13. Janji Gak Akan Gila

Sepeda mereka meluncur dengan cepat di sepanjang jalan yang berkelok-kelok. Hazel, dengan semangat penuh dan senyum yang tak terbendung, mengayuh pedal sepeda dengan lincah.

Angin menyapu wajahnya yang bersemu merah, membuatnya terlihat bebas dari beban yang mungkin dipikirkannya sebelumnya.

Namun, di belakangnya, Ananta, yang dibonceng dengan cemas, mencoba bertahan dengan berpegangan pada ujung baju Hazel.

"Zel, pelan-pelan!" teriak Ananta, suaranya hampir terbawa oleh angin yang kencang dari kecepatan sepeda mereka.

"Apa? Terlalu pelan? Oke gue tambah kecepatan," balas Hazel dengan tawa riang, sambil terus mengayuh tanpa ampun.

Melihat turunan di depan, wajahnya menyunggingkan senyuman licik yang mengisyaratkan sesuatu.

"Buka mata lo, Nta," pinta Hazel.

Ananta merasa detak jantungnya meningkat saat perlahan membuka matanya setelah terkejut dengan kecepatan sepeda. Awalnya, pandangannya masih kabur dan sedikit pusing, tetapi dia segera mulai menikmati sensasi tersebut.

Sepeda mereka meluncur dengan pelan di awal turunan, mengikuti lekuk jalan setapak yang berkelok-kelok di taman yang teduh.

"Jagoan neon," batin Hazel sembari menahan tawanya.

Hazel, mengendalikan sepeda dengan lincah. Dia tahu persis kapan harus memperlambat dan kapan harus mempercepat, memberikan mereka pengalaman yang penuh tantangan namun juga sangat mengasyikkan.

Ananta, yang duduk di belakangnya, merasakan angin sepoi-sepoi pagi yang berdesir melalui rambutnya, membangkitkan sensasi kebebasan yang memenuhi jiwa.

"Seru kan?" tanya Hazel sambil mengayuh sepeda dengan tenang di jalan yang datar.

Ananta, yang duduk di belakangnya, masih merasakan kegembiraan dari pengalaman naik sepeda mereka.

"Gue baru tahu ternyata naik sepeda bisa seseru ini!" teriak Ananta dengan antusias.

Ekspresinya penuh kegembiraan, mata berbinar-binar menatap sekeliling mereka yang tenang dan indah.

"Lo mau gak gue tunjukin hal yang lebih seru?" tanya Hazel dengan senyum penuh teka-teki di wajahnya.

Angin sepoi-sepoi yang lembut menyapu rambut mereka, sementara sepeda melaju dengan kecepatan yang stabil di jalan yang datar. Ananta, yang mulai menikmati suasana, merasa penasaran dengan apa yang akan dilakukan Hazel selanjutnya.

"Apa?" tanya Ananta dengan mata berbinar, rasa penasarannya terlihat jelas.

Dia sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan, mencoba mendengar lebih jelas apa yang Hazel katakan.

"Ini dia!" teriak Hazel tiba-tiba, penuh semangat.

Tanpa peringatan, dia melepaskan kedua tangannya dari stang sepeda. Tangannya terangkat ke udara, seolah-olah sedang merayakan kebebasan yang dirasakannya.

"Hazel!" teriakan Ananta terdengar nyaring di telinga Hazel.

Nada panik dalam suaranya mencerminkan kekhawatiran yang tiba-tiba muncul. Ananta meraih ujung baju Hazel dengan erat, mencoba mencari pegangan yang lebih stabil saat sepeda mereka melaju tanpa kendali yang jelas.

Hazel hanya tertawa, menikmati sensasi kebebasan dan adrenalin yang mengalir dalam dirinya. "Sorry, sorry," ucapnya sambil tertawa lepas, mencoba menenangkan Ananta.

Dia memegang kembali stang sepeda dengan mantap, memberikan sedikit kelegaan kepada Ananta yang masih berpegangan erat.

Namun, kegilaan Hazel tidak berhenti di situ. Dengan senyum nakal di wajahnya, dia melepaskan tangannya lagi dari stang sepeda, kali ini sambil menoleh ke belakang untuk melihat reaksi Ananta.

"Lihat, gak semenakutkan itu kan?" katanya dengan nada menggoda.

Ananta hanya bisa menggelengkan kepala, campuran antara ketakutan dan keheranan terpancar di wajahnya.

"Hazel, serius, jangan gila lo!" katanya dengan suara yang lebih tenang tapi masih penuh kekhawatiran.

Hazel menertawakan reaksi Ananta, lalu memegang kembali stang sepeda sebelum mengulangi aksinya lagi. Setiap kali Hazel melepaskan tangannya, Ananta kembali berteriak, "Hazel!" dengan nada yang semakin lama semakin terbiasa, meskipun tetap penuh kekhawatiran.

Setelah beberapa kali melakukan aksi yang sama, Hazel akhirnya berhenti, kali ini benar-benar memegang stang sepeda dengan erat.

"Oke, oke, gue janji gak akan gila lagi," ucapnya sambil tersenyum. "Tapi lo harus akui, itu seru kan?"

Ananta menarik napas panjang, berusaha menenangkan detak jantungnya yang masih berdebar cepat.

"Iya, seru, tapi jangan terlalu sering ya," katanya akhirnya, mengakui bahwa ada sisi yang menyenangkan dari kegilaan Hazel.

Mereka melanjutkan perjalanan dengan sepeda, melewati jalan-jalan setapak yang dikelilingi pepohonan rindang. Hazel sesekali melirik ke belakang, memastikan Ananta masih baik-baik saja.

***

Setelah upacara bendera selesai, Hazel berjalan menuju koperasi sekolah. Langkahnya mantap dan santai, menikmati sedikit waktu luang sebelum pelajaran berikutnya dimulai.

Namun, di tengah perjalanan, matanya menangkap sosok Zen, Panji, dan Tian yang berdiri tidak jauh dari sana. Jantung Hazel berdetak lebih cepat saat mereka bertiga langsung memperhatikan kedatangannya.

"Sini lo!" perintah Tian dengan suara keras dan penuh otoritas.

Wajahnya terlihat serius, tidak menunjukkan tanda-tanda akan bersahabat.

"Mampus gue," batin Hazel. Tak mau ambil risiko, Hazel berbalik dan langsung lari sekencang mungkin.

Kakinya bergerak cepat, berusaha menciptakan jarak antara dirinya dan ketiga anak itu.

Zen, yang tidak berniat membiarkan Hazel lepas begitu saja, segera memberi isyarat kepada teman-temannya. "Ayo, kejar dia!" teriaknya.

Ketiganya langsung berlari mengejar Hazel. Langkah-langkah kaki mereka menggema di sepanjang koridor sekolah yang kini sepi setelah upacara. Hazel berlari dengan cepat, berbelok di sudut-sudut koridor, berharap bisa menghilang dari pandangan mereka.

Tian, dengan tubuhnya yang atletis, berada di posisi terdepan, diikuti oleh Zen dan Panji yang berlari dengan tekad yang sama kuat. Mereka semakin mendekat, langkah kaki mereka yang berat menandakan usaha keras untuk menangkap Hazel.

***

Guru sudah masuk ke dalam kelas, mengawali pelajaran dengan suara yang tegas dan penuh wibawa. Namun, perhatian Tania tidak sepenuhnya tertuju pada pelajaran. Matanya terus melirik ke arah bangku Hazel yang kosong.

"Pergi kemana nih bocah?" batin Tania, merasakan kekhawatiran yang perlahan mengusik pikirannya.

Tiba-tiba, Tania merasakan ada sesuatu yang mengenai kepalanya. Sebuah kertas kecil tergeletak di atas mejanya.

Dia menoleh ke belakang dan mendapati Febrian sedang nyengir lebar, lebih mirip kuda daripada manusia. Senyum itu penuh dengan keisengan, seperti biasa.

"Mana Hazel?" tanya Febrian dengan gerakan mulut tanpa suara, ekspresinya terlihat penasaran.

"Gak tahu," balas Tania juga dengan gerakan mulut, mengangkat bahu sedikit untuk menekankan ketidaktahuannya.

Setelah itu, dia kembali fokus pada bukunya, mencoba mengalihkan perhatian dari kekhawatiran yang menggelayut di pikirannya.

Namun, pikiran Tania tidak bisa berhenti begitu saja. "Sejak kapan manusia pulu-pulu itu mulai nempel ke Hazel?" dumelnya dalam hati, merasa jengkel dengan situasi yang tidak jelas ini.

***

Agler berlari menyusuri koridor sekolah dengan cepat, napasnya memburu seiring langkah kakinya yang semakin kencang.

Ia baru saja mendengar dari beberapa siswa yang baru keluar dari toilet bahwa Hazel tengah dikejar oleh Zen dan gengnya.

"Mereka cari masalah," batin Agler dengan penuh kekhawatiran.

Agler melonggarkan dasinya dengan satu tarikan cepat, membiarkan simpulnya tergantung lepas di lehernya. Peluh mulai membasahi dahinya, tetapi ia tidak memperlambat langkahnya. Matanya tajam memeriksa setiap sudut koridor, berharap menemukan jejak Hazel.

Koridor yang biasanya ramai dengan siswa yang berlalu-lalang, kini tampak sepi setelah upacara. Suara langkah kaki Agler menggema di sepanjang dinding, menambah kegelisahannya.

Di benaknya, ia membayangkan berbagai skenario buruk yang mungkin terjadi pada Hazel jika Zen dan teman-temannya berhasil menangkapnya.

Agler berbelok di sudut koridor dengan lincah, hampir tergelincir tetapi berhasil mempertahankan keseimbangannya.

Episodes
1 1. Beda Takdir
2 2. Lupa Nama
3 3. Jangan Nikung
4 4. Dendam
5 5. Cinta Merubah Cara Pandang
6 6. jadilah lebih Dewasa
7 7. Jangan Berharap
8 8. Biar Lengket
9 9. Akhir Part
10 10. Senam Jantung
11 11. Jalan Tanpa Bawa Perasaan
12 12. Gelembung Sabun
13 13. Janji Gak Akan Gila
14 14. Terjatuh
15 15. Teman
16 16. Pulang
17 17. Lebih Baik Menjauh
18 18. Sosok Asing
19 19. Butuh di Puk-puk
20 20. Gosip
21 21. Bokek
22 22. Bidadari
23 23. Rumus The King
24 24. Mata Duitan
25 25. Foto Alay
26 26. Baik dan Jahat
27 27. Cuma Pena
28 28. Antara Grup
29 29. Kepala Berisik
30 30. Pergeseran Peran
31 31. Aroma Uang
32 32. Mati Rasa
33 33. Ribet
34 34. Battle of Brains
35 35. Keponakan
36 36. Coba Tebak?
37 37. Gelas
38 38. LSD
39 39. Parno
40 40. Narkoba?
41 41. Pacran?
42 42. Jadilah Anak Penurut
43 43. Saling Memanfaatkan
44 44. Egois
45 45. Dosis
46 46. Berbagi
47 47. Mental
48 48. Nyakitin Diri Sendiri
49 49. Reaksi Kimia
50 50. Informasi
51 51. Yang Berkuasa Yang Menang
52 52. Tertekan
53 53. Bidak Catur
54 54. Ilusi
55 55. Hirarki
56 56. Kejam
57 57. Hati-hati
58 58. Sky
59 59. Bebas
60 60. Suara
61 61. Bayangan
62 62. Gelombang Kecemasan
63 63. Explo
64 64. Sakit Jiwa
65 65. Bukan Penguasa Utama
66 66. Resiko
67 67. Drama
68 68. Di Balik Layar
69 69. Semuanya Berubah
70 70. Terjebak Dalam Ilusi
71 71. Genting
72 72. Dia Bisa Mati
73 73. Including death
74 74. Berakhir Seperti Semestinya
75 75. Dunia ini Keras
76 76. Kaset Usang
77 77. Garis Lurus
78 78. Uang
79 79. Terlalu Gelap
80 80. Bisa Aja Dia Mati
81 81. Balas Dendam
82 Epilog
Episodes

Updated 82 Episodes

1
1. Beda Takdir
2
2. Lupa Nama
3
3. Jangan Nikung
4
4. Dendam
5
5. Cinta Merubah Cara Pandang
6
6. jadilah lebih Dewasa
7
7. Jangan Berharap
8
8. Biar Lengket
9
9. Akhir Part
10
10. Senam Jantung
11
11. Jalan Tanpa Bawa Perasaan
12
12. Gelembung Sabun
13
13. Janji Gak Akan Gila
14
14. Terjatuh
15
15. Teman
16
16. Pulang
17
17. Lebih Baik Menjauh
18
18. Sosok Asing
19
19. Butuh di Puk-puk
20
20. Gosip
21
21. Bokek
22
22. Bidadari
23
23. Rumus The King
24
24. Mata Duitan
25
25. Foto Alay
26
26. Baik dan Jahat
27
27. Cuma Pena
28
28. Antara Grup
29
29. Kepala Berisik
30
30. Pergeseran Peran
31
31. Aroma Uang
32
32. Mati Rasa
33
33. Ribet
34
34. Battle of Brains
35
35. Keponakan
36
36. Coba Tebak?
37
37. Gelas
38
38. LSD
39
39. Parno
40
40. Narkoba?
41
41. Pacran?
42
42. Jadilah Anak Penurut
43
43. Saling Memanfaatkan
44
44. Egois
45
45. Dosis
46
46. Berbagi
47
47. Mental
48
48. Nyakitin Diri Sendiri
49
49. Reaksi Kimia
50
50. Informasi
51
51. Yang Berkuasa Yang Menang
52
52. Tertekan
53
53. Bidak Catur
54
54. Ilusi
55
55. Hirarki
56
56. Kejam
57
57. Hati-hati
58
58. Sky
59
59. Bebas
60
60. Suara
61
61. Bayangan
62
62. Gelombang Kecemasan
63
63. Explo
64
64. Sakit Jiwa
65
65. Bukan Penguasa Utama
66
66. Resiko
67
67. Drama
68
68. Di Balik Layar
69
69. Semuanya Berubah
70
70. Terjebak Dalam Ilusi
71
71. Genting
72
72. Dia Bisa Mati
73
73. Including death
74
74. Berakhir Seperti Semestinya
75
75. Dunia ini Keras
76
76. Kaset Usang
77
77. Garis Lurus
78
78. Uang
79
79. Terlalu Gelap
80
80. Bisa Aja Dia Mati
81
81. Balas Dendam
82
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!