Waktu begitu cepat berlalu. Dion kini sudah duduk di bangku SMP. Tidak ada yang berubah dengan kehidupannya. Semua perhatian ayahnya yang hanya diberikan untuk adiknya juga perlakuan ibu tirinya sudah terasa bukan apa-apa lagi baginya. Baron yang telah mengetahui sikap Maya yang tidak baik terhadap Dion juga hanya diam saja. Malah masih menyalahkan Dion yang tidak menurut.
Semua ketidaknyamanan itu sudah terasa biasa bagi Dion. Dia tahu terus mengeluh juga tidak ada gunanya. Dion berusaha menjalani semuanya dengan sabar. Sambil terus berdoa dan masih terus berharap untuk bisa bertemu kembali dengan ibunya.
Suatu siang saat dalam perjalanan pulang dari sekolah, Dion dipanggil seseorang dari belakang.
Sinta: "Dion, ya?"
Dion: (Menoleh) "Bibi!"
Sinta: "Sudah lama sekali gak ketemu. Wah, kamu udah setinggi ini sekarang. Gimana kabarmu, Dion?"
Dion: "Baik, Bibi. Bagaimana kabar Bibi dan nenek? Kenapa Bibi sama nenek sudah tidak main ke rumah lagi?"
Sinta: "Iya. Soalnya sibuk. Banyak kerjaan jadi gak sempat main ke rumahmu. Maaf, ya! Nenek sehat koq!"
Dion: "Enggak apa-apa, Bibi."
Sinta: "Kamu pulang sendiri? Tidak dijemput sama ayah lagi?"
Dion: "Aku udah besar, Bibi. Sudah bisa pulang sendiri. Jadi gak perlu dijemput ayah lagi."
Sinta: "Oh benar. Keponakan bibi udah besar sekarang."
Dion: "Em... Bibi, kabar ibu gimana?"
Sinta: "Ibumu sehat koq."
Dion: "Boleh gak Bibi bawa aku ketemu ibu sekali saja?"
Sinta: "Bibi mau saja bawa kamu ketemu ibumu. Cuma sayangnya saat ini ibumu tidak ada di sini. Sudah beberapa tahun ibumu bekerja di luar negeri."
Dion: "Ibu kerja di luar negeri?"
Sinta: "Iya, Dion."
Dion: "Kalau aku main ke rumah Bibi ketemu sama Nenek, boleh tidak?"
Sinta: "Ya pasti boleh. Kapan saja kamu boleh datang. Cuma ayahmu pasti gak suka kalau kamu pergi ke rumah nenek."
Dion: "Kenapa?"
Sinta: "Begini, sebenarnya alasan Bibi dan nenek sudah tidak pernah main ke rumahmu itu karena ayahmu melarang Bibi dan nenek untuk ke sana. Dulu ayahmu datang ke rumah nenek, memarahi ibumu dan nenek karena saat itu Bibi dan nenek main ke rumahmu. Makanya sejak itu Bibi sama nenek tidak berani lagi main ke rumahmu."
Dion: "Begitu, ya. Maaf kalau gara-gara aku semua jadi susah."
Sinta: "Tidak perlu minta maaf. Ini bukan kesalahanmu. Eh, kita pisah di sini, ya! Jalan ke rumahmu sudah di depan."
Dion: "Iya, Bibi. Oya, boleh gak minta alamat rumah nenek?"
Sinta: "Boleh. Sini Bibi minta kertas sama pulpen."
Dion memberikan kertas dan pulpennya. Setelah menuliskan alamat kertas itu dikembalikan kepada Dion.
Sinta: "Ini alamatnya!"
Dion: "Terima kasih, Bibi."
Sinta: "Kita pisah di sini, ya! Hati-hati jalan ke rumah, ya!"
Dion: "Iya, Bibi."
...❇️❇️❇️...
Baron, Maya, dan Ryan sedang berkumpul di ruang tengah. Ketiganya menonton TV sambil bercanda. Ada kerinduan di hati Dion saat melihat kebersamaan mereka. Ia pun memberanikan diri untuk bergabung sekedar ikut mengobrol atau bercanda. Dion duduk di depan Ryan.
Dion: "Ryan, sedang main apa?"
Maya: "Piringnya udah dicuci belum?"
Dion: "Belum, Ma. Sebentar lagi, ya!"
Maya: "Cuci sekarang! Jangan suka menunda-nunda pekerjaan, nanti jadi kebiasaan."
Dion: "Iya, Ma." (Beranjak pergi)
Maya: "Habis cuci piring, itu lantai dapur disapu, dipel, yang kotor-kotor di atas kompor dibersihin! Jangan malas!"
Dion tidak menanggapi. Ia berjalan masuk ke dapur. Padahal niatnya ingin mendekatkan diri, ingin merasakan hangatnya kumpul bersama keluarga yang sudah lama tidak pernah ia rasakan. Namun pada akhirnya ia pasti akan disuruh-suruh seperti seorang pembantu. Bahkan ayahnya pun tidak membela dirinya sedikitpun. Jelas sekali kalau ibu tirinya tidak suka dirinya hadir di tengah-tengah mereka. Dion merasa terasingkan di rumahnya sendiri.
Hari-hari di waktu senggang lebih banyak Dion habiskan di dalam kamarnya. Sebab berada di luar ruangan juga seperti orang asing. Belum lagi harus mendengar ibu tirinya yang marah-marah dan menyuruhnya melakukan ini itu. Dirinya benar-benar tidak dianggap seperti anak sama sekali. Hubungan dengan ayahnya pun semakin hari semakin jauh karena ayahnya terlalu memperhatikan adiknya dan secara tidak langsung mengabaikan dirinya. Sehingga tidak ada lagi kedekatan antara dirinya dengan sang ayah.
...❇️❇️❇️...
Dion sudah duduk di bangku SMA. Jadwal sekolah dan kegiatan ekstrakurikuler sudah cukup menghabiskan waktu sehingga Dion sering pulang saat hari telah sore. Pulang ke rumah pun kadang Dion masih disuruh melakukan pekerjaan rumah padahal dia sudah sangat capek. Namun dia tetap melakukannya. Bukannya tidak ingin membantah. Hanya saja jika dia membantah pun tidak akan mengubah keadaan. Dia akan tetap dimarahi atau dihukum tidak boleh makan malam. Jadi lebih baik diam dan melakukannya.
Di sekolah Dion termasuk siswa yang pintar dan cukup populer dengan wajahnya yang cukup tampan. Sayangnya ia menjadi sosok yang pendiam dan tidak banyak bicara. Meskipun populer Dion tidak memiliki teman. Ia seolah menutup diri dari pergaulan. Tidak jarang banyak teman sekelasnya yang menganggap dirinya sombong.
Memasuki tahun kedua di bangku SMA, Dion sedikit membuka diri. Ia mulai bergaul dengan teman sekelasnya. Hingga ia mengenal Benny yang akhirnya menjadi satu-satunya teman yang paling dekat dengan dirinya. Kedekatan Dion dan Benny bermula saat Dion sedang memesan semangkuk mie instan di kantin. Saat sedang menunggu pesanan dibuat, Dion merogoh saku hendak mengambil uang. Namun ia tidak menemukan sepeserpun pun di saku seragam ataupun kantong celananya. Dion baru sadar ternyata ia lupa membawa uang. Padahal ia sangat lapar. Ia yang merasa tidak enak lalu memanggil pemilik kantin yang sedang membuat pesanannya.
Dion: "Bu, maaf... Pesanan saya batal saja, ya?
👩🏻🦱: "Loh, memangnya kenapa, Dek? Terus ini mie-nya siapa yang makan? Sudah terlanjur dimasak dan mau selesai juga. Rugi dong saya kalau dibuang."
Dion: "Saya... lupa bawa uang, Bu."
Kebetulan Benny mengantri di belakang Dion.
Benny: "Biar aku yang bayar. Sekalian aku pesan mie goreng satu ya, Bu!"
👩🏻🦱: "Baiklah. Tunggu sebentar! Ini pesanan Adek ini sudah siap." (Menyodorkan semangkuk mie rebus ke depan Dion kemudian kembali sibuk dibalik kompor)
Dion: "Aduh, terima kasih sekali ya! Eh, kalau tidak salah kita sekelas kan?"
Benny: "Iya, betul. Kamu Dion kan? Aku Benny."
Dion: "Iya. Terima kasih ya, Ben. Besok akan aku ganti uangmu."
Benny: "Gak usah."
👩🏻🦱: "Mie goreng sudah siap. Total 20ribu."
Benny: "Ini uangnya ya, Bu!"
👩🏻🦱: "Terima kasih."
Benny: "Yuk, makan bareng!"
Di satu meja.
Dion: "Bisa-bisanya aku lupa bawa uang hari ini. Padahal aku lapar banget. Kupikir bakal puasa siang ini. Mana gak enak sama ibu kantin udah terlanjur pesan. Untung banget ada kamu tolongin."
Benny: "Sesama teman harus saling bantu lah. Terus tadi pagi kamu ke sekolah naik apa?"
Dion: "Jalan kaki. Rumahku gak jauh-jauh banget dari sekolah."
Benny: "Setiap hari pergi pulang sekolah jalan kaki?"
Dion: "Iya. Kalau kamu, Ben?"
Benny: "Aku bawa motor sendiri. Soalnya jarak dari rumah ke sekolah lumayan jauh."
Dion: "Oh. Sekali lagi terima kasih, ya! Besok aku pasti ganti uangmu."
Benny: "Gak usah diganti, Dion. Aku traktir."
Dion: "Jangan! Nanti aku yang jadi gak enak sama kamu."
Benny: "Gak enak ya kasih kucing. Hahaha..."
Dion: "Pokoknya akan aku ganti uangmu! Titik."
Benny: "Aduh, kamu ini ternyata keras kepala sekali. Ya udahlah terserah kamu. Orang mau traktir koq malah ditolak."
Dion: "Aku gak bisa, Ben. Aku orangnya gak enakan. Nanti aku kepikiran kamu terus loh."
Benny: "Ogah lah aku kalau kamu yang mikirin. Hahaha... Ternyata kamu ini diam-diam pandai bercanda juga."
Dion: "Hehehe..."
Sejak itulah awal mula keduanya menjadi teman dekat. Dan Benny juga merupakan teman akrab pertama yang dimiliki Dion.
^^^bersambung...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Risa And My Husband
Teman dekat Dion bisa di ajak curhat tentang kehidupan Dion
2024-09-15
0
Risa Sangat Happy
Dion kamu beruntung punya teman dekat yang baik
2024-09-15
0
Risa Imuet
Dion kamu ceritakan kehidupan kamu sama teman kamu
2024-09-15
0