.
Dea menatapnya datar, menahan rasa sakit di hatinya. "Aku memang tidak begitu penting di hidupmu, Gav," ucap Dea dengan suara serak.
Gavin menghela napas, terlihat bingung dan bersalah. "Bukan begitu, Dea. Aku benar-benar sibuk dan tidak sempat untuk menghubungimu," ucapnya mencoba menjelaskan.
Dea mengejek, "Jika aku prioritas dalam hidupmu, sesibuk apapun kamu, pasti kamu akan menghubungiku. Tapi sudahlah, aku sadar aku ini bukan siapa-siapa mu. Hubungan kita hanya sebatas teman, tidak lebih" Ucap Dea sambil menekan perasaannya yang semakin terluka.
Gavin terdiam, menundukkan kepalanya. Ia menyadari betapa kecewa dan sakit hati Dea, namun bagaimana lagi, dia tidak mencintai wanita itu, yang ia cintai hanya Aruna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
kalea rizuky
dea aneh suka karena Davin uda ganteng dasar cwek aneh
2024-07-18
0
Maylani Natalia
cih haga diri woiiii harga diri lu kan cuman cinta sepihak sedangkan Gavin kagak......lawak lu Dea ya mana mungkin ada prioritas buat lu....terlalu ngarep lu
2024-07-10
0
Pasrah
aku harap ya thor smg Aruna bisa sembuh dari penyakitnya itu aja, di tunggu lagi Ok 💪💪👍👍
2024-07-08
0