7. Jangan Berharap

Di hari libur yang cerah itu, Tania tampak gelisah. Dia membawa sebuah album foto lama yang berisi kenangan-kenangan masa lalu. Saat Tania menunjukkan salah satu foto di album tersebut pada Hazel, pertanyaan penasaran langsung meluncur dari bibir Hazel.

"Gila nih cowok bening banget. Siapa namanya?" tanya Hazel, matanya meneliti foto tersebut dengan rasa ingin tahu yang jelas terpancar dari ekspresinya.

Tania menghela nafas dalam-dalam, menatap Hazel dengan tatapan yang penuh kekhawatiran. Dia tahu bahwa sesuatu tidak beres dengan kepala Hazel, bahwa ada memori yang mungkin telah terlupakan atau disengaja dilupakan oleh Hazel.

"Dia Agler," jawab Tania dengan suara serius, wajahnya menggambarkan ketidaknyamanan yang dalam.

Tatapan Hazel terdiam, mencerminkan perasaan campur aduk di dalam dirinya saat ia memperhatikan album foto yang tergeletak di meja.

"Ada banyak hal yang lo lupain, Zel. Lo kayak bukan Hazel yang dulu gue kenal," ucap Tania dengan suara sedikit pahit, kecewa dengan temannya yang mungkin telah kehilangan sebagian besar dari dirinya sendiri.

"Katanya mau balas dendam, tapi kamu kayak lupa atau bahkan kayak gak punya dendam," lanjut Tania, suaranya terdengar penuh dengan kekecewaan dan sedikit kebingungan.

"Tan, sebaiknya kita lupain dendam itu," ucap Hazel dengan suara yang lembut, meskipun dalam hatinya dia merasa tersesat dalam labirin memori yang hilang.

Hazel merasa kebingungan dan ketakutan yang tak terucapkan. Di dalam benaknya, dendam itu terasa seperti bayangan gelap yang mengintai di balik layar-layar dunia yang ia tempati.

Dia tidak mengerti akar masalahnya, tidak mengerti mengapa dia menjadi target penuh kebencian dan keinginan untuk membalaskan dendam.

Namun, ada satu hal yang Hazel tahu dengan pasti: jika konflik ini terus berlanjut, takdirnya akan berakhir tragis.

Hazel merasa bahwa akhir kisah hidupnya akan terbentang di hadapannya, dan itu tidak lain adalah kematian yang menunggu di ujung jalan.

***

Liliana dan kedua sahabatnya, Ivanka dan Enara, sedang asyik maskeran di rumah Enara. Mereka berbaring dan sibuk dengan ponsel masing-masing, menikmati waktu bersama setelah semalam yang memilukan bagi Liliana.

"Tadi malam, Kak Devano marahin gue gara-gara bahas soal Hazel," jujur Liliana dengan mata yang terlihat sembab akibat air mata yang mengalir semalaman.

Hatinya terasa rapuh, tidak tahan mendengar kata-kata kasar atau bahkan suara keras yang membuatnya hancur.

"Iya, gue heran sama dia. Kenapa sih selalu gangguin lo?" tanya Ivanka, ekspresinya mencerminkan kekesalan terhadap perilaku Hazel.

Enara ikut tersenyum sambil mengingat kejadian lucu di masa lalu, "Untung waktu itu gue jedotin kepala gue ke kepalanya," ucapnya sambil tertawa.

"Kalau diinget-inget, sejak kejadian itu dia enggak pernah nyari gara-gara lagi. Iya gak sih? Atau cuma perasaan gue aja?" tanya Ivanka, mengungkapkan keraguan dalam hatinya.

Ketiganya terdiam sejenak, merenungkan pertanyaan Ivanka. Mereka menyadari bahwa Hazel dan Tania memang sering mengusik mereka bertiga, tetapi dengan cara yang terasa sedikit kuno dan tidak efektif.

Di antara mereka, Liliana terdiam dalam pikirannya yang penuh dengan rasa takut dan perasaan rapuh. Dia merasa perlu melindungi dirinya sendiri tanpa harus terlalu terpengaruh oleh masalah yang sebenarnya tidak begitu besar.

***

..."Enggak semudah itu, Zel," ucap Tania dengan suara tercekat, wajahnya memerah menahan tangis.

Hazel hanya bisa diam, matanya penuh dengan kebingungan dan kegelisahan karena semua yang terjadi di dunianya saat ini begitu membingungkan.

"Liliana jahat banget. Bukan cuma ke gue tapi ke lo juga," ucap Tania dengan nada pahit.

"Dengan wajah polosnya, dia memanipulasi semua orang seolah-olah gue maupun lo yang kelihatan jahat," lanjut Tania, rasa frustasinya terasa jelas.

"Dia bahkan memanfaatkan rasa suka Ananta untuk deketin lo dan hancurin hati lo sehancur-hancurnya. Dan lo enggak mau balas dendam gitu?" Tania bertanya, suaranya penuh dengan kekecewaan dan keputusasaan.

Hazel masih terdiam, mencoba memproses semua yang baru saja didengarnya. Nyatanya, dendam yang tumbuh di dalam dirinya jauh lebih besar daripada yang dia duga.

Liliana, dengan semua kedamaian dan ketenangan yang ditampakkannya, adalah akar dari segala penderitaannya.

"Dendam itu muncul sebelum adanya Ananta. Dan itu lebih besar dari yang lo kira," kata Tania dengan penuh rasa, matanya menyayat.

Entah dari mana, air mata mulai mengalir dari mata Hazel. Dia merasakan getaran emosi yang begitu dalam, seperti angin yang menyapu membangunkan rasa sakit yang terpendam.

***

Hari Senin pagi, suasana di sekolah terasa sibuk seperti biasa. Siswa-siswa sudah berbaris rapi di lapangan untuk upacara bendera, tetapi Hazel tersadar bahwa dia lupa membawa topi untuk upacara tersebut. Dia merasa canggung dan bingung harus berbuat apa, sementara teman-temannya sudah bersiap-siap dengan lengkap.

Tiba-tiba, suara panggilan dari arah pintu kelas memecah kebingungan Hazel.

"Zel?" panggil Febrian, yang masuk ke dalam kelas yang sudah sepi.

Hazel menoleh ke arah Febrian dengan ekspresi campur aduk, mencari solusi dari situasi yang sedang dihadapinya.

"Pake topi gue aja," ucap Febrian sambil menyodorkan topinya pada Hazel dengan ramah.

Hazel memandang topi itu dengan pandangan terharu. Baru kali ini dia merasakan kebaikan dan pertolongan dari Febrian. Namun, kebingungannya masih tersisa.

"Terus lo gimana?" tanya Hazel dengan rasa khawatir, mencoba memikirkan apa yang akan dilakukan Febrian tanpa topi.

Febrian melihat raut terharu di wajah Hazel dan langsung melepaskan tawa yang keras.

"Lo gak usah mikirin gue. Topi ini hasil nyolong di kelas sebelah," ceritanya sambil tertawa.

Hazel tersenyum lega mendengar penjelasan Febrian, merasa sedikit kelonggaran dari kekhawatirannya sebelumnya. Namun, Febrian tidak mau melewatkan kesempatan untuk menggoda Hazel.

"Jangan harap ada adegan romantis antara gue sama lo," godanya sambil tertawa.

"Burung dara, burung puyuh. Pakyuhhhh," ucap Hazel sambil menunjukkan jari tengahnya dengan nada pantun kocaknya.

Febrian tersentak dan terkejut oleh pantun Hazel yang mampu membuatnya tertawa.

"Sopankah begitu?" kata Febrian dengan sedikit canda, mencoba menangkap keanehan dan kocaknya aksi Hazel.

Hazel hanya terus meledek dengan nada nyanyian khasnya, "Nyenyeee... nyenyeee...," mengacungkan jari tengahnya dengan gaya yang lucu dan menggelitik.

"Lo ngapain?" tanya Febrian heran melihat Hazel mengeluarkan sesuatu dari sakunya dengan gerakan yang santai.

"Melembabkan bibir setelah berkata kasar," jawab Hazel dengan santainya sambil menunjukkan lip balm yang dipegangnya.

Dia lalu mengoleskannya dengan hati-hati, seolah itu adalah ritual kecil untuk meredakan momen-momen tegang atau lucu seperti ini.

Febrian tidak bisa menahan tawanya saat melihat tingkah kocak Hazel yang menggelitik hatinya. Hazel dengan santainya memasukkan lip balm kembali ke dalam sakunya setelah mengocehkan tentang melembabkan bibir.

"Ayo baris," ajak Hazel dengan semangat, tangannya dengan lincah menggandeng lengan Febrian, dan mereka berdua mulai berlari kecil di koridor sekolah yang sepi.

Langkah kaki mereka terdengar jelas di antara keheningan koridor yang sunyi, menciptakan irama kecil dari dentuman ringan sepatu mereka yang menyentuh lantai. Febrian merasakan detak jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya.

Hazel, dengan ekspresi ceria yang selalu melekat padanya, tersenyum lebar sambil mengajak Febrian berlari di sampingnya. Matanya berbinar-binar dengan kegembiraan dan kehangatan, seolah menunjukkan betapa dia menikmati momen ini.

Febrian, meskipun awalnya terkejut dengan kejutan kecil Hazel, merasa nyaman mengikuti irama langkah kecil mereka di koridor yang sunyi.

Febrian merasa seolah-olah mereka memiliki dunia mereka sendiri di antara koridor sekolah yang sepi itu. Suara langkah kaki mereka yang berirama menciptakan musik kecil yang mengisi ruang di antara mereka.

Saat akhirnya mereka mendekati ujung koridor, mereka melambatkan langkah mereka.

"Jantung gue deg-degan gini karena lari kan?" batin Febrian dalam hati, tetapi ia merasa bahwa detak jantungnya tidak hanya karena olahraga ringan, tetapi juga karena momen istimewa bersama Hazel.

Episodes
1 1. Beda Takdir
2 2. Lupa Nama
3 3. Jangan Nikung
4 4. Dendam
5 5. Cinta Merubah Cara Pandang
6 6. jadilah lebih Dewasa
7 7. Jangan Berharap
8 8. Biar Lengket
9 9. Akhir Part
10 10. Senam Jantung
11 11. Jalan Tanpa Bawa Perasaan
12 12. Gelembung Sabun
13 13. Janji Gak Akan Gila
14 14. Terjatuh
15 15. Teman
16 16. Pulang
17 17. Lebih Baik Menjauh
18 18. Sosok Asing
19 19. Butuh di Puk-puk
20 20. Gosip
21 21. Bokek
22 22. Bidadari
23 23. Rumus The King
24 24. Mata Duitan
25 25. Foto Alay
26 26. Baik dan Jahat
27 27. Cuma Pena
28 28. Antara Grup
29 29. Kepala Berisik
30 30. Pergeseran Peran
31 31. Aroma Uang
32 32. Mati Rasa
33 33. Ribet
34 34. Battle of Brains
35 35. Keponakan
36 36. Coba Tebak?
37 37. Gelas
38 38. LSD
39 39. Parno
40 40. Narkoba?
41 41. Pacran?
42 42. Jadilah Anak Penurut
43 43. Saling Memanfaatkan
44 44. Egois
45 45. Dosis
46 46. Berbagi
47 47. Mental
48 48. Nyakitin Diri Sendiri
49 49. Reaksi Kimia
50 50. Informasi
51 51. Yang Berkuasa Yang Menang
52 52. Tertekan
53 53. Bidak Catur
54 54. Ilusi
55 55. Hirarki
56 56. Kejam
57 57. Hati-hati
58 58. Sky
59 59. Bebas
60 60. Suara
61 61. Bayangan
62 62. Gelombang Kecemasan
63 63. Explo
64 64. Sakit Jiwa
65 65. Bukan Penguasa Utama
66 66. Resiko
67 67. Drama
68 68. Di Balik Layar
69 69. Semuanya Berubah
70 70. Terjebak Dalam Ilusi
71 71. Genting
72 72. Dia Bisa Mati
73 73. Including death
74 74. Berakhir Seperti Semestinya
75 75. Dunia ini Keras
76 76. Kaset Usang
77 77. Garis Lurus
78 78. Uang
79 79. Terlalu Gelap
80 80. Bisa Aja Dia Mati
81 81. Balas Dendam
82 Epilog
Episodes

Updated 82 Episodes

1
1. Beda Takdir
2
2. Lupa Nama
3
3. Jangan Nikung
4
4. Dendam
5
5. Cinta Merubah Cara Pandang
6
6. jadilah lebih Dewasa
7
7. Jangan Berharap
8
8. Biar Lengket
9
9. Akhir Part
10
10. Senam Jantung
11
11. Jalan Tanpa Bawa Perasaan
12
12. Gelembung Sabun
13
13. Janji Gak Akan Gila
14
14. Terjatuh
15
15. Teman
16
16. Pulang
17
17. Lebih Baik Menjauh
18
18. Sosok Asing
19
19. Butuh di Puk-puk
20
20. Gosip
21
21. Bokek
22
22. Bidadari
23
23. Rumus The King
24
24. Mata Duitan
25
25. Foto Alay
26
26. Baik dan Jahat
27
27. Cuma Pena
28
28. Antara Grup
29
29. Kepala Berisik
30
30. Pergeseran Peran
31
31. Aroma Uang
32
32. Mati Rasa
33
33. Ribet
34
34. Battle of Brains
35
35. Keponakan
36
36. Coba Tebak?
37
37. Gelas
38
38. LSD
39
39. Parno
40
40. Narkoba?
41
41. Pacran?
42
42. Jadilah Anak Penurut
43
43. Saling Memanfaatkan
44
44. Egois
45
45. Dosis
46
46. Berbagi
47
47. Mental
48
48. Nyakitin Diri Sendiri
49
49. Reaksi Kimia
50
50. Informasi
51
51. Yang Berkuasa Yang Menang
52
52. Tertekan
53
53. Bidak Catur
54
54. Ilusi
55
55. Hirarki
56
56. Kejam
57
57. Hati-hati
58
58. Sky
59
59. Bebas
60
60. Suara
61
61. Bayangan
62
62. Gelombang Kecemasan
63
63. Explo
64
64. Sakit Jiwa
65
65. Bukan Penguasa Utama
66
66. Resiko
67
67. Drama
68
68. Di Balik Layar
69
69. Semuanya Berubah
70
70. Terjebak Dalam Ilusi
71
71. Genting
72
72. Dia Bisa Mati
73
73. Including death
74
74. Berakhir Seperti Semestinya
75
75. Dunia ini Keras
76
76. Kaset Usang
77
77. Garis Lurus
78
78. Uang
79
79. Terlalu Gelap
80
80. Bisa Aja Dia Mati
81
81. Balas Dendam
82
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!