12. Dion Dipanggil ke Ruangan Kepala Sekolah. Ada Apa?

Meskipun dengan tangan diperban, beruntung Dion masih dapat menulis dengan baik. Bel istirahat berbunyi. Guru menyudahi pelajaran pagi ini. Murid-murid lainnya juga menyimpan buku bersiap untuk segera meninggalkan kelas.

Guru: "Dion, kamu ikut saya ke ruangan kepala sekolah sekarang, ya!"

Dion: "Baik, Pak!"

Setelah Dion dan Pak guru meninggalkan kelas, Stella berjalan menghampiri meja Benny.

Stella: "Kenapa Dion disuruh ke ruang kepala sekolah, ya?"

Benny: "Gak tahu."

Stella: "Kamu tahu gak kenapa tangan Dion bisa sampai kena luka bakar?"

Benny: "Hah? Kena luka bakar?! Masa sih?"

Stella: "Iya. Tadi pagi pas dia datang ke sekolah aku lihat tangannya sama jarinya penuh luka bakar gitu. Terus aku bawa dia ke UKS buat obatin luka-lukanya itu."

Benny: "Aku gak tahu."

Stella: "Kamu kan teman dekatnya. Masa gak tahu sih?! Coba deh nanti kamu tanya dia kenapa bisa sampai kena luka bakar gitu."

Benny: "Lah katanya kamu ngobatin dia, koq gak sekalian tanya?"

Stella: "Aku gak berani tanya. Kan kamu lebih dekat sama dia. Kali aja dia mau cerita sama kamu kan sesama cowok."

Benny: "Ya, nanti deh aku coba tanya. Kamu koq peduli banget sama Dion?"

Stella: "Ya gapapa sesama teman kan wajar kalau peduli dikit."

Benny: "Masa sih? Bukan modus?"

Stella: "Modus apaan? Weh... Dah lah aku mau ke kantin."

Benny: "Pergi sana. Hus..."

Di ruang kepala sekolah.

Pak guru meninggalkan Dion di ruang kepala sekolah. Dion duduk berhadapan dengan kepala sekolah. Ia nampak gugup karena tidak tahu alasan mengapa dirinya dipanggil ke ruangan kepala sekolah.

Kepala sekolah: "Dion, kamu tahu kenapa Bapak panggil kamu kemari?"

Dion: "Tidak, Pak!"

Kepala sekolah: "Begini... Kamu kan tahu tidak lama lagi kita akan mulai melaksanakan PAS (Penilaian Akhir Semester). Bapak tahu kamu murid yang pintar dan cukup berprestasi di sekolah ini. Tetapi itu bukan jaminan untuk kamu bisa mengikuti PAS apabila tunggakan iuran bulanan sekolah masih belum dilunasi."

Dion: "Saya mengerti, Pak."

Kepala sekolah: "Kamu pasti tahu sudah berapa bulan tunggakan iuran sekolah yang belum kamu bayar, kan?"

Dion: "Iya, Pak. Sudah memasuki empat bulan."

Kepala sekolah: "Apa ada masalah ekonomi di keluarga?"

Dion: "Maaf, Pak... Memang beberapa bulan ini pekerjaan ayah saya berkurang. Jadi, terpaksa menunda pembayaran iuran sekolah. Sebelum pelaksanaan PAS nanti, saya akan usahakan untuk melunasi semua tunggakan."

Kepala sekolah: "Iya. Sangat disayangkan kalau kamu gagal mengikuti PAS hanya karena masalah tunggakan iuran sekolah. Bapak juga tidak bisa terus mentolerir karena ini keputusan dari yayasan. Bapak berharap yang terbaik buat kamu. Semoga rejeki orang tuamu lancar terus, ya."

Dion: "Terima kasih, Pak. Saya mengerti."

Kepala sekolah: "Baiklah. Itu saja yang ingin Bapak sampaikan padamu. Dan ini... Tolong, kamu sampaikan kepada orang tuamu di rumah."

Kepala sekolah memberikan sepucuk surat kepada Dion.

Dion: "Baik, Pak. Akan saya sampaikan. Kalau begitu saya permisi."

Kepala sekolah: "Silahkan!"

Dion melipat surat itu menjadi dua kemudian memasukannya ke dalam saku celana. Ia berjalan kembali ke kelas. Ia duduk di bangkunya dengan tatapan lurus ke depan.

Benny berjalan lurus melewati depan pintu kelas. Saat matanya menangkap sosok Dion berada di dalam kelas, langkahnya pun berputar masuk ke dalam kelas. Ia menghampiri Dion dan duduk di depannya.

Benny: "Gak ke kantin, Dion?"

Dion: "Enggak, Ben."

Benny: "Ngomong-ngomong, kenapa kamu dipanggil sama kepala sekolah? Apa ada masalah?"

Dion: "Gak ada. Biasalah cuma diingatin buat belajar lebih giat untuk persiapan PAS."

Benny: "Bukannya kamu udah pintar? Ngapain juga diingatkan lagi buat belajar lebih giat? Aneh deh kepala sekolah. Jangan-jangan dia gak tahu kamu murid yang pintar di sekolah."

Dion: "Hahaha... Ya mana aku tahu."

Benny: "Terus, itu tanganmu kenapa? Koq bisa kena luka bakar? Emang kamu main api?"

Dion: "Pasti Stella yang kasih tahu, ya?"

Benny: "Iya. Dia kayanya khawatir banget tuh sama kamu. Tahu juga dia itu lukamu luka bakar."

Dion: "Cuma luka sedikit koq. Gak sengaja keciprat air panas pas mau masak mie. Cuma aku biarkan lukanya makanya jadi kelihatan parah gini."

Benny: "Makanya lain kali hati-hati dong!"

Dion: "Iya, Bang Benny!"

Benny: "Orang ngomong serius diajak bercanda."

Dion: "Ya serius lah ini."

Benny: "Terus ibu tirimu masih suka suruh-suruh kamu? Dan kasar gitu ke kamu?" (sedikit berbisik)

Dion: "Ya masih kaya gitu."

Benny: "Yang sabar, ya!"

Dion: "Ya. Ya."

Stella: "Apanya yang sabar?" (Tiba-tiba muncul)

Benny: "Eh, gak ada. Datang-datang nyambung aja kamu."

Stella menyipitkan matanya kepada Benny.

Benny: "Matamu jangan lihat aku kaya gitu. Tuh keriputnya kelihatan."

Stella: "Enak saja. Orang masih muda cantik gini dibilang keriput."

Benny: (Tertawa) "Beh... Muda cantik. Ciakakaka..."

Stella: "Iri bilang!"

Benny: "Sorry ye... Enggak tuh."

Dion memandang kedua temannya sambil tersenyum.

Dion: "Kalian berdua cocok ya! Setiap kali ketemu pasti ada saja yang diributkan. Kaya gak habis-habis."

Stella: "Hah? Gak banget aku sama dia!" (Menunjuk Benny)

Benny: "Apalagi aku... Amit-amit mau sama cewek galak kaya kamu."

Stella: "Udah ya diam! Sebelum aku cakar kamu."

Benny: "Nah, kamu lihat sendiri kan, Dion?!"

Stella: "Kan kamu yang mulai."

Dion: "Sudah gak usah ribut. Kalian ini seperti anak TK saja."

Mengikuti perkataan Dion, kedua temannya itu pun berhenti berdebat.

...⚜️⚜️⚜️...

Terdengar suara deru motor berhenti di halaman rumah. Dion yang sejak pulang dari sekolah terus berada di kamar sudah bisa menebak bahwa ayahnya sudah pulang. Tugas-tugas sekolah yang harus Dion selesaikan membuat dirinya harus mengurung diri di kamar. Namun ia juga bersyukur untuk itu. Apalagi Maya juga tidak menyuruhnya melakukan pekerjaan rumah.

Tiba waktu makan malam. Semua telah berkumpul di meja makan kecuali Dion.

Baron: "Loh, Dion mana? Koq belum muncul?"

Maya: "Sejak pulang dari sekolah dia mengurung diri di kamar terus. Sama sekali tidak kelihatan batang hidungnya. Sudahlah kita makan dulu. Nanti kalau lapar dia juga keluar."

Baron: (Menatap Ryan) "Ryan, kamu panggil abangmu untuk makan malam dulu, ya!"

Ryan: "Baik, Pa!"

Ryan pergi untuk memanggil Dion di kamarnya. Tak lama kemudian Ryan kembali bersama Dion. Ryan duduk kembali di kursinya.

Baron: "Dion, kata mamamu sejak pulang sekolah kamu mengurung diri di kamar terus."

Dion: "Maaf, Ayah. Aku sedang mengerjakan tugas sekolah. Kebetulan akhir-akhir ini banyak PR. Soalnya sudah mendekati masa PAS jadi guru juga memberikan tugas lebih."

Baron: "Apa sudah selesai dikerjakan?"

Dion: "Tinggal beberapa soal yang belum selesai."

Baron: "Ya sudah duduk dulu sini! Kita makan malam dulu. Nanti baru dilanjutkan."

Dion: "Baik."

Semua sudah duduk di tempatnya dan bersiap untuk makan. Saat Dion mengangkat tangan kanannya untuk memegang sendok Baron melihat tangannya diperban.

Baron: "Dion, apa tanganmu terluka? Sampai diperban seperti itu."

Maya langsung menoleh ke arah Dion dan melihat tangannya. Kemudian menatap wajah Dion dengan tajam. Dion bisa mengetahui tatapan mata Maya dari sudut matanya.

Dion: "Tidak apa-apa. Ini hanya luka kecil, Ayah."

Baron: "Luka kecil masa sampai harus diperban begitu?"

Maya: "Biasalah... Paling-paling juga cari perhatian.

Baron: "Lain kali harus lebih hati-hati kalau mengerjakan sesuatu."

Dion: "Iya, Ayah."

Baron: "Sudah. Mari kita makan!"

Usai makan malam Baron duduk di teras untuk mencari udara segar. Dion kembali ke kamarnya. Namun ia keluar dari kamar dengan cepat untuk menemui ayahnya.

Dion: "Ayah, ini ada surat dari guru untuk Ayah."

Dion menyerahkan secarik kertas yang amplopnya masih tertutup. Baron menerima surat itu.

Baron: "Surat untuk apa ini?"

Dion: "Aku juga tidak tahu."

Baron membuka amplop surat, mengeluarkan surat di dalam dan membaca isinya. Wajahnya tiba-tiba berubah.

Baron: "Dion, bagaimana bisa iuran sekolah menunggak selama ini?"

Dion: "Maaf... Tapi Ayah tidak pernah memberikan aku uang untuk membayar iuran bulanan sekolah. Aku juga tidak berani minta sama Ayah."

Baron: "Uang sekolahmu itu aku berikan kepada mama setiap awal bulan. Supaya mama memberikannya kepadamu untuk membayar iuran bulanan sekolah."

Dion: "Tapi... Mama tidak pernah memberikan aku uang untuk membayar iuran bulanan sekolah."

Baron: "Benarkah? Dia tidak pernah memberikannya kepadamu? Atau kamu lupa dan memakai uang itu untuk hal lain? Jujur, Dion!"

Dion: "Enggak, Ayah! Aku tidak bohong. Mama tidak pernah memberikan aku uang untuk membayar iuran sekolah. Uang jajan juga dipotong. Hanya diberikan setengah dari biasanya. Aku tidak mungkin memakai uang sekolah untuk hal lain. Aku tidak akan berani. Karena Ayah bekerja mendapatkan uang juga tidak mudah."

Baron nampak tidak percaya mendengarnya.

Baron: "Uang jajanmu juga dipotong?"

Dion mengangguk. Baron terdiam sesaat.

Baron: "Ya sudah, akhir bulan ini Ayah janji akan berikan kamu uang untuk melunasi semua tunggakannya. Kamu tidak perlu khawatir. Belajar saja yang rajin."

Dion: "Baik, Ayah. Kalau begitu aku kembali ke kamar dulu untuk melanjutkan tugas yang belum selesai tadi."

Baron: "Iya."

Dion pun masuk ke dalam rumah menuju ke kamarnya. Sementara Baron masih duduk terdiam dengan pikirannya sendiri.

^^^Bersambung...^^^

Terpopuler

Comments

@Risa Virgo Always Beautiful

@Risa Virgo Always Beautiful

Maya gunakan uangnya untuk foya foya sampai iuran sekolah Dion menunggak

2024-10-16

0

Sri Astuti

Sri Astuti

beneran deh bikin orang kesal masa uang sekolah tdk dikasih juga.. klo uang saku dikasih sedikit msh boleh lah uang sekolah kan wajjb dibayar.. apa biar Dion di keluarin ga sekolsh?

2024-09-12

1

Viela

Viela

semoga aja bnr" percaya sama dion tdk sama istri ndzolimmu baron....

2024-07-30

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!