BAB 5

Dea bangun lebih pagi dari biasanya, dengan penuh semangat ia memasak sarapan untuk Gavin. Menu yang ia buat kali ini adalah nasi goreng khas, lengkap dengan telur ceplok, sosis dan potongan sayuran. Dea meyakini bahwa rasa masakannya akan membuat Gavin jatuh hati padanya.

Setelah menyelesaikan sarapan, ia segera memasukkannya ke dalam kotak makanan dan bergegas menuju sekolah. Sesampainya di sekolah, Dea langsung mencari Gavin yang sedang duduk di mejanya sambil membaca buku pelajaran.

Dengan langkah gontai dan wajah berseri, Dea menghampiri Gavin. "Gavin, aku bawakan sarapan untukmu. Aku bikin sendiri loh, nasi goreng kesukaanmu," ucap Dea dengan senyum manis yang mengembang di bibirnya.

Namun, reaksi Gavin tidak seperti yang Dea harapkan. Ia menatap Dea dengan ekspresi datar dan tanpa senyum. "Terima kasih, Dea. Tapi, aku sudah makan di rumah tadi. Maaf, kali ini juga aku tidak bisa menerima sarapanmu," ujar Gavin sambil kembali fokus pada buku yang sedang ia baca.

Dea merasa kecewa, namun ia tidak menunjukkan rasa sedihnya di depan Gavin. Ia mengangguk dan menarik nafas sebelum berkata, "Baiklah, Gavin. Semoga lain kali kamu bisa mencicipi masakanku ya." Dea berbalik dan berjalan menjauhi meja Gavin dengan perasaan campur aduk.

Meski sering ditolak, Dea tetap tidak menyerah. Ia yakin bahwa suatu hari nanti, Gavin akan menerima perhatiannya dan mereka bisa menjalin hubungan yang lebih dekat.

Dea terus berusaha mencari cara untuk mendekati Gavin, mulai dari memberikan dukungan ketika Gavin menghadapi masalah di sekolah, hingga menawarkan bantuan saat Gavin membutuhkan seseorang untuk diajak berbicara. Dea sadar bahwa jalan untuk mendapatkan hati Gavin tidaklah mudah, namun ia tidak akan menyerah begitu saja. Dea percaya bahwa kegigihannya akan membuahkan hasil, dan suatu saat nanti, ia akan berhasil merebut hati pria yang telah lama ia impikan itu.

Dea akhrinya memberikan nasi goreng itu kepada Hanin, pasalnya dia sudah makan dari rumah.

"Nasi goreng untuk Gavin lagi" tanya Hanin.

"Emm, tapi di tolak lagi" ucap Dea sambil terkekeuh menertawakan dirinya sendiri.

Hanin menghela nafas pelan, ia merasa kasihan dengan Dea yang terus menerus mengemis cinta kepada Gavin.

"Kamu tidak lelah, De? Mau sampai kapan kamu mengejar cinta Gavin? Harusnya kamu sadar, yang Gavin mau itu Aruna bukan kamu" ujar Hanin, berharap sahabatnya itu sadar akan tindakan bodohnya.

Mau seberapa besar pun usaha kamu untuk mendekatinya, jika yang dia inginkan bukan kamu, makan kamu tidak akan bisa memilikinya.

"Apa kamu tidak sadar, bahkan dia rela berubah menjadi kutu buku hanya untuk Aruna, dia ingin masuk ke universitas kedokteran demi menyembuhkan wanita yang di cintainya" ucap Hanin tegas.

Isu Gavin yang hendak melanjutkan ke universitas kedokteran, sudah terdengar sampai ke telinga teman sekelas mereka. Berubahnya Gavin yang lebih sering membaca buku anatomi tubuh, membuat beberapa siswa menyimpulkan kalau setelah lulus nanti Gavin akan melanjutkan ke universitas kedokteran.

Dea menundukkan kepalanya, terkejut dengan pengakuan Hanin. Selama ini, dia tidak pernah menyangka Gavin rela berubah drastis demi Aruna. Gavin, yang dulu terkenal sebagai pemalas dan jarang serius belajar, kini menjadi kutu buku yang tekun hanya demi Aruna.

Tak hanya itu, Gavin juga memilih jurusan kedokteran, padahal sebelumnya dia sama sekali tidak tertarik dengan bidang tersebut. Semua usahanya, rupanya demi Aruna, wanita yang telah mencuri hatinya.

Dea merasa kagum sekaligus sedih dengan perubahan Gavin. Dia bisa merasakan ketulusan cinta Gavin pada Aruna, yang membuatnya rela berusaha keras mencapai demi gadis itu.

Tak sedikit yang merasa terharu, namun ada pula yang merasa iri dengan perubahan yang terjadi pada Gavin. Sementara itu, Dea hanya bisa menatap jauh ke arah Gavin yang tengah serius mempelajari buku anatomi tubuh.

Meskipun Hanin telah berulang kali mengingatkan dan meminta Dea untuk tidak terlalu terobsesi dengan Gavin, namun semua itu seolah tidak pernah didengar oleh Dea. Ia tetap yakin bahwa usahanya akan membuahkan hasil dan Gavin akan menjadi miliknya.

Dengan tekad yang kuat, Dea memutuskan untuk mengambil langkah nekat. Ia berani mendatangi rumah Gavin dan menemui kedua orang tuanya. Dea berpikir, dengan mendekati keluarga Gavin, langkahnya untuk mendapatkan Gavin akan semakin mudah.

Suatu hari, Dea mengenakan pakaian terbaiknya dan membawa oleh-oleh sebagai tanda perkenalan. Ia berdiri di depan pintu rumah Gavin dengan hati berdebar-debar. Dea mengetuk pintu itu dan tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya membuka pintu tersebut.

"Maaf, nyari siapa non" tanya salah satu pelayan di rumah Gavin.

"Saya Dea, temannya Gavin" ucap Dea memperkenalkan diri.

"Tapi maaf, den Gavin nya tidak di rumah" ucap sang pelayan.

Dari dalam Alisya mendekat menghampiri mereka, ia melihat gadis cantik yang berdiri di hadapannya.

"Siapa bi" tanya Alisya.

"Temannya den Gavin, nyonya" jawab pelayan.

Alisya mengangguk paham dan tersenyum, lalu membuka pintu rumahnya lebar-lebar untuk mempersilahkan Dea masuk.

"Silahkan masuk, Dea. Gavin memang sedang pergi, tapi dia pasti akan segera pulang," ucap Alisya dengan ramah dan hangat.

"Terima kasih, Tante," balas Dea dengan senyum ramah, langkah kakinya melangkah masuk ke dalam rumah yang terasa hangat dan nyaman. Ia berusaha menunjukkan sopan santun dan sikap terbaiknya di hadapan orang tua Gavin.

Dea mengeluarkan kue yang telah ia bawa dari dalam tasnya, lalu menyerahkannya kepada Alisya. "Ini, Tante. Saya membawa kue untuk Tante. Semoga Tante menyukainya," ucapnya dengan suara lembut dan penuh harap.

Alisya menerima kue tersebut dengan senyuman yang semakin lebar, "Wah, terima kasih ya, Dea. Kue ini terlihat sangat lezat. Ayo, kita masuk ke ruang tamu dan menikmati kue ini bersama-sama sambil menunggu Gavin pulang," ajak Alisya sembari mengajak Dea menuju ke ruang tamu.

Dea mengikuti Alisya dengan hati gembira, merasa lega karena berhasil memberikan kesan yang baik di hadapan orang tua kekasihnya. Keduanya duduk di ruang tamu, menikmati kue dan mengobrol dengan akrab sambil menunggu kedatangan Gavin.

Alisya duduk di sofa sambil menyeruput teh hangat yang baru saja disuguhkan Dea. Ia teringat masa kecil Gavin dan Dea yang sering bermain bersama. "Dulu saat masih kecil, Gavin sering bercerita tentang kamu," ucap Alisya sambil menatap Dea, "Dia sering mengeluh tiap kali mengetahui kamu dekat dengan laki-laki selain dirinya." Tawa kecil Alisya mengundang Dea untuk ikut tertawa.

Dea tersenyum malu, pipinya memerah mendengar cerita Alisya tentang Gavin yang dulu sering cemburu. Ia tidak menyangka Gavin menceritakan masa kecilnya dulu kepada orang tuanya.

"Tapi itu dulu tante, sekarang Gavin lebih menyukai Aruna daripada aku" ingin sekali Dea mengatakan seperti itu, namun dia tidak berani, ia hanya mampu mengatakannya dalam hati saja.

Terpopuler

Comments

Pasrah

Pasrah

dan sekarang karna perubahan pada tubuh nya makanya dia ngejar "lain sm Aruna dari dulu sampai sekarang emang baik banget berteman sm Gavin,smg secepatnya sembuh ya thor

2024-06-24

1

Pasrah

Pasrah

seperti nya Dea cuma ter obsesi sm Gavin bukan cinta,karna dulu masih kecil dia gak mau karna badannya gemuk dan tidak terlalu tampan

2024-06-24

1

mama aya

mama aya

dulu pas kecil dea jusl mahal sama gavin
sekarang malah balik ngejar² gavin

2024-06-21

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!