Revan melihat Hazel dengan tatapan yang rumit. "Jangan ganggu Lilian lagi. Kakak udah bilang itu berkali-kali," ucap Revan dengan nada tegas, tapi ada sedikit kelembutan di ujung kalimatnya.
Revan adalah asisten pribadi Devano, yang notabene adalah kakak dari Lilian. Keluarga Devano juga telah menganggap Revan dan Hazel sebagai keluarga mereka sendiri. Bahkan, mereka sering bercanda bahwa Revan dan Hazel adalah anak adopsi yang terlambat datang.
Namun, meski hubungan mereka sudah dekat, Revan tetap berusaha menjaga profesionalitas, apalagi kalau sudah menyangkut Lilian.
"Iya," jawab Hazel dengan suara yang bergetar, air matanya sudah di ujung mata, siap tumpah kapan saja.
Tapi bukan karena dia merasa sedih atau marah diomeli oleh Revan, melainkan karena suara Revan itu lho, duh, bikin hati Hazel berdesir kayak ada ribuan kupu-kupu sedang berpesta di dalam perutnya.
"Gila, deep voice-nya mantap banget," batin Hazel, sambil mencoba menyeka air mata yang mulai jatuh dengan ujung jari.
"Apa gue terlalu kasar?" batin Revan, melihat Hazel menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Dia merasa ada yang mengganjal di hati, perasaan bersalah yang tiba-tiba muncul. Revan selalu berusaha untuk tegas dan adil, tapi melihat Hazel begitu, hatinya jadi sedikit miris.
"Kakak gak tau lagi harus gimana ngomongnya ke kamu. Tapi kakak bener-bener minta kamu untuk gak gangguin Liliana lagi," pinta Revan, suaranya kini lebih tenang setelah sebelumnya sempat tegang.
Hazel hanya diam, menundukkan kepalanya. Ekspresinya memperlihatkan bahwa dia mendengarkan dengan serius.
"Kalau kamu gangguin dia lagi, kakak gak ada pilihan lain selain ngirim kamu ke sekolah asrama," ucap Revan dengan tegas, menambahkan implikasi serius dari permintaannya.
***
Masih pagi di rumah Hazel selalu saja penuh kejutan. Hazel sudah dihadapkan pada sebuah kenyataan yang membuat mood paginya langsung ambyar. Siapa lagi kalau bukan Tania, yang hobinya mengacau.
"Bangun, cok," seru Tania dengan suara cempreng khasnya, sambil mencoba menarik selimut yang menutupi tubuh Hazel.
Selimut tebal dan hangat itu adalah satu-satunya pertahanan Hazel dari udara pagi yang dingin.
"Lima menit lagi," balas Hazel dengan nada kesal, matanya masih tertutup rapat.
Ia menggulung dirinya seperti ulat dalam kepompong, menekuk lutut dan memeluk erat lututnya sendiri. Hazel menggigil kedinginan, berusaha mempertahankan sisa-sisa kehangatan yang tersisa.
Buk! Buk! Buk!
Suara benturan bantal yang mengenai Hazel terdengar jelas.
"Sakit woy!" teriak Hazel.
Ia langsung terduduk, rambutnya yang acak-acakan semakin menambah kesan baru bangun tidur. Matanya melotot ke arah Tania, penuh dengan kemarahan yang bercampur rasa kantuk.
"Apa sih lo, Tan? Gak bisa lihat orang tidur tenang sedikit aja?"
Tania tertawa kecil, seolah tidak peduli dengan keluhan Hazel. "Bangun, siap-siap ke sekolah," ajak Tania dengan nada yang lebih lembut namun tetap tegas.
"Gue gak mau sekolah," gumam Hazel dengan suara khas orang baru bangun tidur, serak dan malas.
Ia kembali menjatuhkan dirinya ke kasur, kali ini dengan posisi tengkurap, menyembunyikan wajahnya di bantal.
Tania yang mendengar itu merasa aneh. Biasanya Hazel tidak pernah menolak ajakan ke sekolah, apalagi dengan nada seperti itu. Tania berjalan mendekat, menatap Hazel dengan penuh curiga.
"Zel, otak lo kayaknya perlu periksa deh," ucapnya, mencoba memancing reaksi sahabatnya.
Hazel hanya menggeram pelan, tangannya meraih bantal lain dan menutup kepalanya, seakan ingin menutup dunia luar. "Gue lagi nggak mood, Tan," jawabnya dengan suara yang teredam bantal.
Tania menatap Hazel dengan alis terangkat. "Lo bukan Hazel, kan?" tanyanya dengan nada curiga.
Dari kemarin Hazel bersikap aneh, dan Tania merasa sahabatnya bukanlah orang yang sama seperti yang ia kenal.
Mendengar itu, Hazel langsung bangkit dari kasur, matanya terbuka lebar seolah terkejut.
"Gue mandi dulu," ucapnya cepat, berusaha menghindari tatapan Tania.
Ia langsung berjalan keluar kamar, meninggalkan Tania yang masih kebingungan. Tania menatap pintu kamar yang baru saja ditutup Hazel. Pikirannya penuh dengan tanda tanya.
***
Liliana berjalan di koridor bersama teman-temannya, merasakan gemuruh perasaan yang bercampur aduk.
"Lihat tuh si Hazel duduk sendiri di sana," ucap Agler sambil menunjuk ke arah Hazel yang tengah duduk dengan kepala bersandar pada tembok.
Hazel terlihat sangat lelah dan mengantuk, matanya setengah tertutup seolah berusaha melawan kantuk yang terus menyerang.
"Misi lo kapan jalannya, Nta?" tanya Davian dengan nada penasaran, matanya bergantian menatap Ananta dan Hazel.
Ananta hanya menatap Hazel, ragu-ragu.
"Kayaknya kita enggak usah lanjutin rencana itu deh," ucap Liliana tiba-tiba, keraguan jelas terpancar dari nada suaranya.
"Gak bisa gitu dong," tolak Ivanka dengan cepat.
"Iya, dia duluan yang jahat. Lagian si Nanta deketin si Hazel supaya ketahuan sifat asli dia," tambah Enara, mendukung pendapat Ivanka.
"Iya, lagian dia yang bikin masalah duluan. Gue muak sama dia yang kelihatan sok suci," ucap Bastian dengan nada dingin sambil menatap tajam ke arah Hazel yang terlihat damai dalam tidurnya.
Ananta merasa tidak bisa terlalu banyak mengutarakan pikirannya. Baginya, satu-satunya tugas yang harus diselesaikan adalah menguasai hati Hazel seperti yang telah mereka sepakati.
Namun, begitu berhasil mendapatkan cintanya, Ananta akan meninggalkan Hazel tanpa belas kasihan, tanpa ada penjelasan atau rasa penyesalan.
"Kok gue jadi gak tega gini ya?" bati. Ananta.
***
Hazel membuka matanya dengan perlahan, terganggu dari tidurnya yang belum selesai. Cahaya remang-remang mulai memperjelas sosok di depannya.
Seorang cowok yang tampaknya sedang menendang-nendang pelan kakinya. Matanya masih setengah tertutup, Hazel mencoba memahami situasi.
"Zel, ngapain lo molor disini?" tanya cowok itu dengan nada agak kasar, namun ekspresinya terlihat sedikit cemas.
Hazel menarik napas dalam-dalam, mencoba memfokuskan pandangannya. Namun, kebingungan segera berganti dengan kekaguman yang tak terduga saat wajah cowok itu mulai jelas terlihat.
Matanya memperhatikan setiap detail, dari rambutnya yang rapi, mata yang tajam, hingga senyum yang menurutnya begitu menawan.
"Gila, cakep banget dah," batin Hazel dalam hati, tidak percaya bahwa saat-saat seperti ini dia bisa menemukan seseorang yang begitu menarik di tengah kekacauan yang dirasakannya.
Cowok itu terus menatapnya, menunggu jawaban dari Hazel yang tampak masih terdiam dalam pesonanya sendiri. Hazel mencoba mengumpulkan pikirannya, berusaha untuk tidak terlalu terpesona meskipun dalam hati sudah meluap-luap kekagumannya.
"Umm... sorry, gue molor," ucap Hazel akhirnya dengan suara serak, mencoba menutupi rasa malunya yang terlalu jelas terpancar.
"Lo ngapain sih molor disini? Kan bisa tidur di kelas atau UKS," tanya Febrian heran, menatap Hazel dengan ekspresi bingung.
Hazel menggelengkan kepala pelan, mencoba merapikan pikirannya yang masih setengah-sadar. Dia meraba-raba untuk menjawab, "Gue nungguin Tania. Dia tadi pergi terus minta gue nunggu disini."
Febrian mengangkat alisnya, "Lah, si Tania udah di kelas."
"Hah? Lo tahu dari mana Tania udah di kelas?" tanya Hazel dengan wajah yang kocak, mencoba mencerna informasi itu.
Febrian menjelaskan dengan sabar, "Tadi gue dari kelas. Cuma mau balik lagi ke parkiran ada yang ketinggalan."
Hazel mengusap pelipisnya frustasi. Rasanya hidup di dunia novel tidak semanis yang ia bayangkan. Dia sering merasa kebingungan dengan perubahan cepat yang terjadi di sekitarnya, terutama saat waktu berlalu begitu cepat dan mengacaukan jadwal tidurnya.
"Oh iya, lupa. Lo siapa?" tanya Hazel sambil menatap mata Febrian, mencoba mengingat-ingat siapa cowok ini.
Febrian mengernyit heran, "Gue Febrian, kita sekelas lagi dan lo lupa sama gue? Wahhh..."
Hazel mendengar kata-kata Febrian dan langsung terdiam. Masalahnya, dia sama sekali tidak mengenal orang-orang di dunia ini.
"Oh iya, Febrian. Maaf ya, aku ingat nama tapi susah banget ingat wajahnya," ucap Hazel sambil tersenyum canggung.
Febrian menggelengkan kepala dengan ekspresi campuran antara kesal dan lucu.
"Bukan pura-pura lupa, tapi lo aslinya memang gak kenal sama gue, kan?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Bening
jahat banget teman nya liliana
2024-06-25
2