5. Penyesalan

Rita baru pulang dari kerja. Dia langsung menemui ibunya.

Rita: "Ibu, tadi jadi pergi ketemu Dion?"

Irma: "Ibu sudah ketemu sama Dion. Tapi... Kayaknya Ibu gak bisa sering ke sana lagi."

Rita: "Kenapa?"

Irma: "Baron sudah nikah lagi, Rit. Ibu gak enak ada istri barunya di rumah. Dia kayak gak senang lihat Ibu sama adikmu ketemu Dion."

Rita: "Oh... Iya, gak apa-apa, Bu. Maaf, sudah repotin Ibu buat tengokin Dion."

Irma: "Sabar ya, Nak. Kalau ada kesempatan pasti kamu bisa ketemu Dion. Dion juga titip salam buat kamu."

Rita: "Iya, Bu. Saat ini Rita cuma bisa berdoa semoga Dion dapat ibu tiri yang baik."

Irma: "Semoga saja ya."

...❇️❇️❇️...

Usai mengantar Dion ke sekolah, Baron pergi ke rumah mantan mertuanya. Kebetulan Rita sedang di teras baru hendak berangkat kerja. Baron turun dari motornya dan langsung menghampiri Rita.

Baron: "Heh, kamu itu benar-benar gak tahu diri, ya!"

Rita: "Apaan sih kamu? Pagi-pagi datang cari ribut di rumah orang!"

Baron: "Gak usah pura-pura bodoh deh! Kamu kira aku gak tahu?"

Irma yang mendengar suara ribut-ribut di teras rumahnya segera ke luar.

Irma: "Ada apa ini? Baron, ada masalah apa? Coba bicara pelan-pelan!

Baron: "Ibu juga, ya... Aku peringatkan... Jangan lagi datang ke rumahku untuk bertemu Dion. Dion itu anakku!"

Rita: "Anakmu? Dulu saat Dion masih bayi kamu sama sekali tidak pernah mau bantu mengurusnya. Kamu selalu bilang dia anakku. Sekarang dia sudah besar kamu baru ngotot bilang dia anakmu?!"

Baron: "Diam kamu! Wanita gak tahu diri. Aku gak mau lagi lihat kalian masuk ke dalam kehidupanku. Aku sudah memiliki kehidupan yang baru. Aku gak mau kalian terus datang mengusik hidupku. Seharusnya kalian cukup sadar diri. Kita sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi!"

Irma: "Baron, biar bagaimanapun juga Rita tetap ibu kandung Dion. Rita tetap berhak untuk bertemu Dion."

Baron: "Ibu, diam! Ini masalah antara aku dengan Rita. Aku sudah bilang gak punya hubungan apa-apa lagi dengannya. Jadi cukup sampai di sini. Jangan pernah kalian menginjakkan kaki di rumahku lagi. Titik!"

Baron langsung pergi dengan tergesa-gesa. Rita hanya bisa pasrah. Tidak bisa melakukan apa-apa lagi.

Rita: "Ibu...." (Mata berkaca-kaca)

Irma: "Sabar, Nak! Kita memang tidak bisa berbuat apa-apa. Kita hanya bisa berdoa untuk kebahagiaan Dion. Kamu harus ikhlas, ya!"

Rita tidak mampu menjawab. Ia menyeka air mata yang akhirnya jatuh ke pipi. Sebenarnya Rita juga tidak mau memilih jalan berpisah. Namun sikap dan temperamen buruk Baron lah yang membuatnya tidak mampu lagi bertahan dan memutuskan bercerai. Apalagi Baron sudah berani main tangan yang berakhir pada pertengkaran dan perpisahan malam itu. Jika diingat-ingat lagi Rita masih sangat sakit hati dengan semua perlakuan mantan suaminya.

Baron dan Rita bertemu di kampus. Keduanya kuliah di kampus yang sama. Rita merupakan adik tingkat Baron. Tidak lama saling kenal keduanya memutuskan menjalin hubungan. Hubungan keduanya terus berlanjut hingga meninggalkan bangku kuliah. Baron sudah bekerja begitupun dengan Rita. Hubungan keduanya pun lebih serius hingga ke jenjang pernikahan. Awal pernikahan semuanya baik-baik saja. Keduanya menjadi pasangan yang bahagia. Rita masih tetap bekerja. Setelah mengetahui dirinya hamil, barulah Rita resign dari pekerjaannya.

Seperti kebanyakan ibu hamil lainnya, Morning sickness menemani hari-hari Rita di awal usia kehamilan. Muntah setiap bangun tidur di pagi hari, tidak bisa menikmati makanan enak walaupun sedang lapar, bahkan kehilangan selera makan, dan sensitif dengan bau. Selain itu ia juga jadi mudah capek dan lebih banyak tidur. Dari sini sedikit demi sedikit sifat asli Baron mulai terlihat. Jika ada masalah di tempat kerja, ia tak segan-segan melampiaskannya dengan marah-marah di depan Rita. Tak sedikit juga mengeluh tentang ini itu. Bahkan mengatai Rita pemalas karena kerjanya hanya tiduran di rumah. Namun Rita tidak membalasnya dan lebih memilih sabar karena mengingat calon bayi yang dikandungnya. Saat Rita ngidam ingin makan sesuatu dan meminta Baron membelikannya. Jawaban suaminya itu justru sangat menyakitkan.

Baron: "Bisa gak kamu gak usah mikirin makanan terus? Percuma aku belikan makanannya juga nanti pasti kamu muntahin lagi."

Begitu juga saat di hari istimewa. Saat Rita meminta kado di hari ulang tahunnya atau hari Valentine.

Baron: "Uangnya kan sudah sama kamu. Kamu beli saja sendiri!"

Bahkan Baron tidak pernah ingat kapan hari pernikahan mereka apalagi merayakannya. Tidak ada hari spesial dalam kamus hidup Baron. Menurutnya itu tidak penting. Yang ada dipikirannya dulu hanyalah bekerja dan menghasilkan lebih banyak uang. Dulu mereka masih tinggal di rumah kontrakan. Rita juga tidak berani sembarangan menghabiskan sisa uang hasil kerjanya. Sebab pendapatan suaminya yang tidak menentu membuatnya harus berhemat kalau-kalau mereka kehabisan uang apalagi usia kandungan Rita sudah memasuki trimester ketiga. Dan sejak saat itu pula Rita tidak pernah lagi meminta apa-apa dari Baron.

Meskipun sifat Baron begitu jelek namun untuk beberapa waktu ia sangat royal. Ia bisa menjadi sangat perhatian dan penuh kasih sayang. Mengajak istrinya jalan-jalan, makan di luar, berbelanja, atau memasakkan makanan enak di rumah. Baron termasuk pria yang pandai memasak loh! Apalagi Rita tengah hamil makanya itulah alasan ia bersabar menghadapi sifat jelek Baron. Tapi ini baru awalnya saja.

Rita kemudian melahirkan seorang bayi laki-laki yang lucu. Di masa nifas Rita harus mengurus bayinya sendiri. Ia tidak bisa tidur di malam hari karena bayinya rewel. Sedangkan di siang hari saat bayinya tertidur pulas, ia harus tetap melakukan pekerjaan rumah. Rita yang kurang tidur dan masih dalam kondisi yang lemah akhirnya tumbang. Malam itu ia meminta suaminya menggantikan dirinya menjaga bayi.

Rita: "Baron, tolong malam ini kamu jaga Dion ya! Kepalaku sakit. Sudah beberapa hari ini aku kurang tidur." (Menggendong bayi)

Baron: "Gak bisa dong, Rit! Besok aku kan harus kerja. Nanti aku ngantuk di tempat kerja bagaimana? Yang ada nanti aku dipecat sama bos."

Rita: "Cuma malam ini saja kok! Kepalaku sakit dan aku capek. Biar aku bisa tidur nyenyak sebentar."

Baron: "Kalau kepalamu sakit ya minum obat lah, Rit! Kamu capek aku juga capek. Gak usah cari-cari alasan sakit kepala hanya supaya kamu bisa tidur. Lagipula Dion itu kan bayimu! Kamu itu ibunya. Dia nangis gak mau tidur ya kamu tenangin lah!"

Perih hati Rita mendengar jawaban suaminya.

Rita: "Dia kan anakmu juga. Baron!"

Baron: "Ish, gak paham-paham sih kamu aku jelasin! Pokoknya gak bisa, titik! Sudah aku mau tidur! Kamu jaga itu bayimu. Jangan sampai nangis-nangis. Bikin berisik saja!"

Baron berbaring membelakangi Rita. Sama sekali tidak peduli dengan kondisi istrinya. Rita hanya bisa pasrah tidak bisa berbuat apa-apa. Matanya memerah. Ia menatap bayi dalam gendongannya dan mendekapnya dengan erat menahan rasa sakit yang menusuk di dalam hati. Sebuah kalimat yang tidak ia ucapkan hanya mampu ia katakan di dalam hati.

Rita: (membatin) "Aku sama sekali tidak pernah menyesal melahirkan bayi ini, Baron. Yang aku sesalkan saat ini ialah menikah dengan pria seperti dirimu!"

Keesokan harinya Rita terpaksa meminta bantuan Irma untuk membantu dirinya menjaga bayi. Beruntung Rita memiliki ibu yang sangat pengertian. Rita menceritakan keluh kesahnya.

Irma: "Sudah kamu tidur saja! Kamu sudah terlihat sangat lelah. Hari ini Dion biar Ibu yang jaga. Kamu istirahat saja. Jangan pikirkan yang lain. Pekerjaan rumah nanti Ibu bantu bereskan setelah Dion tidur."

Rita: "Terima kasih banyak ya, Bu! Maaf, sudah merepotkan Ibu."

Irma: "Tidak usah dipikirkan. Sudah sana!"

Rita meninggalkan Dion kepada Irma. Akhirnya ia dapat beristirahat dengan tenang. Irma menggendong cucunya sampai tertidur pulas. Kemudian meletakkan cucu kecilnya di tempat tidur. Dan segera melakukan pekerjaan rumah. Saat Baron pulang Irma masih di rumah sedang memasak untuk makan malam.

Baron: "Ibu, kapan datangnya? Rita kemana? Kok Ibu yang masak?"

Irma: "Sudah dari tadi. Ibu suruh Rita beristirahat. Dia kelihatan sangat capek."

Baron: "Dia pasti ngadu ke Ibu, ya? Itu cuma akal-akalan dia saja, Bu... Supaya bisa tidur. Cuma jaga satu bayi saja ngeluh capeknya sampai minta saya gantian jaga. Memangnya saya gak perlu kerja apa?"

Irma: (geleng-geleng kepala) "Kamu tidak boleh bicara seperti itu, Baron! Rita kan istrimu. Dion juga anakmu. Menjaga, merawat, dan membesarkan anak itu tanggung jawab bersama. Jangan cuma mau buatnya saja yang bersama. Tapi ogah bantuin jaga."

Baron: "Ibu ini sama saja dengan Rita. Ibu tidak di posisi saya, Ibu juga kan ibunya Rita, ya wajar saja bela Rita. Ibu mana paham dengan kondisi saya."

Irma: "Mau aku ini ibunya Rita atau bukan... Kalau memang menurutku orang itu salah ya salah. Masa orang bersalah aku bela? Jika kamu tidak mau memahami posisi dan kondisi seseorang, kamu tidak bisa memaksa orang itu untuk memahami posisimu."

Baron: (Tersenyum masam) "Ya sudahlah terserah Ibu. Aku mau mandi dulu."

Irma pulang setelah memasak makan malam. Rita juga sudah bangun. Ia terlihat lebih segar setelah dapat beristirahat. Seolah energinya telah terkumpul penuh. Rita mengantar ibunya sampai ke depan pintu. Setelah Irma meninggalkan rumah, Baron langsung memarahi Rita.

Baron: "Kamu ini buat aku malu saja! Bisa-bisanya kamu suruh ibumu datang ke sini hanya supaya kamu bisa tidur. Istri macam apa itu? Pasti kamu juga menjelek-jelekan aku di depan ibumu, kan?"

Rita: "Aku kan sudah minta tolong kamu untuk jaga Dion supaya aku bisa istirahat. Kamu pikir aku robot harus terjaga selama 24 jam tanpa perlu istirahat? Hp saja mati jika dipakai terus tanpa diisi daya. Kamu pikir dong Baron!"

Baron: "Memang kalau soal ngomong paling pintar kamu. Sebelum menikah seharusnya kamu sudah tahu apa saja tugasmu sebagai seorang istri. Tapi kamu terus saja mengeluh tentang ini dan itu. Sudah gitu banyak maunya minta ini itu seperti aku banyak uang saja. Kamu benar-benar menyusahkanku. Sama sekali tidak bersyukur. Aku sungguh menyesal sudah menikah denganmu."

Bagai tersambar petir di siang bolong mendengar kalimat terakhir Baron. Rita sendiri berusaha menahan diri agar kata menyesal tidak keluar dari mulutnya. Namun Baron justru dengan entengnya mengucapkannya tanpa merasa kalau itu akan menyakiti hati Rita. Rita diam tidak bergeming. Sedangkan Baron pergi tanpa merasa bersalah. Sejak itu rasa sakit hati Rita kepada Baron tidak pernah hilang. Begitupun dengan sikap Baron yang tidak pernah berubah sampai akhirnya mereka berpisah.

Kini Rita hanya bisa berdoa untuk putranya. Berharap putra satu-satunya itu dapat hidup bahagia, disayangi oleh ibu tiri dan juga ayahnya.

^^^bersambung...^^^

Terpopuler

Comments

Risa And My Husband

Risa And My Husband

Rita kamu beruntung punya orang tua yang mau bantuin kamu rawat anak kamu

2024-09-15

0

Risa Sangat Happy

Risa Sangat Happy

Rita Baron kalian berdua seperti salah paham satu sama lain makanya jadi bertengkar

2024-09-15

0

Risa Imuet

Risa Imuet

Neneknya Dion ngga keberatan saat di suruh Rita menjenguk Dion

2024-09-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!