11. Jalan Tanpa Bawa Perasaan

Di kelas XI IPA 2, suasana terasa tegang. Beberapa murid tampak pening karena tengah menghadapi ulangan harian matematika peminatan.

Guru di depan kelas, Bu Ratna, tampak sibuk dengan kertas-kertas yang menumpuk di mejanya, namun matanya tetap awas memantau para anak didiknya.

"Nih soal bikin migrain," batin Enara sambil menggigit ujung penanya.

Dia menatap soal-soal di depannya dengan ekspresi bingung, mencoba mencari cara terbaik untuk menyelesaikannya. Pandangannya kemudian beralih ke arah Ivanka, sahabatnya, yang ternyata terlihat lebih kacau darinya.

Ivanka malah memainkan penanya dengan mencoba menyeimbangkan pena itu di antara hidung dan bibirnya, tampak benar-benar putus asa.

Liliana, yang duduk di barisan depan, menghela napas berat. "Ya ampun, punya dua sahabat kok enggak ada yang bisa ngasih contekan," batinnya dengan miris.

Dia melirik ke arah Bastian yang duduk di depan, tampak lancar jaya mengerjakan soal-soal tersebut. Bastian menulis dengan cepat dan tanpa ragu, matanya fokus pada kertas ulangan di depannya. Sesekali dia mengangkat kepala untuk berpikir sejenak, lalu melanjutkan menulis dengan percaya diri.

Enara mencoba mengalihkan pikirannya dari kebingungan sejenak dan menoleh ke Liliana, berharap mendapatkan secercah harapan. Namun, yang dia lihat adalah Liliana yang tampak frustrasi sambil menatap ke arah Bastian.

Enara mengangkat alisnya sedikit, bertanya-tanya dalam hati apakah Liliana berencana meminta bantuan dari Bastian.

"Liliana gak mungkin minta contekan ke Bastian, kan?

Sementara itu, Ivanka akhirnya menyerah dengan aksi penyeimbangan penanya dan kembali mencoba melihat soalnya.

"Oke, fokus, Ivanka. Fokus," gumamnya pada diri sendiri, meskipun wajahnya masih menunjukkan keputusasaan.

Bu Ratna berjalan perlahan di antara barisan bangku, mengawasi setiap gerakan siswa-siswinya. Matanya menatap tajam, memastikan tidak ada yang mencoba berbuat curang.

Ketika dia berjalan melewati meja Enara, Enara berusaha terlihat seolah-olah dia sedang sangat serius mengerjakan soal, meskipun pikirannya masih berkecamuk.

Liliana mengalihkan pandangannya dari Bastian dan menatap lembar jawabannya yang masih banyak kosong. Dia menggigiti bibirnya, merasa semakin panik dengan waktu yang semakin menipis.

"Ayo, Liliana, lo pasti bisa," bisiknya pada diri sendiri, mencoba membangkitkan semangatnya.

Waktu terus berjalan, dan detik-detik yang berlalu terasa semakin menekan para siswa. Enara akhirnya menemukan cara untuk menyelesaikan satu soal yang membuatnya bingung sejak tadi.

Ivanka, di sisi lain, masih berjuang dengan sisa waktu yang ada, sementara Liliana berusaha keras untuk mengejar ketertinggalannya.

***

Di dalam ruang kelas yang sepi setelah jam pelajaran, suasana terasa tegang. Tania duduk di sudut ruangan, matanya memancarkan tatapan tak suka yang jelas terarah ke arah Febrian, yang tengah berdiri di dekat meja.

Febrian sendiri tampak tenang, meskipun atmosfernya terasa semakin tegang dengan kehadiran Tania yang tampak tidak senang.

"Ngapain sih lo di sini?" Tania bertanya dengan nada yang jelas-jelas judes, matanya menatap tajam.

Febrian menjawab dengan santainya, mengambil botol minumnya dan duduk di dekat Hazel, "Duduk."

"Iya, duduk. Tapi ngapain disini? Kan masih banyak yang kosong!" tegur Tania dengan nada yang semakin meningkat.

"Mulutnya pengen gue jahit," batin Febrian.

Sementara itu, Hazel hanya diam, fokus pada formulir yang baru saja diberikan Tania padanya. Dia menatap formulir tersebut dengan ekspresi campuran antara penasaran dan ragu.

"Tan, lo seriusan nyuruh gue daftar nih lomba?" tanya Hazel dengan sedikit ragu, matanya masih terpaku pada formulir tersebut.

"Yakin, dengan ini prestasi lo makin banyak. Dan jangan lupakan hadiahnya tuh, uang tiga digit," ucap Tania dengan mantap, mencoba meyakinkan Hazel untuk mengikuti lomba tersebut.

Hazel, meskipun awalnya ragu, tidak bisa menahan rasa tertariknya ketika mendengar tentang hadiah uang tersebut. Dia mengangguk perlahan, matanya berbinar penuh antusiasme.

"Seriusan?" kaget Hazel, ekspresinya berubah menjadi ceria. Janji uang itu sangat menggiurkan baginya. Siapa yang tidak suka dengan uang?

Febrian, dari meja sebelah mereka, mencoba untuk melihat selembaran formulir yang dipegang Tania. Namun, sebelum dia bisa mendekat lebih jauh, Tania cepat-cepat menutupi kertas tersebut dengan tangannya yang kecil namun tegas.

"Lomba apaan?" tanya Febrian dengan rasa penasaran yang kental, matanya mencoba untuk menyelinap di balik tangan Tania yang berusaha menghalanginya.

Tania memiringkan kepala sedikit, mengarahkan pandangan tajamnya pada Febrian.

"Lebih baik lo minum lagi, untuk menetralisir kegoblokan lo yang udah mendarah daging," sindir Tania dengan nada yang jelas-jelas judes.

Febrian hanya bisa menggelengkan kepala dengan tertawa pelan, mengakui kecerdasan dan ketajaman kata-kata Tania yang selalu membuatnya terkesan.

"Wah... minta dihajar," gumam Febrian sambil mencoba untuk menahan senyum kagum atas respons tajam Tania.

***

Di parkiran sekolah yang mulai sepi menjelang sore, Ananta berdiri dari kejauhan memperhatikan sosok Hazel yang sedang berdiri bersama Tania.

Mereka terlihat tengah tertawa dengan penuh keceriaan, dan gelak tawa mereka terdengar begitu jelas hingga beberapa orang di sekitar ikut tersenyum dan tertawa tanpa sadar.

Ananta merasa ada yang berbeda dalam tatapan dan ekspresi Bastian, sahabatnya yang berdiri di sebelahnya.

"Lo mulai suka sama dia?" tanya Bastian dengan curiga, matanya tetap terpaku pada Hazel dan Tania.

Ananta menggelengkan kepala, mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri. "Kayaknya dia gak seburuk yang diomongin orang-orang," ucapnya dengan tenang, sambil mengamat-amati ekspresi Hazel dari kejauhan.

"Gue rasa juga gitu," setuju Bastian, mengangguk sambil menatap Hazel dengan senyum mengembang di wajahnya.

Mata mereka berdua memperhatikan dengan seksama, menangkap setiap ekspresi dan gerakan dari jauh. Mereka bisa melihat bagaimana Hazel terlihat begitu bahagia dalam momen ini, terbuai dalam tawa yang mengalir begitu alami dari hatinya.

Ananta menarik napas dalam-dalam, merenungkan betapa berbedanya Hazel saat dia bersama teman-temannya, dibandingkan dengan kesan yang dulu sering terbentuk dalam pikirannya.

***

Di dalam kamar Hazel, yang tampaknya dalam keadaan berantakan dengan bungkusan makanan berserakan di lantainya, dia rebahan di atas tempat tidurnya. Suasana di dalam kamarnya terasa agak kacau, mencerminkan kemalasan yang terpampang nyata.

Namun, keheningan itu terputus ketika ponselnya berdering, menunjukkan panggilan masuk dari Ananta. Hazel mengangkat teleponnya dengan malas, mendengar suara Ananta di seberang sana.

"Hari Minggu lo kosong gak?" tanya Ananta dengan nada santai.

Hazel, yang mendengar pertanyaan itu, terdiam sejenak. Dia merasa bingung karena sudah bisa menebak niat terselubung dari Ananta. Meskipun begitu, dia tahu bahwa Tania tidak pernah menghalangi dirinya untuk dekat dengan Ananta.

"Kosong," jawab Hazel akhirnya, memutuskan untuk tidak mengungkapkan keraguannya kepada Ananta.

"Jalan yok," ajak Ananta dengan suara yang tetap santai, tanpa ada embel-embel romantis.

Kesederhanaan ajakan Ananta membuat Hazel merasa bergidik sendiri. "Bisa-bisa tokoh utama enggak ada romantis-romantisnya," batinnya dengan sedikit cemas. Meskipun begitu, dia merasa lega karena suasana yang tenang dari Ananta.

"Ayok," jawab Hazel akhirnya dengan nada setuju.

"Terserah lo mau main ke mana, gue ngikut," ucap Ananta dengan santai melalui telepon.

Hazel merenung sejenak mendengar ajakan Ananta tersebut. Meskipun dia merasa senang dengan keputusan untuk pergi bersama Ananta, ada keraguan kecil yang menghantuinya.

"Gak salah kan kalau cuma jalan doang tanpa bawa-bawa perasaan?" batin Hazel dalam hati, sambil menatap layar ponselnya yang masih menunjukkan panggilan dari Ananta.

Episodes
1 1. Beda Takdir
2 2. Lupa Nama
3 3. Jangan Nikung
4 4. Dendam
5 5. Cinta Merubah Cara Pandang
6 6. jadilah lebih Dewasa
7 7. Jangan Berharap
8 8. Biar Lengket
9 9. Akhir Part
10 10. Senam Jantung
11 11. Jalan Tanpa Bawa Perasaan
12 12. Gelembung Sabun
13 13. Janji Gak Akan Gila
14 14. Terjatuh
15 15. Teman
16 16. Pulang
17 17. Lebih Baik Menjauh
18 18. Sosok Asing
19 19. Butuh di Puk-puk
20 20. Gosip
21 21. Bokek
22 22. Bidadari
23 23. Rumus The King
24 24. Mata Duitan
25 25. Foto Alay
26 26. Baik dan Jahat
27 27. Cuma Pena
28 28. Antara Grup
29 29. Kepala Berisik
30 30. Pergeseran Peran
31 31. Aroma Uang
32 32. Mati Rasa
33 33. Ribet
34 34. Battle of Brains
35 35. Keponakan
36 36. Coba Tebak?
37 37. Gelas
38 38. LSD
39 39. Parno
40 40. Narkoba?
41 41. Pacran?
42 42. Jadilah Anak Penurut
43 43. Saling Memanfaatkan
44 44. Egois
45 45. Dosis
46 46. Berbagi
47 47. Mental
48 48. Nyakitin Diri Sendiri
49 49. Reaksi Kimia
50 50. Informasi
51 51. Yang Berkuasa Yang Menang
52 52. Tertekan
53 53. Bidak Catur
54 54. Ilusi
55 55. Hirarki
56 56. Kejam
57 57. Hati-hati
58 58. Sky
59 59. Bebas
60 60. Suara
61 61. Bayangan
62 62. Gelombang Kecemasan
63 63. Explo
64 64. Sakit Jiwa
65 65. Bukan Penguasa Utama
66 66. Resiko
67 67. Drama
68 68. Di Balik Layar
69 69. Semuanya Berubah
70 70. Terjebak Dalam Ilusi
71 71. Genting
72 72. Dia Bisa Mati
73 73. Including death
74 74. Berakhir Seperti Semestinya
75 75. Dunia ini Keras
76 76. Kaset Usang
77 77. Garis Lurus
78 78. Uang
79 79. Terlalu Gelap
80 80. Bisa Aja Dia Mati
81 81. Balas Dendam
82 Epilog
Episodes

Updated 82 Episodes

1
1. Beda Takdir
2
2. Lupa Nama
3
3. Jangan Nikung
4
4. Dendam
5
5. Cinta Merubah Cara Pandang
6
6. jadilah lebih Dewasa
7
7. Jangan Berharap
8
8. Biar Lengket
9
9. Akhir Part
10
10. Senam Jantung
11
11. Jalan Tanpa Bawa Perasaan
12
12. Gelembung Sabun
13
13. Janji Gak Akan Gila
14
14. Terjatuh
15
15. Teman
16
16. Pulang
17
17. Lebih Baik Menjauh
18
18. Sosok Asing
19
19. Butuh di Puk-puk
20
20. Gosip
21
21. Bokek
22
22. Bidadari
23
23. Rumus The King
24
24. Mata Duitan
25
25. Foto Alay
26
26. Baik dan Jahat
27
27. Cuma Pena
28
28. Antara Grup
29
29. Kepala Berisik
30
30. Pergeseran Peran
31
31. Aroma Uang
32
32. Mati Rasa
33
33. Ribet
34
34. Battle of Brains
35
35. Keponakan
36
36. Coba Tebak?
37
37. Gelas
38
38. LSD
39
39. Parno
40
40. Narkoba?
41
41. Pacran?
42
42. Jadilah Anak Penurut
43
43. Saling Memanfaatkan
44
44. Egois
45
45. Dosis
46
46. Berbagi
47
47. Mental
48
48. Nyakitin Diri Sendiri
49
49. Reaksi Kimia
50
50. Informasi
51
51. Yang Berkuasa Yang Menang
52
52. Tertekan
53
53. Bidak Catur
54
54. Ilusi
55
55. Hirarki
56
56. Kejam
57
57. Hati-hati
58
58. Sky
59
59. Bebas
60
60. Suara
61
61. Bayangan
62
62. Gelombang Kecemasan
63
63. Explo
64
64. Sakit Jiwa
65
65. Bukan Penguasa Utama
66
66. Resiko
67
67. Drama
68
68. Di Balik Layar
69
69. Semuanya Berubah
70
70. Terjebak Dalam Ilusi
71
71. Genting
72
72. Dia Bisa Mati
73
73. Including death
74
74. Berakhir Seperti Semestinya
75
75. Dunia ini Keras
76
76. Kaset Usang
77
77. Garis Lurus
78
78. Uang
79
79. Terlalu Gelap
80
80. Bisa Aja Dia Mati
81
81. Balas Dendam
82
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!