18. Sosok Asing

Suara riuh di kantin seperti latar belakang merdu di telinga Ananta. Dentingan sendok garpu dan obrolan riang pelajar yang berbaur menciptakan atmosfer hangat, namun di sudut kantin, Ananta merasa agak gelisah.

Ananta memandang ke arah Hazel, yang duduk di sampingnya dan tampak sangat menikmati makanannya.

"Zel, lo mau nonton gak?" ajak Ananta sambil sedikit mencondongkan badan ke arah Hazel.

Hazel hanya melirik sekilas, lalu kembali fokus pada makanannya. Dengan mulut masih penuh, dia menelan sedikit dan menjawab, "Sebenernya sih mau-mau aja. Tapi gue harus belajar," tolak Hazel dengan nada santai.

Ananta menatap Hazel dengan heran. "Alasan macam apa ini?" batinnya sambil mengernyitkan dahi.

"Belajar buat apa, sih?" tanya Ananta, kali ini dengan nada lebih penasaran.

Hazel berhenti sejenak, menaruh sendoknya, dan menatap Ananta. "Tania daftarin gue ke Battle of the Brains," jelas Hazel sambil mengangkat alisnya sedikit, menunjukkan betapa seriusnya hal ini.

"Lo serius?" kaget Ananta, hampir tak percaya.

Battle of the Brains adalah lomba bergengsi antar pelajar, dikenal banyak orang karena seleksi dan persaingannya yang ketat. Hanya siswa-siswi terbaik dengan nilai akademis yang tinggi dan kemampuan analitis yang luar biasa yang bisa lolos pendaftaran awal.

Ananta tahu betapa sulitnya seleksi untuk lomba itu. Pihak panitia biasanya menyeleksi ribuan formulir pendaftaran dari berbagai sekolah, memilih hanya mereka yang benar-benar layak untuk bersaing.

"Iya, gue serius," Hazel mengangguk pelan, "Beberapa hari yang lalu Tania serahin tuh formulir ke pihak panitia. Dan dua minggu lagi giliran gue yang maju."

"Lo lawan anak sekolah mana?" tanya Ananta, penasaran siapa yang akan jadi lawan Hazel.

"Rhombus," jawab Hazel singkat sambil melanjutkan makannya.

"Gila!" ucap Ananta spontan.

Sekolah Rhombus dikenal sebagai salah satu sekolah terbaik dengan siswa-siswa yang sangat pintar dan kompetitif.

"Gue nggak bisa mundur lagi, Nant. Udah terlanjur. Sekarang yang bisa gue lakuin cuma belajar dan berusaha sebaik mungkin."

***

Rombongan Zen bergabung dengan Agler dan teman-temannya di kantin kelas XI. Suara riuh khas kantin tetap menjadi latar belakang obrolan mereka. Bastian, yang merasa heran melihat Zen tiba-tiba akrab dengan Agler, mendekatkan diri ke telinga Agler dan berbisik penuh rasa penasaran.

"Sejak kapan lo damai sama mereka?" tanyanya. Selama ini, Zen selalu mencari gara-gara dengan Agler, tetapi kali ini, dia malah bergabung tanpa rasa bersalah.

Agler hanya mengangkat bahu dengan ekspresi malas. "Entah," jawabnya singkat.

Dia lebih memilih beradu mulut dan tinju dengan Zen dibandingkan dengan Zen yang seolah ingin berteman dengannya.

Di tengah kebingungan itu, Ivanka, salah satu teman Agler, menatap Zen dengan penuh rasa ingin tahu. "Kak Zen, ngapain ke kantin kelas XI?" tanyanya.

Sebelum Zen sempat menjawab, Panji, salah satu anggota rombongan Zen, menjawab dengan santai, "Kantin bawah penuh, jadi kita ke sini." Penjelasan Panji terdengar masuk akal.

Kelas X ada di lantai tiga, kelas XI di lantai dua, dan kelas XII di lantai satu. Dengan kantin kelas XII yang penuh, mereka memang tak punya banyak pilihan selain naik ke lantai dua.

"Eh, itu si Hazel kan?" Tian menunjuk ke arah Hazel yang terlihat mendengarkan ucapan Ananta dengan sangat serius.

"Iya, itu dia," jawab Zen sambil ikut memperhatikan ke arah Hazel dan Ananta.

"Mereka pacaran?" tanya Panji dengan nada penasaran, matanya masih tertuju pada dua orang itu.

"Gak, mereka gak pacaran," jawab Lilian tanpa sadar, dengan suara yang penuh tekanan. Wajahnya menunjukkan ekspresi tegang, seolah-olah pertanyaan itu mengganggunya.

"Santai mbak," ucap Tian sambil mengerutkan alisnya.

Ia menatap Lilian dengan heran, tidak menyangka reaksi yang begitu kuat dari pertanyaan yang sederhana.

***

Entah gimana awal mulanya, Hazel yang biasanya pulang bersama dengan Tania, malah kini pulang bersama dengan Ananta. Alasan Ananta yang ingin membantu Hazel mencari berbagai buku referensi menjadi alasan mereka menghabiskan waktu bersama di toko buku. Rak-rak penuh buku mengelilingi mereka, menciptakan suasana yang tenang dan nyaman.

"Zel?" panggil Ananta dari sebelah Hazel. Suaranya terdengar ragu, seolah ada sesuatu yang ingin dia sampaikan tetapi belum menemukan cara yang tepat.

Hazel masih sibuk memilih-milih buku di rak. Jemarinya menyentuh buku tersebut satu per satu, merasakan tekstur sampul dan memeriksa judul-judulnya.

Hazel tampak tenggelam dalam dunia literatur yang mengelilinginya, matanya bergerak cepat dari satu judul ke judul lainnya.

"Kenapa?" tanyanya akhirnya, sembari mengambil sebuah buku tebal yang menarik perhatiannya.

Kini ia menatap Ananta yang terlihat sedikit sendu. Mata Ananta berkedip pelan, seolah mencari kata-kata yang tepat. Dia menghela napas singkat, lalu melipat kedua tangannya di depan dada, jarinya bermain-main dengan ujung lengan baju.

Hazel memperhatikan gerakan Ananta yang canggung. Dia meletakkan buku tebal itu kembali ke rak, lalu beralih sepenuhnya menghadap Ananta, memberi perhatian penuh.

"Ada apa, Nant?" tanyanya lagi, kali ini dengan nada lembut, mencoba memberi ruang bagi Ananta untuk berbicara.

"Hazel, gue tahu lo mau fokus belajar. Tapi bisa kasih waktu ke gue gak? Gak lama kok, cuma sejam aja," bujuk Ananta dengan suara lembut.

***

Di tepi danau buatan yang indah itu, suasana senja menghadirkan keajaiban alamnya dengan refleksi langit senja yang mempesona di permukaan air yang tenang. Warna-warni langit senja memantul indah di danau yang jernih, menciptakan gambaran yang begitu memukau dan menenangkan.

Suasana tenang dan damai memenuhi udara di sekitar mereka. Suara gemericik air dan riak kecil di tepi danau menambahkan kesan alami yang menenangkan, sementara angin senja berdesir perlahan-lahan, membawa aroma harum dari dedaunan dan tanah basah.

"Lo baik-baik aja?" tanya Hazel dengan suara lembut, memecah keheningan yang mengelilingi mereka.

Ananta mendongak perlahan, menerawang di atas permukaan air danau yang tenang, hingga matanya bertemu dengan mata bulat Hazel. Cahaya mentari sore memantul di dalam mata Hazel, menambah kedalaman dan kejernihan yang menghipnotis.

Matanya yang tajam seolah-olah mampu menembus kedalaman perasaan Ananta yang sedang terombang-ambing.

Ananta bingung harus menjawab apa. Ada banyak kata yang ingin ia sampaikan tetapi mulutnya hanya bisa bungkam.

"Belakangan ini, gue merasa seperti menjadi sosok yang asing dalam tubuh ini, terpisah dari diri sendiri oleh gelombang pikiran yang menghantui tanpa henti. Saat mata merenung jauh, dunia seolah-olah berhenti sejenak, memberi kesempatan untuk menangkap nafas yang terengah-engah dan hati yang terasa berat,"

"Gue merasa kelelahan, bukan hanya secara fisik karena setiap langkah terasa berat bagai menyeret beban tak terlihat, tapi juga mental, seperti memikul beban pikiran yang terus menggelayut,"

"Hari-hari berlalu dengan kekosongan yang semakin menggelayut di sekitar gue. Langit biru tak lagi memancarkan kehangatan yang dulu gue rasakan, tetapi menjadi dingin dan tak terjangkau. Di dalam keheningan, suara langkah terdengar begitu sunyi, menggema di lorong-lorong pikiran gue yang berkelok,"

"Gue mencari-cari jawaban dalam kegelapan yang menyelimuti, mencoba memahami bagaimana gue bisa sampai di titik ini, terpisah dari kebahagiaan yang dulu gue rasakan, terjebak dalam labirin kekhawatiran dan rasa sendirian yang tak terucapkan,"

Ananta merasakan hembusan angin senja yang menerpa wajahnya dengan lembut. Tubuhnya terasa letih, seperti terbebani oleh beban yang tak terlihat namun begitu berat.

Tatapan Hazel adalah seperti sinar dalam kegelapan yang menghampiri Ananta. Di situ, dalam keheningan senja yang mempesona, air mata Ananta turun tanpa bisa dicegah lagi.

Mereka mengalir begitu saja, menetes ke pipi yang terasa hangat. Dia merasa hancur di dalam, terkoyak oleh perasaan yang sulit dijelaskan, namun begitu kuat dalam intensitasnya.

Episodes
1 1. Beda Takdir
2 2. Lupa Nama
3 3. Jangan Nikung
4 4. Dendam
5 5. Cinta Merubah Cara Pandang
6 6. jadilah lebih Dewasa
7 7. Jangan Berharap
8 8. Biar Lengket
9 9. Akhir Part
10 10. Senam Jantung
11 11. Jalan Tanpa Bawa Perasaan
12 12. Gelembung Sabun
13 13. Janji Gak Akan Gila
14 14. Terjatuh
15 15. Teman
16 16. Pulang
17 17. Lebih Baik Menjauh
18 18. Sosok Asing
19 19. Butuh di Puk-puk
20 20. Gosip
21 21. Bokek
22 22. Bidadari
23 23. Rumus The King
24 24. Mata Duitan
25 25. Foto Alay
26 26. Baik dan Jahat
27 27. Cuma Pena
28 28. Antara Grup
29 29. Kepala Berisik
30 30. Pergeseran Peran
31 31. Aroma Uang
32 32. Mati Rasa
33 33. Ribet
34 34. Battle of Brains
35 35. Keponakan
36 36. Coba Tebak?
37 37. Gelas
38 38. LSD
39 39. Parno
40 40. Narkoba?
41 41. Pacran?
42 42. Jadilah Anak Penurut
43 43. Saling Memanfaatkan
44 44. Egois
45 45. Dosis
46 46. Berbagi
47 47. Mental
48 48. Nyakitin Diri Sendiri
49 49. Reaksi Kimia
50 50. Informasi
51 51. Yang Berkuasa Yang Menang
52 52. Tertekan
53 53. Bidak Catur
54 54. Ilusi
55 55. Hirarki
56 56. Kejam
57 57. Hati-hati
58 58. Sky
59 59. Bebas
60 60. Suara
61 61. Bayangan
62 62. Gelombang Kecemasan
63 63. Explo
64 64. Sakit Jiwa
65 65. Bukan Penguasa Utama
66 66. Resiko
67 67. Drama
68 68. Di Balik Layar
69 69. Semuanya Berubah
70 70. Terjebak Dalam Ilusi
71 71. Genting
72 72. Dia Bisa Mati
73 73. Including death
74 74. Berakhir Seperti Semestinya
75 75. Dunia ini Keras
76 76. Kaset Usang
77 77. Garis Lurus
78 78. Uang
79 79. Terlalu Gelap
80 80. Bisa Aja Dia Mati
81 81. Balas Dendam
82 Epilog
Episodes

Updated 82 Episodes

1
1. Beda Takdir
2
2. Lupa Nama
3
3. Jangan Nikung
4
4. Dendam
5
5. Cinta Merubah Cara Pandang
6
6. jadilah lebih Dewasa
7
7. Jangan Berharap
8
8. Biar Lengket
9
9. Akhir Part
10
10. Senam Jantung
11
11. Jalan Tanpa Bawa Perasaan
12
12. Gelembung Sabun
13
13. Janji Gak Akan Gila
14
14. Terjatuh
15
15. Teman
16
16. Pulang
17
17. Lebih Baik Menjauh
18
18. Sosok Asing
19
19. Butuh di Puk-puk
20
20. Gosip
21
21. Bokek
22
22. Bidadari
23
23. Rumus The King
24
24. Mata Duitan
25
25. Foto Alay
26
26. Baik dan Jahat
27
27. Cuma Pena
28
28. Antara Grup
29
29. Kepala Berisik
30
30. Pergeseran Peran
31
31. Aroma Uang
32
32. Mati Rasa
33
33. Ribet
34
34. Battle of Brains
35
35. Keponakan
36
36. Coba Tebak?
37
37. Gelas
38
38. LSD
39
39. Parno
40
40. Narkoba?
41
41. Pacran?
42
42. Jadilah Anak Penurut
43
43. Saling Memanfaatkan
44
44. Egois
45
45. Dosis
46
46. Berbagi
47
47. Mental
48
48. Nyakitin Diri Sendiri
49
49. Reaksi Kimia
50
50. Informasi
51
51. Yang Berkuasa Yang Menang
52
52. Tertekan
53
53. Bidak Catur
54
54. Ilusi
55
55. Hirarki
56
56. Kejam
57
57. Hati-hati
58
58. Sky
59
59. Bebas
60
60. Suara
61
61. Bayangan
62
62. Gelombang Kecemasan
63
63. Explo
64
64. Sakit Jiwa
65
65. Bukan Penguasa Utama
66
66. Resiko
67
67. Drama
68
68. Di Balik Layar
69
69. Semuanya Berubah
70
70. Terjebak Dalam Ilusi
71
71. Genting
72
72. Dia Bisa Mati
73
73. Including death
74
74. Berakhir Seperti Semestinya
75
75. Dunia ini Keras
76
76. Kaset Usang
77
77. Garis Lurus
78
78. Uang
79
79. Terlalu Gelap
80
80. Bisa Aja Dia Mati
81
81. Balas Dendam
82
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!