19. Butuh di Puk-puk

Dengan refleks yang hampir tidak disadari, Hazel menggerakkan tubuhnya sedikit lebih dekat ke arah Ananta. Dalam keheningan yang hanya ditemani gemerisik angin sepoi-sepoi, gerakannya terasa lembut namun tegas, menunjukkan rasa kepedulian yang mendalam tanpa perlu banyak kata.

Ananta, yang tengah terduduk dengan pandangan kosongnya ke arah danau yang tenang, merasakan sentuhan hangat di sisinya. Dia membalikkan pandangannya dengan perlahan, menemukan Hazel yang kini telah mendekapnya dari samping.

"Gue gak tahu apa masalah lo sebenernya," ucap Hazel dengan suara lembut, sementara tangannya tetap menepuk pelan punggung Ananta.

"Dan kalaupun gue tahu, gak ada jaminan kalau gue bisa kasih solusi. Tapi kalau lo butuh di puk-puk, dateng aja ke gue," lanjut Hazel dengan tulus.

Ananta merasakan irama detak jantung Hazel yang stabil, selaras dengan napasnya yang pelan. Dia merasakan kejujuran dalam setiap sentuhan dan rangkulan itu, merasa dirinya tersentuh dan dipahami tanpa perlu banyak kata-kata.

***

Di dalam kamar yang luas dengan dinding bernuansa abu-abu, suasana terasa hampa dan sunyi. Furniture minimalis tersebar di sekitar kamar, menciptakan suasana yang tenang namun juga sepi.

Koleksi miniaturnya seperti mobil dan robot-robot kecil ditempatkan dengan rapi di rak-rak dan meja kecil, menambahkan sedikit kehidupan ke dalam keheningan ruangan yang terasa kosong.

Dalam keheningan malam, Ananta berguling-guling di atas kasurnya, matanya terus terbuka tanpa bisa menemukan titik pijakan untuk lelapnya.

"Kenapa gue goblok banget sih?" umpat Ananta dengan frustasi pada dirinya sendiri. Tangannya meremas selimut dengan keras, mencoba melepaskan diri dari tekanan yang menghimpitnya.

Bagaimana mungkin dia bisa terjebak dalam perasaan yang rumit, mengungkapkan emosinya di hadapan Hazel dengan cara yang tidak terduga.

Air mata yang tak bisa ia tahan itu, bukanlah maksudnya untuk memperlihatkan kelemahannya, namun hanya sebagai bukti dari keputusasaan batinnya.

"Padahal bukan itu maksud gue!" desahnya dengan suara hampir serak.

***

Suara tawa riang memenuhi kamar Hazel, tetapi yang tertawa bukanlah Hazel melainkan Tania. Malam itu, Tania menginap di rumah Hazel karena kakaknya, Revan, tidak pulang. Hazel, dengan ekspresi sedikit kesal, meminta Tania untuk menghentikan tawanya.

"Bisa gak, gak usah ketawa," dumel Hazel, namun Tania sama sekali tidak bisa menghentikan gelak tawanya. Baginya, cerita yang Hazel bagikan sangat lucu.

"Lagian, lo ngapain baru cerita sama gue kalau lo pernah main bareng Ananta ke taman, pakek main gelembung sabun dan naik sepeda pula!" Tania terus tertawa dengan keras.

Bagi Tania, bayangan Ananta yang serius tiba-tiba bersikap seperti anak kecil sangat menggelikan.

"Kalau untuk gelembung gue bisa maklumin, tapi untuk main sepeda dan lo yang ngayuh tuh sepeda, dia terlalu banyak ambil resiko," ucap Tania sambil mencoba menahan tawanya.

"Dia tuh gak boleh luka. Cuma beberapa orang yang tahu kalau dia tuh punya golongan darah hemofilia A."

Hazel hanya diam, terdiam oleh informasi yang baru saja dia dengar dari Tania. Tatapan matanya kosong, mencerna kata-kata Tania yang terus mengalir.

"Dan lo bilang tadi Ananta nangis di pelukan lo. Harusnya lo rekam dan sebarin tuh di internet supaya dia malu," goda Tania dengan tawanya yang masih menggelegar di dalam kamar.

"Astaga, Dragon. Punya sahabat modelan iblis memang bikin migren ya," batin Hazel dalam hati, mencoba menahan perasaan campur aduknya.

Dia merasa campur tangan Tania dalam hal-hal pribadi bisa menjadi pedang bermata dua, terkadang lucu namun kadang juga menyakitkan.

Tiba-tiba, Tania tersenyum dengan penuh arti pada Hazel. "Akan lebih bagus kalau Ananta jatuh cinta sama lo. Dengan gitu Liliana bakalan hancur," ujar Tania dengan mata berbinar, memancing reaksi dari Hazel.

***

Febrian duduk di pinggir lapangan basket yang agak teduh, bersama Hazel yang sedang fokus memperhatikan teman-temannya yang sedang bermain.

Matanya terus memandang Hazel dengan serius, mencoba menemukan cara untuk mengungkapkan sesuatu yang selama ini membebani pikirannya.

"Feb, lo ngapain sih ngintilin gue?" tanya Hazel dengan nada penasaran, sedikit terganggu dengan kehadiran Febrian yang selalu ada di sekitarnya belakangan ini.

Dia melirik ke arah Febrian, mencari jawaban yang masuk akal atas perilaku temannya yang misterius ini.

Febrian menelan ludah, merasa tegang karena momen ini. Dia perlahan mengambil napas dalam, mencoba menemukan kata-kata yang tepat.

"Gue mau minta maaf," ucapnya akhirnya dengan suara yang agak terbata-bata, mencoba mengekspresikan keberaniannya untuk menghadapi Hazel.

"Hah? Emangnya lo salah apa?" tegur Hazel, merasa semakin heran dengan sikap Febrian yang tiba-tiba ini.

Tatapannya beralih dari teman-temannya yang bermain ke wajah Febrian, mencoba memahami apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh sahabatnya itu.

Sebelum Febrian bisa menjawab, tiba-tiba sebuah bola basket menghantam kepalanya dengan keras. Dia merasakan getaran keras bola saat mengenai kepalanya, memaksanya untuk merunduk sambil meraih kepalanya yang terasa sakit. Tubuhnya terdorong sedikit ke belakang oleh kekuatan tiba-tiba dari bola tersebut.

Ketika Febrian mengangkat kepalanya dan menatap ke arah sumber bola, dia melihat Tania, berdiri beberapa meter di depannya. Pandangan matanya tajam dan penuh dengan pesan tersembunyi yang seolah-olah bisa dibaca Febrian, "Jauhin Hazel."

"Sialan, Tania!" desis Febrian dengan nada kesal.

***

Dari balik jendela kelasnya, Bastian memandang ke lapangan basket di luar dengan rasa penasaran. Matanya secara tidak sengaja tertuju pada Hazel, yang terlihat berdiri di antara Tania dan Febrian. Kedua temannya saling tunjuk menunjuk dengan ekspresi tegang yang tergambar jelas di wajah mereka.

Tania, dengan sikap teguh, menunjukkan jarinya dengan mantap ke arah Febrian, sementara matanya memancarkan ketegasan yang sulit untuk diabaikan. Ekspresi wajahnya mencerminkan ketegasan dan keputusasaan, seolah-olah dia sedang menyampaikan pesan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Di sisi lain, Febrian tampak bingung dan sedikit terkejut. Dia menunjuk mundur dengan jari-jarinya, mungkin mencoba membela diri atau menjelaskan sesuatu kepada Hazel. Wajahnya memperlihatkan raut kebingungan dan kecemasan, mencerminkan ketidakpastian dalam situasi yang sedang terjadi.

"Lo liatin siapa sih?" tanya Enara sembari mengikuti pandangan Bastian ke arah lapangan basket yang terlihat dari jendela.

Dia mencoba mengikuti garis pandang Bastian, mencari tahu apa yang menarik perhatian temannya tersebut.

"Bukan siapa-siapa," jawab Bastian tanpa menoleh, suaranya tetap tenang meskipun matanya tetap terfokus pada aktivitas di luar.

Enara mengerutkan keningnya sedikit. Dia merasa ada sesuatu yang tidak diungkapkan oleh Bastian.

"Lo liatin Hazel?" tanya Enara, mencoba menyelidiki lebih dalam, karena Hazel adalah salah satu teman dekat mereka di sekolah.

Bastian menghentikan pena yang hendak digunakan untuk menulis tugas, dan memandang langsung ke arah Enara. Tatapannya tajam dan serius, memancarkan ketegasan dari ekspresi wajahnya.

"Mata gue gak ada hubungannya sama lo," ucap Bastian dengan tegas, menunjukkan bahwa ia tidak ingin dibawa-bawa dalam percakapan yang tidak perlu.

Episodes
1 1. Beda Takdir
2 2. Lupa Nama
3 3. Jangan Nikung
4 4. Dendam
5 5. Cinta Merubah Cara Pandang
6 6. jadilah lebih Dewasa
7 7. Jangan Berharap
8 8. Biar Lengket
9 9. Akhir Part
10 10. Senam Jantung
11 11. Jalan Tanpa Bawa Perasaan
12 12. Gelembung Sabun
13 13. Janji Gak Akan Gila
14 14. Terjatuh
15 15. Teman
16 16. Pulang
17 17. Lebih Baik Menjauh
18 18. Sosok Asing
19 19. Butuh di Puk-puk
20 20. Gosip
21 21. Bokek
22 22. Bidadari
23 23. Rumus The King
24 24. Mata Duitan
25 25. Foto Alay
26 26. Baik dan Jahat
27 27. Cuma Pena
28 28. Antara Grup
29 29. Kepala Berisik
30 30. Pergeseran Peran
31 31. Aroma Uang
32 32. Mati Rasa
33 33. Ribet
34 34. Battle of Brains
35 35. Keponakan
36 36. Coba Tebak?
37 37. Gelas
38 38. LSD
39 39. Parno
40 40. Narkoba?
41 41. Pacran?
42 42. Jadilah Anak Penurut
43 43. Saling Memanfaatkan
44 44. Egois
45 45. Dosis
46 46. Berbagi
47 47. Mental
48 48. Nyakitin Diri Sendiri
49 49. Reaksi Kimia
50 50. Informasi
51 51. Yang Berkuasa Yang Menang
52 52. Tertekan
53 53. Bidak Catur
54 54. Ilusi
55 55. Hirarki
56 56. Kejam
57 57. Hati-hati
58 58. Sky
59 59. Bebas
60 60. Suara
61 61. Bayangan
62 62. Gelombang Kecemasan
63 63. Explo
64 64. Sakit Jiwa
65 65. Bukan Penguasa Utama
66 66. Resiko
67 67. Drama
68 68. Di Balik Layar
69 69. Semuanya Berubah
70 70. Terjebak Dalam Ilusi
71 71. Genting
72 72. Dia Bisa Mati
73 73. Including death
74 74. Berakhir Seperti Semestinya
75 75. Dunia ini Keras
76 76. Kaset Usang
77 77. Garis Lurus
78 78. Uang
79 79. Terlalu Gelap
80 80. Bisa Aja Dia Mati
81 81. Balas Dendam
82 Epilog
Episodes

Updated 82 Episodes

1
1. Beda Takdir
2
2. Lupa Nama
3
3. Jangan Nikung
4
4. Dendam
5
5. Cinta Merubah Cara Pandang
6
6. jadilah lebih Dewasa
7
7. Jangan Berharap
8
8. Biar Lengket
9
9. Akhir Part
10
10. Senam Jantung
11
11. Jalan Tanpa Bawa Perasaan
12
12. Gelembung Sabun
13
13. Janji Gak Akan Gila
14
14. Terjatuh
15
15. Teman
16
16. Pulang
17
17. Lebih Baik Menjauh
18
18. Sosok Asing
19
19. Butuh di Puk-puk
20
20. Gosip
21
21. Bokek
22
22. Bidadari
23
23. Rumus The King
24
24. Mata Duitan
25
25. Foto Alay
26
26. Baik dan Jahat
27
27. Cuma Pena
28
28. Antara Grup
29
29. Kepala Berisik
30
30. Pergeseran Peran
31
31. Aroma Uang
32
32. Mati Rasa
33
33. Ribet
34
34. Battle of Brains
35
35. Keponakan
36
36. Coba Tebak?
37
37. Gelas
38
38. LSD
39
39. Parno
40
40. Narkoba?
41
41. Pacran?
42
42. Jadilah Anak Penurut
43
43. Saling Memanfaatkan
44
44. Egois
45
45. Dosis
46
46. Berbagi
47
47. Mental
48
48. Nyakitin Diri Sendiri
49
49. Reaksi Kimia
50
50. Informasi
51
51. Yang Berkuasa Yang Menang
52
52. Tertekan
53
53. Bidak Catur
54
54. Ilusi
55
55. Hirarki
56
56. Kejam
57
57. Hati-hati
58
58. Sky
59
59. Bebas
60
60. Suara
61
61. Bayangan
62
62. Gelombang Kecemasan
63
63. Explo
64
64. Sakit Jiwa
65
65. Bukan Penguasa Utama
66
66. Resiko
67
67. Drama
68
68. Di Balik Layar
69
69. Semuanya Berubah
70
70. Terjebak Dalam Ilusi
71
71. Genting
72
72. Dia Bisa Mati
73
73. Including death
74
74. Berakhir Seperti Semestinya
75
75. Dunia ini Keras
76
76. Kaset Usang
77
77. Garis Lurus
78
78. Uang
79
79. Terlalu Gelap
80
80. Bisa Aja Dia Mati
81
81. Balas Dendam
82
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!