8. Biar Lengket

Jam istirahat di sekolah selalu menjadi momen yang dinanti-nanti oleh para siswa untuk melepaskan penat dan bersosialisasi.

Hazel, dengan langkah ringan dan senyumnya yang selalu cerah, keluar dari toilet dan memutuskan untuk menikmati permen karet sebagai teman selama istirahat.

Namun, ketenangan sekolah tiba-tiba terganggu oleh suara ribut di salah satu sudut koridor.

"Lah, ini kan si Agler Agler itu," ucap Hazel pelan pada dirinya sendiri, penasaran dengan apa yang sedang dibicarakan orang-orang di sana.

Ia mengintip dari balik dinding, mencoba mendengar percakapan mereka dengan jelas. Di sudut koridor, beberapa siswa sedang berdiri berkelompok, termasuk Agler, Zen, dan dua temannya yang lain. Mereka tertawa riang, seolah menikmati bualan yang mereka lontarkan.

"Lo tuh anak haram. Jadi jangan sok suci," sindir Zen dengan nada meledek.

Kata-kata pedasnya disambut dengan gelak tawa keras dari teman-temannya, seolah menemukan lelucon yang lucu dalam ejekan mereka.

"Bajingan!" umpat Agler dengan suara penuh emosi, mengepalkan tangannya dengan kuat sehingga terdengar suara gemuruh dari jemarinya yang mengepal.

Jari-jari tangannya menegang, menonjol keluar seperti paku dari genggaman eratnya, seakan-akan ingin mengekspresikan semua kemarahan dan frustrasinya melalui gerakan itu.

Kulit di sekitar knukklanya menjadi putih karena tekanan yang keras, dan ada raut wajah yang menunjukkan betapa dalamnya emosi yang ia rasakan.

(Knukkanya, yang merujuk pada bagian sendi jari-jari tangan yang menonjol ketika seseorang mengepalkan tangan dengan kuat.)

"Wah, takutnya..." ucap Zen sambil berpura-pura ketakutan, disambut dengan gelak tawa lebih keras lagi dari kedua temannya yang lain.

Mereka tampaknya menikmati momen mengganggu ini tanpa memikirkan dampaknya bagi yang lain.

"Sepertinya gue mencium aroma keributan," batin Hazel sambil memejamkan mata dan menutup hidungnya dengan ibu jari dan telunjuknya, seolah-olah sedang mencoba memblokir bau yang tak sedap.

***

Alger, dengan wajah yang penuh dengan kemarahan yang hampir tidak bisa ditahannya lagi, menggerakkan tangannya seolah-olah hendak memukul wajah Zen yang tengah tersenyum-senyum dengan nada yang mengesalkan.

"Kayaknya seru ya kalau satu sekolah tahu," tawa Zen dengan santainya, yang semakin membuat Alger ingin segera mengakhiri semua ini dengan cara kasar.

Tangannya yang sudah terangkat hendak melesat ke arah Zen, tetapi tiba-tiba ada permen karet yang menempel di rambut Zen.

"Apaan nih?" kaget Zen, meraba permen karet yang tiba-tiba muncul di rambutnya, dan ia merasa jijik setelah menyentuhnya.

"Woi, sini lo!" ucap Panji, salah seorang teman Zen yang melihat Hazel bersembunyi di balik dinding.

Hazel sebenarnya sedang berusaha menghindari insiden yang semakin memanas. Mau lari tidak mungkin, jadi Hazel maju dan berdiri di sebelah Alger yang marah.

"Cari mati lo!" bentak Tian, teman Zen yang juga turut merasa terganggu dengan situasi ini.

"Permen karet itu seharusnya buat ngelem mulut lemes lo, malah nyasar ke kepala lo. Mungkin biar otaknya tetap lengket sama kepala lo ya," canda Hazel dengan nada canggung, mencoba meredakan ketegangan dengan humor.

Alger, meskipun masih marah, menahan diri untuk tidak meluapkan emosinya secara fisik. Zen, sementara itu, mencoba membersihkan rambutnya dari permen karet dengan ekspresi campur aduk antara kejutan dan ketidaknyamanan.

"Minta di gebukin nih cewek," kesal Panji, melihat wajah tengil Hazel yang semakin membuat darahnya mendidih.

Wajah Hazel yang tampak tidak peduli, hanya memperkeruh emosi Panji.

Hazel, dengan ekspresi sok berani yang sebenarnya penuh dengan kegugupan, menjawab, "Awas lo mukul wajah mulus gue. Gue aduin ke Tania," ancamnya, suaranya terdengar lebih keras dari biasanya.

Alger, yang berdiri di dekat Hazel, dengan sangat jelas melihat bahwa kaki Hazel gemetaran. Meskipun berusaha tampak berani, ketakutannya tidak bisa sepenuhnya disembunyikan. Alger hampir tertawa melihat keberanian palsu Hazel, tetapi ia menahan diri.

Panji, yang biasanya tidak akan segan untuk memberikan pelajaran, mendadak terdiam. Nama Tania disebut, dan itu mengubah segalanya. Tania memang perempuan, tetapi otoritasnya di sekolah sangat kuat, melebihi batas gender. Banyak yang memilih mundur daripada berurusan dengan kemarahannya.

"Bisa di geprek gue kalau berurusan sama Tania," batin Zen.

Di tengah-tengah keributan kecil itu, suasana sejenak berubah menjadi sunyi. Hazel yang tadinya merasa bahwa ia bisa menjaga ketenangan dengan berani, sekarang merasakan ketegangan di udara yang bisa dipotong dengan pisau. Ia menelan ludah dengan gugup, mencoba menjaga wajahnya tetap tenang meskipun hatinya berdebar kencang.

Zen, yang masih mencoba membersihkan permen karet dari rambutnya, akhirnya angkat bicara.

"Cabut," ajaknya.

***

Agler masuk ke dalam kelas dengan perasaan campur aduk. Kejadian tadi membuat pikirannya kalut, dan dia belum sempat bicara dengan Hazel karena bunyi bel yang tiba-tiba membuat Hazel langsung menghilang.

Dengan langkah berat, Agler menuju bangkunya dan duduk, berusaha meredakan emosinya.

"Muka lo ngapa, kusut banget?" tanya Davian yang sedang asyik makan bekal karena guru belum masuk ke kelas.

"Si Zen ngeselin banget," jawab Agler sembari bersandar pada kursinya, mencoba mencari posisi yang nyaman untuk meredakan stress.

"Si bekicot itu. Perlu gue sate gak?" tawar Ananta dengan nada serius tapi dengan ekspresi yang sedikit tersenyum.

Mendengar tawaran Ananta, Agler dan Davian langsung merinding. Mereka tahu bahwa Ananta bisa sangat serius dalam kata-katanya, meskipun kadang diucapkan dengan nada bercanda.

"Jangan deh, Nat. Ntar malah kita yang repot," jawab Agler sambil tertawa kecut, mencoba meredakan ketegangan dengan humor.

***

Pulang sekolah, Liliana dan teman-temannya berkumpul di kafe favorit mereka. Kafe itu terletak di sudut jalan yang tenang, suasana kafe yang nyaman, dengan musik lembut mengalun di latar belakang. Mereka duduk di meja yang biasa, dekat jendela yang menghadap ke jalan.

"Ananta, gimana kelanjutan lo sama Hazel?" tanya Ivanka sambil mengaduk jus mangganya dengan pelan, menciptakan pusaran kecil di dalam gelas.

"Iya, penasaran gue. Kok lama banget kayak gak ada kemajuan," ucap Davian dengan nada penasaran, sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi.

Liliana, Agler, Bastian, dan Enara ikut memperhatikan dengan seksama, menunggu jawaban dari Ananta yang tampak sedikit gugup.

"Entahlah, dia gak buka chat gue. Dan kalau ketemu, dia kayak orang gak kenal," jawab Ananta jujur, menundukkan kepala sedikit.

Sejujurnya, dia merasa aneh dengan perubahan sikap Hazel. Terakhir kali ia mengantar Hazel pulang, Hazel bersikap seolah-olah tidak mengenalinya, atau mungkin itu hanya perasaannya saja?

"Kayaknya lo kurang gereget deketinnya," komentar Enara sambil tersenyum licik.

Ananta hanya bisa mengangguk-angguk, mencoba mencerna saran dari teman-temannya. Namun, Liliana tampak ragu. Dia menghela napas panjang sebelum akhirnya angkat bicara.

"Kayaknya untuk masalah deketin Hazel cukup sampai di sini aja. Jangan dilanjutin," ucap Liliana dengan nada bimbang.

"Hah? Kok gitu?" Ivanka terkejut, matanya membesar saat menatap Liliana.

"Ini terlalu jahat," jawab Liliana, mencoba menahan rasa bersalah yang mulai menyeruak.

"Jahat? Dia yang jahat. Lo gak usah ngerasa bersalah. Lagian kita cuma bales dia doang. Biar dia jera," Enara berkata dengan tegas, seolah tidak ada ruang untuk kompromi.

Liliana bungkam. Di dalam hatinya, ada kebingungan yang besar. Ia tidak bisa mengabaikan perasaan bahwa apa yang mereka lakukan telah melenceng terlalu jauh.

Bermain dengan perasaan orang lain adalah tindakan kejam, dan Liliana mulai merasakan beratnya beban moral atas rencana mereka.

Walaupun Hazel memang pernah berbuat jahat, bukankah membalasnya hanya akan membuat Hazel semakin jahat?

Episodes
1 1. Beda Takdir
2 2. Lupa Nama
3 3. Jangan Nikung
4 4. Dendam
5 5. Cinta Merubah Cara Pandang
6 6. jadilah lebih Dewasa
7 7. Jangan Berharap
8 8. Biar Lengket
9 9. Akhir Part
10 10. Senam Jantung
11 11. Jalan Tanpa Bawa Perasaan
12 12. Gelembung Sabun
13 13. Janji Gak Akan Gila
14 14. Terjatuh
15 15. Teman
16 16. Pulang
17 17. Lebih Baik Menjauh
18 18. Sosok Asing
19 19. Butuh di Puk-puk
20 20. Gosip
21 21. Bokek
22 22. Bidadari
23 23. Rumus The King
24 24. Mata Duitan
25 25. Foto Alay
26 26. Baik dan Jahat
27 27. Cuma Pena
28 28. Antara Grup
29 29. Kepala Berisik
30 30. Pergeseran Peran
31 31. Aroma Uang
32 32. Mati Rasa
33 33. Ribet
34 34. Battle of Brains
35 35. Keponakan
36 36. Coba Tebak?
37 37. Gelas
38 38. LSD
39 39. Parno
40 40. Narkoba?
41 41. Pacran?
42 42. Jadilah Anak Penurut
43 43. Saling Memanfaatkan
44 44. Egois
45 45. Dosis
46 46. Berbagi
47 47. Mental
48 48. Nyakitin Diri Sendiri
49 49. Reaksi Kimia
50 50. Informasi
51 51. Yang Berkuasa Yang Menang
52 52. Tertekan
53 53. Bidak Catur
54 54. Ilusi
55 55. Hirarki
56 56. Kejam
57 57. Hati-hati
58 58. Sky
59 59. Bebas
60 60. Suara
61 61. Bayangan
62 62. Gelombang Kecemasan
63 63. Explo
64 64. Sakit Jiwa
65 65. Bukan Penguasa Utama
66 66. Resiko
67 67. Drama
68 68. Di Balik Layar
69 69. Semuanya Berubah
70 70. Terjebak Dalam Ilusi
71 71. Genting
72 72. Dia Bisa Mati
73 73. Including death
74 74. Berakhir Seperti Semestinya
75 75. Dunia ini Keras
76 76. Kaset Usang
77 77. Garis Lurus
78 78. Uang
79 79. Terlalu Gelap
80 80. Bisa Aja Dia Mati
81 81. Balas Dendam
82 Epilog
Episodes

Updated 82 Episodes

1
1. Beda Takdir
2
2. Lupa Nama
3
3. Jangan Nikung
4
4. Dendam
5
5. Cinta Merubah Cara Pandang
6
6. jadilah lebih Dewasa
7
7. Jangan Berharap
8
8. Biar Lengket
9
9. Akhir Part
10
10. Senam Jantung
11
11. Jalan Tanpa Bawa Perasaan
12
12. Gelembung Sabun
13
13. Janji Gak Akan Gila
14
14. Terjatuh
15
15. Teman
16
16. Pulang
17
17. Lebih Baik Menjauh
18
18. Sosok Asing
19
19. Butuh di Puk-puk
20
20. Gosip
21
21. Bokek
22
22. Bidadari
23
23. Rumus The King
24
24. Mata Duitan
25
25. Foto Alay
26
26. Baik dan Jahat
27
27. Cuma Pena
28
28. Antara Grup
29
29. Kepala Berisik
30
30. Pergeseran Peran
31
31. Aroma Uang
32
32. Mati Rasa
33
33. Ribet
34
34. Battle of Brains
35
35. Keponakan
36
36. Coba Tebak?
37
37. Gelas
38
38. LSD
39
39. Parno
40
40. Narkoba?
41
41. Pacran?
42
42. Jadilah Anak Penurut
43
43. Saling Memanfaatkan
44
44. Egois
45
45. Dosis
46
46. Berbagi
47
47. Mental
48
48. Nyakitin Diri Sendiri
49
49. Reaksi Kimia
50
50. Informasi
51
51. Yang Berkuasa Yang Menang
52
52. Tertekan
53
53. Bidak Catur
54
54. Ilusi
55
55. Hirarki
56
56. Kejam
57
57. Hati-hati
58
58. Sky
59
59. Bebas
60
60. Suara
61
61. Bayangan
62
62. Gelombang Kecemasan
63
63. Explo
64
64. Sakit Jiwa
65
65. Bukan Penguasa Utama
66
66. Resiko
67
67. Drama
68
68. Di Balik Layar
69
69. Semuanya Berubah
70
70. Terjebak Dalam Ilusi
71
71. Genting
72
72. Dia Bisa Mati
73
73. Including death
74
74. Berakhir Seperti Semestinya
75
75. Dunia ini Keras
76
76. Kaset Usang
77
77. Garis Lurus
78
78. Uang
79
79. Terlalu Gelap
80
80. Bisa Aja Dia Mati
81
81. Balas Dendam
82
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!