14. Kebohongan Masih Berlanjut

Memasuki awal bulan. Baron baru saja menerima upah bulanan. Sepulang bekerja Baron langsung mencari Dion di kamarnya. Kamar Dion tertutup. Baron mengetuk pintu kamar putranya.

Baron: "Dion, apa kamu ada di dalam?"

Dion keluar membukakan pintu.

Dion: "Iya, Ayah. Ada apa?"

Baron: "Boleh Ayah masuk sebentar?"

Dion mengangguk dan mempersilahkan ayahnya untuk masuk ke dalam kamarnya. Seperti janjinya kepada Dion. Baron menyerahkan sebagian uang dari upahnya kepada Dion untuk melunasi semua tunggakan iuran sekolahnya.

Baron: "Dion, ini uang untuk melunasi semua tunggakan iuran sekolahmu. Besok kamu harus segera membayarnya, ya!"

Dion: "Baik, Ayah. Terima kasih. Besok aku akan langsung membayarnya."

Baron: "Dan ini uang jajan untukmu selama seminggu ke depan. Ayah juga tambahkan sedikit uang jajanmu."

Dion: "Terima kasih, Ayah."

Baron: "Baiklah, Ayah keluar dulu. Kamu belajar yang pintar, ya!"

Dion: "Baik."

Baron keluar dari kamar Dion. Ia mengambil handuk dan segera pergi membersihkan diri. Usai makan malam bersama, Dion kembali ke kamarnya. Sedangkan Maya membersihkan piring kotor bekas makan malam, Baron duduk di ruang keluarga bersama Ryan yang sedang mengerjakan PR.

Ryan: "Aduh..."

Baron: "Ada apa, Ryan?"

Ryan: "Ada soal yang tidak ku mengerti, Pa."

Baron: "Coba Papa lihat!"

Ryan menunjukkan bukunya. Baron membaca sebentar kemudian mengembalikannya.

Baron: "Coba kamu tanya abang Dion di kamar. Nanti kamu bisa sekalian suruh abangmu ajari."

Ryan: "Baik, Pa. Aku pergi tanya abang dulu, ya!"

Baron: "Iya."

Ryan pun pergi menemui Dion di kamar. Ryan mengetuk pintu kamar Dion yang tertutup.

Dion: "Ryan, ada apa?"

Ryan: "Abang, bisa tolong ajarin aku soal yang ini gak? Aku masih kurang ngerti."

Ryan memberikan bukunya. Setelah Dion membaca soal dalam buku tersebut, ia menyuruh Ryan masuk.

Dion: "Ayo, masuk!"

Setelah pekerjaan di dapur beres Maya menyusul ke ruang keluarga. Namun hanya ada Baron di sana. Sementara di atas meja nampak buku Ryan berserakan namun Ryan tidak terlihat ada di sana.

Maya: "Loh Ryan mana? Buku-bukunya ada di sini."

Baron: "Dia di kamar abangnya."

Maya: "Buat apa Ryan ke sana?"

Baron: "Ryan minta abangnya mengajari dia karena ada soal pelajaran yang tidak ia mengerti."

Maya: "Aduh, Ryan ini... Sudah bayar bimbel mahal-mahal masih juga merepotkan Dion."

Baron langsung menatap Maya. Selama ini ia belum menanyakan secara langsung tentang masalah bimbel yang dikatakan Ryan tidak ada. Baron memperhatikan istrinya itu. Melihat penampilannya yang sama seperti biasa dengan daster motif bunga favoritnya. Kemudian matanya menangkap seuntai gelang emas berkilau yang nampak asing. Baron mencoba mengingat kapan dirinya memberikan perhiasan gelang model seperti itu kepada istrinya. Namun ia sama sekali tidak ingat pernah memberikan gelang itu.

Maya: "Oya, hari ini gajian kan? Mana uangnya? Besok aku mau ke pasar belanja sayur sama keperluan dapur. Beras, gula, garam, sudah mau habis."

Baron tidak mengatakan apa-apa dan langsung menyerahkan uangnya. Maya mengambilnya dengan perasaan senang. Ia menghitung uang yang diberikan Baron dengan wajah senang. Namun wajah senang di wajah Maya tiba-tiba berubah.

Maya: "Loh koq cuma segini?"

Baron: "Uangnya aku berikan kepada Dion untuk melunasi tunggakan iuran bulanan sekolah. Bulan ini kita berhemat dulu. Kamu atur saja mau masak apa saja tidak masalah. Yang penting anak-anak bisa makan."

Usai berkata demikian Baron beranjak pergi. Namun belum lima langkah Maya kembali memanggilnya.

Maya: "Bagaimana dengan uang jajan Ryan dan iuran sekolah bulan ini? Belum lagi bimbelnya."

Baron merasa sedikit kesal mendengarnya. Ia berkata tanpa menoleh.

Baron: "Potong saja setengah jajannya. Iuran bulan ini bisa ditunda dulu pembayarannya."

Maya tidak terima dan langsung berdiri.

Maya: "Tidak bisa begitu dong, Baron! Kamu tidak kasihan pada Ryan? Kamu sebagai papanya koq tega sekali."

Baron: "Kamu bilang aku tega? Terus kamu potong uang jajan Dion padahal kamu tahu dia menghabiskan waktu di sekolah hingga sore hari. Apa tidak lebih tega? Kalau kamu tidak diam-diam menggunakan uang yang seharusnya digunakan untuk membayar iuran sekolah Dion, aku juga tidak perlu menyuruhmu berhemat sampai seperti ini."

Baron langsung melangkah pergi dengan kesal. Begitu juga Maya yang meskipun tidak menjawab perkataan suaminya namun menyimpan perasaan jengkel terutama kepada Dion.

Maya: "Dion, Dion, Dion, saja yang dia pikirkan. Menjengkelkan!"

Diam-diam Ryan memperhatikan kedua orang tuanya dari balik dinding saat hendak kembali ke ruang keluarga.

Ryan: (Berkata dalam hati) "Kenapa Mama mengatakan bimbel terus padahal aku tidak ikut kelas bimbel?"

Sedangkan yang ada dipikiran Baron saat ini................... Baron: "Dia masih saja terus berbohong tentang bimbel. Aku harus menanyakannya sekali lagi kepada Ryan. Ryan sebenarnya mengikuti kelas bimbel atau tidak."

...🌟🌟🌟...

Keesokan harinya. Seperti biasa usai sarapan Dion langsung bersiap berangkat ke sekolah. Ia mengikat tali sepatu di teras. Maya datang dan menaruh uang di atas meja dengan kasar.

Maya: "Uang jajan aku potong! Kalau kamu mau protes, protes saja sama ayahmu yang memberikan uang bulanan kurang."

Dion tidak menanggapi ucapan Maya. Ia tetap sibuk mengikat tali sepatunya. Setelah selesai ia mengambil uang dari meja dan langsung pergi.

Dion: "Aku berangkat!"

Ryan yang juga sudah siap muncul dari dalam rumah. Disusul dengan Baron.

Ryan: "Mama, aku berangkat ke sekolah dulu, ya!"

Maya: "Iya. Belajar yang pintar, ya! Semangat sekolahnya. Ini uang jajannya!"

Ryan: "Terima kasih, Ma!"

Baron: "Dion sudah berangkat ke sekolah?"

Maya: "Sudah. Baru saja berangkat."

Baron: "Ayo, Ryan. Kita berangkat!"

Ryan: "Iya, Pa. Dah, Mama..."

Maya: "Dah... Hati-hati di jalan!"

Keduanya pun berangkat. Saat Baron mengantar Ryan ke sekolah. Di tengah perjalanan Baron kembali bertanya kepada putra bungsunya.

Baron: "Ryan, kamu sebenernya mengikuti kelas bimbel atau tidak?"

Ryan: "Tidak ada, Pa. Sungguh. Aku sama sekali tidak ada ikut kelas bimbel. Aku juga heran mendengar mama terus berkata soal bimbel."

Baron: "Kamu tahu mamamu sering mengatakannya?"

Ryan: "Em... Aku tidak sengaja mendengar obrolan mama dengan Papa semalam."

Baron: "Oh. Mungkin Mama ingin kamu ikut kelas bimbel."

Ryan: "Gak mau ah, Pa. Pulang sekolah saja aku sudah capek banget."

Baron: "Tapi nilaimu di sekolah tidak ada yang jelek kan?"

Ryan: "Tidak ada dong, Pa. Aku kan belajar setiap hari. Terus kadang juga dibantuin sama abang Dion. Kalaupun ada yang aku tidak paham juga tidak sampai dapat nilai yang jelek."

Baron: "Em, baiklah Papa mengerti. Kalau ada PR atau pelajaran yang kurang kamu pahami, kamu belajar sama abang saja, ya! Minta abang ajari."

Ryan: "Iya, Pa. Em... Pa..."

Baron: "Iya, kenapa Ryan?"

Ryan: "Em... (Ragu) "Enggak jadi deh."

Baron: "Ada apa? Ngomong saja."

Ryan: "Gak ada, Pa. Bukan apa-apa koq."

Baron: "Ya sudah kalau gak mau ngomong. Asal kalau ada apa-apa jangan dipendam sendiri."

Ryan: "Gak ada. Bukan hal penting."

Baron: "Ya sudah. Nah, sudah sampai. Semangat belajar, ya!"

Ryan: "Iya, Pa. Aku pergi dulu."

Baron: "Iya."

Ryan masuk ke sekolah sedangkan Baron kembali meneruskan perjalanannya.

^^^...bersambung......^^^

Terpopuler

Comments

@Risa Virgo Always Beautiful

@Risa Virgo Always Beautiful

Maya masih saja membohongi Baron beruntung Baron sudah menyadari kelakuan Maya

2024-10-16

0

Sri Astuti

Sri Astuti

uang sekolah Dion buat beli gelang.. dasar ibu tiri ga ada otak

2024-09-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!