Maya baru bersiap untuk tidur. Baron masuk ke dalam kamar. Tanpa mengatakan apapun ia menyerahkan surat dari guru Dion kepada Maya. Maya melihat surat itu.
Maya: "Surat apa ini?"
Baron tidak menjawab. Maya pun mengambil surat itu dan membaca isinya.
Baron: "Sekarang jelaskan padaku! Kenapa iuran sekolah Dion bisa menunggak sampai empat bulan?"
Maya: "Kamu tidak salah tanya orang? Seharusnya kamu pergi menanyakan hal ini langsung kepada Dion bukan aku."
Baron: (Mengangkat sebelah alis) "Aku menitipkan uang itu kepadamu dan selalu berpesan supaya kamu memberikannya kepada Dion untuk pembayaran iuran sekolah. Kamu bukan hanya tidak memberikan uang itu kepada Dion bahkan kamu juga sampai memotong uang jajannya. Kamu kan tahu jam sekolah Dion itu sekarang panjang. Tega sekali kamu memotong uang jajan Dion dan membuatnya kelaparan di sekolah. Apa uang bulanan yang selama ini aku berikan kepadamu tidak cukup?"
Maya terdiam. Ia berusaha memikirkan suatu alasan.
Maya: "Bukan begitu. Aku minta maaf. Memang ini salahku tidak memberitahumu. Beberapa bulan lalu aku memasukkan Ryan ke bimbel ternama. Setelah dihubungi oleh gurunya kalau beberapa nilai mata pelajaran Ryan di sekolah sangat rendah. Sementara aku sendiri tidak bisa mengajarinya. Ya, namanya bimbel ternama pasti agak mahal. Jadi, aku terpaksa menggunakan uang untuk sekolah Dion dulu. Aku memotong uang jajannya juga untuk dikumpulkan sebagai ganti uang iuran bulanan sekolah yang terpakai."
Baron: (Menghela nafas) "Maya, seharusnya kamu mengatakan hal ini sejak awal kepadaku. Ryan itu anakku. Aku pasti juga akan memberikan yang terbaik untuknya. Jangan potong uang jajan Dion lagi. Aku akan mencari uang untuk melunasi semua tunggakan iuran sekolah Dion. Sekarang kamu istirahatlah!"
Maya: "Ya. Selamat malam."
Maya berbaring membelakangi Baron. Ia merasa lega suaminya tidak curiga dan malah mempercayainya.
...⚜️⚜️⚜️...
Dion sedang mengikat tali sepatunya. Ia sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah. Maya datang dan meletakkan beberapa lembaran uang lima ribuan dengan kasar ke meja samping tempat Dion duduk. Baron masih berada di dalam rumah.
Maya: (Berkata dengan suara kecil) "Dasar tukang ngadu!"
Dion tidak menanggapinya. Ia selesai mengikat tali sepatu bersamaan dengan kemunculan Baron dari dalam. Sikap Maya tiba-tiba melunak.
Maya: "Dion, maaf sudah membuatmu susah beberapa bulan ini. Ini uang jajanmu sudah ditambahkan."
Dion mengambil uang itu. Kemudian memasukkannya ke dalam saku celana.
Dion: "Terima kasih. Aku berangkat dulu. Ayah, aku berangkat!"
Baron: "Iya, hati-hati di jalan!"
Ryan yang sudah rapi dengan seragam merah putih juga sudah siap untuk berangkat ke sekolah. Ryan pergi diantar oleh Baron.
Baron: "Ayo, kita juga berangkat!"
Ryan: "Iya." (Pamitan pada Maya) "Mama, aku berangkat dulu ya!"
Maya: "Iya. Hati-hati di jalan!"
Seperti biasa di perjalanan Baron pasti mengajak putra bungsunya mengobrol.
Baron: "Ryan, beberapa bulan lagi sudah mau ulangan kenaikan kelas. Kamu belajar yang giat, ya!"
Ryan: "Iya, Papa. Aku selalu belajar koq."
Baron: "Kata mama ada pelajaran di sekolah yang nilainya kurang. Jadi Mama masukkan kamu ke bimbel. Pasti capek ya setelah sekolah harus ikut bimbel lagi?"
Ryan: "Ha? Bimbel apa? Aku gak ikut bimbel koq, Pa. Nilaiku termasuk lumayan. Meskipun ada pelajaran yang tidak ku mengerti itu cuma pelajaran matematika saja. Itupun tidak perlu harus sampai ikut kelas bimbel."
Baron: "Jadi, kamu tidak pernah ikut bimbel?"
Ryan: "Tidak, Pa. Aku belajar sendiri di rumah. Kadang bersama teman-teman kalau ada pelajaran yang tidak dimengerti. Kami belajar bersama."
Baron: "Oh, begitu. Ya, pokoknya kamu harus semangat belajarnya, ya!"
Ryan: "Iya, Pa."
Baron akhirnya terdiam dengan pikirannya sendiri.
Baron: (Berkata dalam hati) "Apakah selama ini Maya membohongiku? Ryan sama sekali tidak mengikuti kelas bimbel seperti yang Maya katakan. Ryan tidak mungkin berbohong kan?! Lalu untuk apa dia mengambil uang yang seharusnya digunakan untuk membayar iuran sekolah Dion itu? Bahkan sampai memotong uang jajannya. Apa uang yang selama ini aku berikan untuknya tidak cukup?"
Ryan: "Pa, kita sudah sampai di sekolah!"
Baron: (Langsung menghentikan motor) "Maaf, Papa lupa sedang mengantarmu ke sekolah."
Ryan: "Papa tidak boleh melamun saat naik motor. Bahaya!"
Baron: "Iya, maaf. Papa akan lebih hati-hati."
Ryan: "Aku masuk ke sekolah dulu ya, Pa!"
Baron: "Iya. Semangat belajarnya!"
Ryan: "Siap!"
Ryan berjalan memasuki gerbang sekolah dan Baron pun melanjutkan kembali perjalanannya.
...🔸🔸🔸...
Stella yang baru datang langsung melompat ke meja Dion.
Stella: "Pagi, Dion. Bagaimana tanganmu?"
Dion menunjukkan tangannya yang tanpa perban. Perban itu sudah ia lepas.
Dion: "Sudah lumayan."
Stella: "Lukanya sudah sedikit mengering. Beberapa hari lagi pasti sembuh."
Dion: "Iya. Berkat kamu. Terima kasih." (Tersenyum)
Stella: "Eh, itu bukan apa-apa."
Wajah Stella nampak bersemu melihat Dion tersenyum padanya.
Dion: "Kenapa wajahmu merah? Kamu sakit?"
Stella: "Eh, tidak. Aku ke mejaku dulu."
Stella langsung berjalan pergi dengan langkah cepat. Dion kembali tersenyum.
Benny: "Kayaknya ada yang lagi senang nih."
Benny tiba-tiba muncul di hadapan Dion.
Dion: "Mana ada."
Benny: "Itu senyum-senyum sendiri. Ada apa hayo?"
Dion: "Gak ada apa-apa. Cuma pengen senyum saja. Dari pada muka masam terus nanti dibilang ada dendam sama orang."
Benny: "Iya kali. Gak senyum-senyum sendiri juga. Ya udah deh terserah kamu mau senyum sama siapa. Asal kamu nya senang lah. Daripada kamu galau terus nanti aku yang repot."
Dion: "Gak gitu juga. Hehehe... Mending ke kantin yuk cari gorengan."
Benny: "Tumben? Udah ketemu nafsu makannya?"
Dion: "Ketemu di bawah meja. Ish, mau gak?"
Benny: "Sebentar. Taruh tas dulu."
Benny dan Dion pergi ke kantin. Dion membeli beberapa buah gorengan. Ia menawari Benny namun temannya itu menolak. Ia memilih makan roti isi untuk sarapan. Meskipun uang jajan Dion sudah ditambahkan kembali namun ia tetap menyisihkan sebagian uang jajannya untuk ia simpan.
Bel tanda berakhirnya jam sekolah berbunyi. Murid-murid berhamburan keluar dari kelas. Dion masih sedang merapikan buku-bukunya sementara sebagian murid sudah meninggalkan kelas. Dari kelas Dion langsung menuju ke perpustakaan. Dion sering menghabiskan waktu pulang sekolah di sana hingga jam ekskul berakhir. Itu ia lakukan karena terlalu malas untuk pulang ke rumah. Kebetulan lagi hari ini ada PR, Dion pun sigap mengerjakannya.
Dion duduk di pojok perpustakaan. Ia mengeluarkan buku PR nya dan mulai mengerjakan. Tiba-tiba Stella muncul.
Stella: "Aku duduk di sini, ya!"
Dion: "Silahkan!"
Stella mengeluarkan buku PR nya meletakkannya di atas meja. Dion memperhatikannya sebentar.
Dion: "Bagaimana kamu tahu aku ada di sini?"
Stella: "Aku sering melihatmu masuk ke sini saat pulang sekolah."
Dion: "Oh..."
Stella tersenyum. Keduanya pun tidak bicara lagi dan sibuk dengan buku masing-masing.
^^^bersambung.....^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
@Risa Virgo Always Beautiful
Baron baru menyadari kalau Maya ternyata membohongi Baron
2024-10-16
0
Sri Astuti
ealaaah Maya kok makin ga beres..
syukurlah Ryan jujur, jd Baron hrs memikirkan Dion sendiri.. ga usah kasih uang Dion lewat Maya
2024-09-12
0
Viela
mulai terbongkar kebohongan maya
2024-08-10
1