17. Lebih Baik Menjauh

Tatapan laser yang diberikan oleh Devano membuat Hazel bergidik ngeri, tetapi di sisi lain dia juga terpesona.

"Gila, marah aja tetep ganteng," batin Hazel bergejolak, matanya tak bisa lepas dari wajah Devano yang tampak serius dan tegang.

Devano, dengan wajah serius dan tegang, berkata, "Kalau ada cowok kurang ajar kayak dia langsung kamu tonjok aja kalau nggak tendang aset berharganya," nada suaranya penuh dengan kemarahan dan protektif.

Revan hanya diam, memijit pelipisnya yang mulai terasa pening. "Sebenernya siapa kakaknya sih? Gue atau Devano?" batin Revan bingung, merasa pening dengan situasi yang semakin rumit.

Ketika Devano melihat Hazel, tatapannya tiba-tiba beralih fokus ke pundak Hazel yang terlihat memar. Matanya menyipit, wajahnya yang tegang tiba-tiba berubah menjadi khawatir. Dia mendekat dengan langkah cepat, matanya tidak berkedip dari memar di pundak Hazel.

Hazel terkejut dengan tindakan tiba-tiba Devano, dia mundur satu langkah, tubuhnya sedikit terhuyung. Dia menyilangkan tangannya di depan dadanya, mencoba menutupi pundaknya yang memar.

"Kenapa?" tanyanya, suaranya sedikit gemetar dan merinding, merasa gugup dengan perhatian mendadak yang diberikan Devano.

Devano menatap Hazel dengan cemas, tangannya terulur seakan ingin menyentuh memar itu, tetapi kemudian berhenti, tangannya menggantung di udara, takut menyakiti Hazel lebih lanjut. Matanya tampak berusaha mencari-cari jawaban di wajah Hazel, yang kini tampak bingung dan ketakutan.

"Ini dari mana? Siapa yang bikin kamu kayak gini?" tanyanya dengan suara yang lebih lembut, tapi masih penuh dengan kekhawatiran.

Dengan gerakan hati-hati, Devano akhirnya menurunkan tangannya, tangannya gemetar sedikit, menunjukkan betapa besarnya kekhawatiran yang ia rasakan.

"Jatoh," jawab Hazel sambil tertawa canggung, berusaha mengalihkan perhatian dari bekas memarnya.

Namun, mata Devano menyipit, dengan cepat menangkap beberapa bekas goresan di lengan Hazel. Kecurigaan semakin menguat di benaknya.

"Kamu nggak di-bully kan?" tanya Devano dengan nada serius, matanya penuh kekhawatiran yang mendalam.

Revan, yang mendengar pertanyaan itu, langsung bangkit dari duduknya dengan gerakan cepat. Dia menghampiri Hazel dengan langkah besar, raut wajahnya tegang. Tanpa berkata apa-apa, Revan segera meraih lengan Hazel dengan lembut namun tegas, memeriksanya dari dekat.

Revan memutar lengan Hazel, memperhatikan setiap bekas goresan dan memar yang ada. Jari-jarinya dengan hati-hati menyentuh kulit Hazel, merasakan teksturnya, mencoba mencari tahu seberapa serius luka-luka tersebut.

Kemudian, dia memeriksa lengan yang lain dengan gerakan yang sama hati-hatinya, memutar tubuh Hazel sedikit untuk memeriksa apakah ada luka yang lebih dalam atau bekas-bekas lain yang mungkin terlewat.

Revan berhenti sejenak ketika pandangannya tertuju pada luka yang tertutup oleh rambut Hazel di dahi. Dengan lembut, dia menyibakkan rambut Hazel untuk melihat lebih jelas. Jari-jarinya hati-hati menyelip di antara helaian rambut, mengangkatnya perlahan agar tidak menyakiti Hazel.

"Jidat kamu kenapa?" tanya Revan dengan nada cemas, tatapannya penuh dengan kekhawatiran.

Revan memperhatikan luka itu dengan seksama, mencoba menentukan seberapa seriusnya.

Hazel menghela napas pelan, menyadari bahwa tidak ada yang bisa disembunyikan lagi. "Ini gara-gara aku jatuh tadi," jawabnya, mencoba tersenyum untuk meredakan kecemasan Revan.

"Beneran, aku nggak diapa-apain. Cuma kurang hati-hati aja."

***

Mood Hazel begitu turun sehingga langkahnya terasa berat dan lesu. Dia berjalan bersebelahan dengan Tania, tatapannya kosong ke depan tanpa tujuan tertentu.

Tas selempangnya yang tergantung rendah hampir terseret di lantai, bergerak pelan di samping kakinya yang bergerak tanpa semangat.

"Lo ngapa?" tanya Tania penasaran, sambil memasukkan kembali handphone-nya ke dalam saku.

Hazel melirik sekilas ke arah Tania, kemudian kembali menatap ke depan. "Gue diinterogasi sama Kak Revan dan Kak Devano. Mereka ngira gue di-bully. Padahal gue jatoh gara-gara mau nyolong kedondong," jawab Hazel lelah.

Tania yang mendengar itu tersenyum manis, sangat manis hingga membuat Hazel bergidik ngeri.

"Bagus dong kalau mereka ngira lo di-bully," kata Tania.

***

Ulangan harian fisika berlangsung di kelas, suasana terasa hening di tengah kekacauan pikiran para siswa yang sedang mencoba menyelesaikan soal-soal yang diberikan.

Febrian, duduk di bangku belakang, membolak-balik lembar soal dengan ekspresi yang sedikit tegang. Matanya sesekali melirik ke arah Hazel yang duduk di bangku paling depan.

"Kok dia bisa memperkirakan soal yang bakalan muncul ya?" batin Febrian dalam hati, mencoba mencari jawaban sendiri dari kehebatan Hazel.

Tania melirik sekilas ke belakang dan melihat Febrian sedang memperhatikan Hazel dengan ekspresi yang cukup mendalam. Dia merasa tidak nyaman dengan perhatian Febrian yang sepertinya terlalu fokus pada Hazel.

"Nih pulu-pulu sangat menjengkelkan," batin Tania dalam hati, sambil menggerutu pelan.

Ekspresinya sedikit tegang, bibirnya sedikit terlipat mengekspresikan kekesalannya. Tanpa sadar, tangannya yang menggenggam erat lembar soal ulangan mulai menegang. Jari-jarinya memegang kertas dengan kuat, seakan mencoba meredam kekesalannya.

***

Di jam istirahat, suasana kelas mulai riuh dengan siswa-siswa yang bergerak keluar untuk menghabiskan waktu istirahat mereka.

Febrian, yang sebelumnya berniat untuk menghampiri Hazel, mengernyitkan keningnya ketika melihat Ananta tiba-tiba masuk ke dalam kelas dan menuju meja tempat Hazel duduk.

Ananta, dengan sikap percaya diri yang kadang-kadang menyebalkan, tampaknya tengah mengobrol dengan Hazel dengan antusias.

"Tuh cowok, mentang-mentang lebih ganteng dari gue seenak jidatnya aja deketin Hazel," batin Febrian dalam hati, merasa sedikit cemburu melihat kedekatan mereka.

Febrian merasa agak kesal, namun sebelum ia sempat bereaksi lebih lanjut, terdengar suara ketukan ringan di mejanya. Dia menoleh ke arah suara itu dan melihat Tania berdiri di sampingnya dengan ekspresi serius yang tidak biasa.

"Kita perlu bicara," ucap Tania dengan suara rendah, memberi isyarat bahwa ada sesuatu yang mendesak untuk dibicarakan dengan Febrian.

***

Tania duduk tegak di bawah pohon mangga yang rindang, rambutnya tergerai lembut diterpa angin sepoi-sepoi yang mengalun lembut di bawah bayangan daun-daun hijau.

Menatap Febrian dengan pandangan tajam, matanya menunjukkan keputusan yang teguh namun juga sedikit kesedihan yang tersamar.

"Gue punya mata ya. Jadi gue sadar kalau lo terus merhatiin Hazel. Jauhi dia," ancam Tania dengan suara yang menunjukkan keputusannya.

Febrian menatap Tania dengan serius. "Lo gak berhak ngatur gue buat jauhin dia," balas Febrian dengan tegas, menunjukkan bahwa dia tidak akan mengikuti permintaan Tania hanya karena ditekan.

Tania mendengus sebal, tidak terima dengan sikap Febrian yang begitu keras kepala. Namun, sebelum dia bisa menjawab, Febrian tiba-tiba mengubah arah pembicaraan.

"Sebenernya Hazel kenapa?" tanya Febrian tiba-tiba, mengungkapkan rasa penasaran yang telah lama mengganjalnya.

"Maksud lo?" balas Tania, sedikit bingung dengan pertanyaan tiba-tiba Febrian.

"Lo kan temen deketnya. Pasti lo tahu betul yang gue maksud," jawab Febrian tegas, mencoba menguatkan argumennya.

"Waktu dia ketemu sama gue, dia kayak gak kenal sama gue. Dan waktu gue ke rumah dia, dia juga gak kenal sama kakaknya Liliana," lanjut Febrian, mengekspresikan kebingungannya yang mendalam terhadap perilaku Hazel.

"Kalau nyadar akan hal itu, lebih baik lo jauhin Hazel," ulang Tania, suaranya serius namun penuh kekhawatiran yang tersembunyi di baliknya.

Dia kemudian merapikan kerah seragamnya dengan gerakan halus, menambah kesan keanggunan pada penampilannya yang sudah cukup mencolok.

"Kenapa?" tanya Febrian, mencoba memahami lebih dalam alasan di balik saran Tania.

Tania menatap Febrian dengan serius, menjelaskan dengan jelas, "Karena gue gak bisa jamin di masa depan Hazel masih inget lo. Lebih baik lo menjauh dari sekarang, daripada nanti lo sakit hati sendiri karena Hazel lupakan semua tentang lo."

Perkataan itu membuat Febrian mengambil kesimpulan bahwa ada sesuatu yang mungkin tidak beres dengan Hazel.

Mungkin Hazel sedang mengalami masalah atau perubahan yang membuatnya sulit untuk diprediksi, termasuk mengenai interaksi sosialnya dengan orang lain seperti Febrian.

Terpopuler

Comments

Alfatih Cell

Alfatih Cell

lanjut thor...

2024-06-22

1

lihat semua
Episodes
1 1. Beda Takdir
2 2. Lupa Nama
3 3. Jangan Nikung
4 4. Dendam
5 5. Cinta Merubah Cara Pandang
6 6. jadilah lebih Dewasa
7 7. Jangan Berharap
8 8. Biar Lengket
9 9. Akhir Part
10 10. Senam Jantung
11 11. Jalan Tanpa Bawa Perasaan
12 12. Gelembung Sabun
13 13. Janji Gak Akan Gila
14 14. Terjatuh
15 15. Teman
16 16. Pulang
17 17. Lebih Baik Menjauh
18 18. Sosok Asing
19 19. Butuh di Puk-puk
20 20. Gosip
21 21. Bokek
22 22. Bidadari
23 23. Rumus The King
24 24. Mata Duitan
25 25. Foto Alay
26 26. Baik dan Jahat
27 27. Cuma Pena
28 28. Antara Grup
29 29. Kepala Berisik
30 30. Pergeseran Peran
31 31. Aroma Uang
32 32. Mati Rasa
33 33. Ribet
34 34. Battle of Brains
35 35. Keponakan
36 36. Coba Tebak?
37 37. Gelas
38 38. LSD
39 39. Parno
40 40. Narkoba?
41 41. Pacran?
42 42. Jadilah Anak Penurut
43 43. Saling Memanfaatkan
44 44. Egois
45 45. Dosis
46 46. Berbagi
47 47. Mental
48 48. Nyakitin Diri Sendiri
49 49. Reaksi Kimia
50 50. Informasi
51 51. Yang Berkuasa Yang Menang
52 52. Tertekan
53 53. Bidak Catur
54 54. Ilusi
55 55. Hirarki
56 56. Kejam
57 57. Hati-hati
58 58. Sky
59 59. Bebas
60 60. Suara
61 61. Bayangan
62 62. Gelombang Kecemasan
63 63. Explo
64 64. Sakit Jiwa
65 65. Bukan Penguasa Utama
66 66. Resiko
67 67. Drama
68 68. Di Balik Layar
69 69. Semuanya Berubah
70 70. Terjebak Dalam Ilusi
71 71. Genting
72 72. Dia Bisa Mati
73 73. Including death
74 74. Berakhir Seperti Semestinya
75 75. Dunia ini Keras
76 76. Kaset Usang
77 77. Garis Lurus
78 78. Uang
79 79. Terlalu Gelap
80 80. Bisa Aja Dia Mati
81 81. Balas Dendam
82 Epilog
Episodes

Updated 82 Episodes

1
1. Beda Takdir
2
2. Lupa Nama
3
3. Jangan Nikung
4
4. Dendam
5
5. Cinta Merubah Cara Pandang
6
6. jadilah lebih Dewasa
7
7. Jangan Berharap
8
8. Biar Lengket
9
9. Akhir Part
10
10. Senam Jantung
11
11. Jalan Tanpa Bawa Perasaan
12
12. Gelembung Sabun
13
13. Janji Gak Akan Gila
14
14. Terjatuh
15
15. Teman
16
16. Pulang
17
17. Lebih Baik Menjauh
18
18. Sosok Asing
19
19. Butuh di Puk-puk
20
20. Gosip
21
21. Bokek
22
22. Bidadari
23
23. Rumus The King
24
24. Mata Duitan
25
25. Foto Alay
26
26. Baik dan Jahat
27
27. Cuma Pena
28
28. Antara Grup
29
29. Kepala Berisik
30
30. Pergeseran Peran
31
31. Aroma Uang
32
32. Mati Rasa
33
33. Ribet
34
34. Battle of Brains
35
35. Keponakan
36
36. Coba Tebak?
37
37. Gelas
38
38. LSD
39
39. Parno
40
40. Narkoba?
41
41. Pacran?
42
42. Jadilah Anak Penurut
43
43. Saling Memanfaatkan
44
44. Egois
45
45. Dosis
46
46. Berbagi
47
47. Mental
48
48. Nyakitin Diri Sendiri
49
49. Reaksi Kimia
50
50. Informasi
51
51. Yang Berkuasa Yang Menang
52
52. Tertekan
53
53. Bidak Catur
54
54. Ilusi
55
55. Hirarki
56
56. Kejam
57
57. Hati-hati
58
58. Sky
59
59. Bebas
60
60. Suara
61
61. Bayangan
62
62. Gelombang Kecemasan
63
63. Explo
64
64. Sakit Jiwa
65
65. Bukan Penguasa Utama
66
66. Resiko
67
67. Drama
68
68. Di Balik Layar
69
69. Semuanya Berubah
70
70. Terjebak Dalam Ilusi
71
71. Genting
72
72. Dia Bisa Mati
73
73. Including death
74
74. Berakhir Seperti Semestinya
75
75. Dunia ini Keras
76
76. Kaset Usang
77
77. Garis Lurus
78
78. Uang
79
79. Terlalu Gelap
80
80. Bisa Aja Dia Mati
81
81. Balas Dendam
82
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!