10. Senam Jantung

Kamar yang luas dengan dinding berwarna biru langit menyambut Hazel. Cahaya matahari yang masuk melalui jendela besar membuat ruangan itu terlihat cerah dan hangat, namun Hazel merasa kepalanya sangat berat.

Dengan gerakan lambat, ia duduk di pinggir tempat tidur yang empuk, sesekali memukul pelan kepalanya untuk mencoba menyadarkan diri.

"Jangan dipukul," suara Tania yang lembut namun tegas memecah kesunyian.

Dia berjalan mendekat, menatap Hazel dengan kekhawatiran yang jelas terlihat di matanya.

"Ini di mana?" tanya Hazel dengan bingung, matanya memandang sekeliling ruangan. Semuanya terlihat samar dan asing di kepalanya yang berat.

"Ini kamar gue, masa lo lupa?" jawab Tania dengan senyum lembut, meskipun terdengar sedikit getir.

"Biasanya lo paling senang kalau gue ajak nginep. Katanya rumah gue kayak rumah impian negeri dongeng," tambahnya dengan tawa kecil yang terdengar pedih, mengingat kenangan manis yang kini terasa jauh.

Tania kemudian memeluk Hazel erat-erat, seolah-olah ingin memberikan kehangatan dan perlindungan melalui pelukan itu. Hazel sendiri bingung harus merespon bagaimana. Dia merasa canggung, namun nalurinya membuat tangannya perlahan membelai punggung Tania, gerakan yang sederhana namun penuh makna.

Tania mulai terisak di pelukan Hazel, perasaan bersalah dan penyesalan membebani hatinya. Dia merasa begitu terluka oleh situasi yang melibatkan Hazel dan Liliana. Isak tangisnya semakin keras, mencerminkan rasa sakit yang begitu dalam.

Hazel, meskipun bingung dan masih merasa berat, berusaha menenangkan Tania dengan usapan lembut di punggungnya.

"Kita revisi yok balas dendam ke Liliana," ucap Tania tiba-tiba, mencoba mengalihkan perasaan bersalahnya dengan ide yang terdengar konyol namun mencerminkan betapa besar rasa sakit yang dia rasakan.

***

Taman yang luas dengan aroma berbagai bunga yang semerbak membuat Hazel merasa tenang. Dia duduk di bangku kayu yang dikelilingi oleh bunga-bunga berwarna-warni, menikmati suasana yang damai.

Tania datang mendekat, wajahnya tampak serius namun penuh harap. Dengan gerakan cepat namun lembut, Tania menyerahkan selembar kertas kepada Hazel.

"Baca nih," ucap Tania, suaranya lembut namun tegas.

Hazel menerima kertas itu dan membacanya dengan teliti, setiap kata dipahami dengan seksama. Setelah selesai membaca, dia menatap Tania, matanya meminta penjelasan lebih lanjut.

Tania menghela napas panjang sebelum berbicara. "Gue tahu lo gak mau balas dendam dengan cara yang kejam. Jadi gue revisi dengan gaya yang lebih sederhana tapi masih ngena balas dendamnya," katanya, berusaha menjelaskan dengan nada yang sabar.

"Kita gak perlu hancurin Liliana pake kekerasan fisik kayak adu jambak atau cakar. Kita juga gak perlu saling serang dengan kata-kata setajam silet."

Hazel memperhatikan Tania dengan seksama, menyadari kantong mata Tania yang terlihat jelas. Tania tampak lelah, mungkin akibat terlalu banyak berpikir dan kurang tidur. Hazel merasa ada sesuatu yang lebih dalam di balik rencana Tania.

"Lo cukup rajin belajar dan itu bisa bikin keluarga bandingin lo sama Liliana. Lo cukup jadi diri lo sendiri. Gue tahu lo baik," lanjut Tania, suaranya bergetar. Beberapa tetes air mata jatuh mengenai punggung tangannya, memperlihatkan betapa dalam perasaannya.

"Dan untuk Ananta," lanjut Tania dengan nada yang lebih pelan, "gue serahin semuanya ke lo. Kalau lo masih mau tetep deket sama dia, silahkan. Gue gak ngelarang. Tapi, jangan sampe lo jatuh hati sama dia. Dan kalau bisa, buat dia jatuh hati ke lo," saran Tania, matanya penuh dengan campuran rasa sakit dan harapan.

Hazel menatap Tania, mencoba memahami situasi yang mereka hadapi. Dia tahu bahwa dalam hubungan ini, semua orang merasa terluka, semua orang merasa menjadi korban.

Entah siapa yang memulai semuanya, tetapi jelas bahwa mereka semua terjebak dalam lingkaran saling membalas dan saling menyakiti. Mereka masing-masing merasa menjadi korban, tetapi di sisi lain, mereka juga memainkan peran sebagai pelaku.

***

Hazel menatap pantulan dirinya di cermin. Seragam sekolahnya sangat pas, membuatnya terlihat manis dan rapi. Dia merapikan rambutnya dengan jari, memastikan semuanya terlihat sempurna.

Setelah merasa puas, dia membuka pintu kamarnya dan langkah kakinya terhenti sejenak ketika melihat Revan berdiri di depan pintu, seolah ingin mengatakan sesuatu.

"Kenapa, Kak?" tanya Hazel dengan suara yang lembut, suaranya terdengar hangat di telinga Revan.

Mata Hazel yang penuh rasa ingin tahu menatap kakaknya dengan harapan.

"Enggak papa," jawab Revan dengan canggung, sambil menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba terasa gatal.

Hazel menahan senyumnya, menyadari betapa kaku kakaknya dalam mengekspresikan kasih sayang. Dia tahu bahwa Revan adalah tipe kakak yang sayang sama adiknya, tapi selalu bingung bagaimana cara mengungkapkannya.

"Boleh peluk gak?" tanya Hazel dengan nada ceria, matanya berkilat penuh harapan.

Revan terkejut mendengar permintaan itu, tetapi sebelum dia sempat menjawab, Hazel sudah melangkah maju dan memeluknya erat. Tubuh Revan yang kaku perlahan melunak dalam pelukan Hazel, dan dia merasakan kehangatan yang menenangkan.

"Indahnya dunia, pagi-pagi gini udah dapet pelukan cowok gepeng,"

***

Koridor sekolah mulai ramai, meskipun masih pagi dan wajah-wajah siswa terlihat segar dan berseri-seri. Hazel berjalan dengan langkah ringan, menikmati suasana pagi yang cerah. Di sebelahnya, Tania berjalan dengan penuh semangat, namun tiba-tiba berhenti dan menoleh ke arah Hazel.

"Zel, lo ke kelas duluan aja. Gue ada urusan," ucap Tania sambil tersenyum.

Senyum itu seolah menyembunyikan sesuatu, namun Hazel tidak sempat bertanya lebih lanjut. Tania langsung berjalan mendahului Hazel tanpa menoleh ke belakang, meninggalkan Hazel yang hanya bisa mengangguk kecil.

Hazel berdiri di tengah koridor, sedikit bingung dengan kepergian tiba-tiba Tania. Dia kemudian memutuskan untuk melanjutkan langkahnya menuju kelas. Namun, tiba-tiba terdengar suara teriakan yang memanggil namanya dengan penuh semangat.

"Hazel!" teriak Febrian.

Hazel menoleh ke belakang, mencari sumber suara. Di kejauhan, dia melihat Febrian berlari kecil ke arahnya. Senyuman lebar terpampang di wajah Febrian, seolah-olah melihat Hazel adalah hal terbaik yang terjadi pagi itu.

Febrian melangkah dengan semangat, kakinya bergerak cepat namun tetap ringan. Dia melambai-lambaikan tangan ke arah Hazel, membuat beberapa siswa lain menoleh ke arahnya

"Ngapain lari-lari?" tanya Hazel dengan heran ketika Febrian sampai di depannya, napasnya sedikit terengah-engah.

"Gak papa. Biar bisa bareng lo ke kelasnya," jawab Febrian sambil nyengir kuda, senyumnya lebar dan ceria.

"Yaudah, ayok," setuju Hazel dengan senyum kecil.

Keduanya melangkah beriringan menuju kelas, berjalan di antara kerumunan siswa yang bergerak ke berbagai arah.

Febrian selalu tersenyum malu-malu, sesekali melirik ke arah Hazel. Dia berusaha untuk tetap santai, namun kegembiraan karena bisa berjalan bersama Hazel membuatnya sulit menahan senyum. Hazel, di sisi lain, terlihat kalem dan tenang.

"Stress nih anak? Padahal masih muda," batin Hazel.

Febrian mengayunkan tas di pundaknya dengan ringan, sesekali menggaruk kepalanya yang tiba-tiba terasa gatal.

"Gila, cuma jalan di sampingnya aja bikin jantung gue senam," batin Febrian.

Episodes
1 1. Beda Takdir
2 2. Lupa Nama
3 3. Jangan Nikung
4 4. Dendam
5 5. Cinta Merubah Cara Pandang
6 6. jadilah lebih Dewasa
7 7. Jangan Berharap
8 8. Biar Lengket
9 9. Akhir Part
10 10. Senam Jantung
11 11. Jalan Tanpa Bawa Perasaan
12 12. Gelembung Sabun
13 13. Janji Gak Akan Gila
14 14. Terjatuh
15 15. Teman
16 16. Pulang
17 17. Lebih Baik Menjauh
18 18. Sosok Asing
19 19. Butuh di Puk-puk
20 20. Gosip
21 21. Bokek
22 22. Bidadari
23 23. Rumus The King
24 24. Mata Duitan
25 25. Foto Alay
26 26. Baik dan Jahat
27 27. Cuma Pena
28 28. Antara Grup
29 29. Kepala Berisik
30 30. Pergeseran Peran
31 31. Aroma Uang
32 32. Mati Rasa
33 33. Ribet
34 34. Battle of Brains
35 35. Keponakan
36 36. Coba Tebak?
37 37. Gelas
38 38. LSD
39 39. Parno
40 40. Narkoba?
41 41. Pacran?
42 42. Jadilah Anak Penurut
43 43. Saling Memanfaatkan
44 44. Egois
45 45. Dosis
46 46. Berbagi
47 47. Mental
48 48. Nyakitin Diri Sendiri
49 49. Reaksi Kimia
50 50. Informasi
51 51. Yang Berkuasa Yang Menang
52 52. Tertekan
53 53. Bidak Catur
54 54. Ilusi
55 55. Hirarki
56 56. Kejam
57 57. Hati-hati
58 58. Sky
59 59. Bebas
60 60. Suara
61 61. Bayangan
62 62. Gelombang Kecemasan
63 63. Explo
64 64. Sakit Jiwa
65 65. Bukan Penguasa Utama
66 66. Resiko
67 67. Drama
68 68. Di Balik Layar
69 69. Semuanya Berubah
70 70. Terjebak Dalam Ilusi
71 71. Genting
72 72. Dia Bisa Mati
73 73. Including death
74 74. Berakhir Seperti Semestinya
75 75. Dunia ini Keras
76 76. Kaset Usang
77 77. Garis Lurus
78 78. Uang
79 79. Terlalu Gelap
80 80. Bisa Aja Dia Mati
81 81. Balas Dendam
82 Epilog
Episodes

Updated 82 Episodes

1
1. Beda Takdir
2
2. Lupa Nama
3
3. Jangan Nikung
4
4. Dendam
5
5. Cinta Merubah Cara Pandang
6
6. jadilah lebih Dewasa
7
7. Jangan Berharap
8
8. Biar Lengket
9
9. Akhir Part
10
10. Senam Jantung
11
11. Jalan Tanpa Bawa Perasaan
12
12. Gelembung Sabun
13
13. Janji Gak Akan Gila
14
14. Terjatuh
15
15. Teman
16
16. Pulang
17
17. Lebih Baik Menjauh
18
18. Sosok Asing
19
19. Butuh di Puk-puk
20
20. Gosip
21
21. Bokek
22
22. Bidadari
23
23. Rumus The King
24
24. Mata Duitan
25
25. Foto Alay
26
26. Baik dan Jahat
27
27. Cuma Pena
28
28. Antara Grup
29
29. Kepala Berisik
30
30. Pergeseran Peran
31
31. Aroma Uang
32
32. Mati Rasa
33
33. Ribet
34
34. Battle of Brains
35
35. Keponakan
36
36. Coba Tebak?
37
37. Gelas
38
38. LSD
39
39. Parno
40
40. Narkoba?
41
41. Pacran?
42
42. Jadilah Anak Penurut
43
43. Saling Memanfaatkan
44
44. Egois
45
45. Dosis
46
46. Berbagi
47
47. Mental
48
48. Nyakitin Diri Sendiri
49
49. Reaksi Kimia
50
50. Informasi
51
51. Yang Berkuasa Yang Menang
52
52. Tertekan
53
53. Bidak Catur
54
54. Ilusi
55
55. Hirarki
56
56. Kejam
57
57. Hati-hati
58
58. Sky
59
59. Bebas
60
60. Suara
61
61. Bayangan
62
62. Gelombang Kecemasan
63
63. Explo
64
64. Sakit Jiwa
65
65. Bukan Penguasa Utama
66
66. Resiko
67
67. Drama
68
68. Di Balik Layar
69
69. Semuanya Berubah
70
70. Terjebak Dalam Ilusi
71
71. Genting
72
72. Dia Bisa Mati
73
73. Including death
74
74. Berakhir Seperti Semestinya
75
75. Dunia ini Keras
76
76. Kaset Usang
77
77. Garis Lurus
78
78. Uang
79
79. Terlalu Gelap
80
80. Bisa Aja Dia Mati
81
81. Balas Dendam
82
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!